Lepas Saham 51%, Freeport Masih Untung dan Tingkatkan Produksi Pertambangan

0

Jakarta, Teritorial.Com – Melalui proses negosiasi yang berjalan cukup alot, dan penuh dengan hambatan, Pemerintah Indonesia pada akhirnya berhasil mengambil alih 51% saham PT Freeport Indonesia.

Hal ini didapati melalui perjanjian Head of Agreement (HoA) antara Pemerintah Indonesia dengan Freeport McMoRan yang berlangsung pada Kamis (12/7/2018) di Gedung Kementerian Keuangan, kawasan Lapangan Banteng, Jakarta.

Perjanjian HoA ini dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Budi Gunadi Sadikin, dan perwakilan Freeport.

Rini menerangkan total nilai kesepakatan ini mencapai USD3,85 miliar. Rini menambahkan setelah melalui perjalanan panjang selama dua tahun, akhirnya divestasi ini bisa terwujud. Dan menginginkan Freeport dapat dikelola dengan baik oleh Inalum.

“Pada dasarnya Inalum akan ambil alih partisipasi interest dari Rio Tinto dan Indocopper sehingga kepemilikan PT Inalum ditambah dengan kepemilikan negara sebelumnya jadi 51,38%. Angka sudah kami lock,” ujar Rini.

Kebijakan devestasi oleh pihak PT Freeport sendiri tentunya turut menuai banyak pertanyaan. Hal ini berkaitan dengan Amerika Serikat sebagai negara stake holders dan bertanggungjawab atas operasional Freeport selama ini. Jika ditelusuri dari beberapa kasus sebelumnya, maka hampir tidak mungkin negara adidaya tersebu rela kehilangan besar saham lebih dari 50%.

Namun ditengah berbagai kerancuan soal dimana posisi AS, pihak Indonesia mengatakan, dengan perjanjian HoA ini menjadi langkah strategis dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di wilayah Papua. Karena dengan penguasaan 51% saham, maka akan meningkatkan pengolahan tambang yang nantinya juga dimiliki masyarakat Papua.

Sri Mulyani menambahkan, ada tiga poin yang disepakati dalam divestasi ini. Ketiganya meliputi kerjasama mengenai produksi pertambangan sampai dengan pembangunan smelter. Kendati sudah bersedia melepas 51 persen sahamnya, nyatanya mengambil alih mayoritas kepemilikan perusahaan tambang yang sudah beroperasi lebih dari setengah abad ini tidak lah mudah.

“Jadi ada tiga poin kesepakatan dari divestasi 51% saham Freeport, yaitu usaha pertambangan khusus atau IUPK dan bukan dari Kontrak Karya, membangun fasilitas pengolahan smelter di dalam negeri dan penerimaan negara. Jadi agregat totalnya lebih besar IUPK dibandingkan penerimaan melalui Kontrak Karya yang ada selama ini,” jelasnya.

Lantas jika memang benar bahwa tiga poin dalam devestasi tersebut akan benar-benar terlaksana maka yang menjadi kejanggalan selanjutnya adalah mengenai mengapa AS dapat dengan mudah melepas saham tersebut, yang jelas telah merugikan pihaknya. Presiden dan CEO Freeport McMoRan Richard Adkerson mengatakan senang akhirnya divestasi saham Freeport dapat terwujud. Dengan kesepakatan ini, kata dia, akan membuat produksi pertambangan Freeport lebih tinggi.

Pernyataan CEO Freeport tersebut jelas semakin menimbulkan keanehan, lantaran jika berbicara devestasi maka yang ada akan terjadi penurunan jumlah pendapatan lantaran lebih dari 50% laba yang Freeport peroleh akan disharing dengan pihak Indonesia. Akan tetapi hal tersebut nampaknya tidak berarti bagi Freeport, buktinya McMoRan Richard masih akan membuat produksi pertambangan lebih tinggi. (SON)

Share.

Comments are closed.