Rizal Ramli: Defisit Neraca Pembayaran, Jokowi Salah Ambil Kebijakan

0

Jakarta, Teritorial.Com – Dalam rangka mendongkrak defisit neraca pembayaran yang menjadi salah satu penyebab anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Pemerintah sudah resmi menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) impor atau PPh pasal 22 untuk 1.147 komoditas impor. Menanggapi hal tersebut, Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli menjelaskan kebijakan tersebut tidak efektif.

Pasalnya hanya menaikkan tarif untuk barang-barang yang kecil. “Kebijakan baru pemerintah itu menaikkan tarif pajak untuk 1.147 komoditas, itu kan ecek-ecek semua. Lipstik lah, sabun, baju yang nggak penting-penting amat. Paling kalau ditotal impornya berapa sih, itu kan hanya pengusaha menengah,” kata Rizal dalam sebuah diskusi di Hotel Ibis Harmoni, Jakarta, Rabu (26/9/2018).

Rizal menyebut, harusnya pemerintah lebih berani untuk menyentuh komoditas impor dengan jumlah yang besar. Misalnya kurangi impor baja dari China. Dia mengungkapkan miris melihat perusahaan baja milik negara PT Krakatau Steel yang kalah saing dengan produk impor baja asal China.

“Pemerintah nggak berani ke yang top ten impor, ya misalnya kurangi impor baja. Padahal krakatau steel rugi, kalah dia dengan China melakukan dumping (politik dagang yang menetapkan harga jual di luar negeri lebih rendah). Pemerintah ambil langkah dong buat dumping ini, tuntut China ke pengadilan internasional, negara lain aja berani,” imbuh dia.

Menurut dia jika langkah tersebut dilakukan maka akan terjadi pengurangan impor sekitar US$ 3 miliar – US$ 4 miliar. Kemudian impor plastik, peralatan mobil yang saat ini masih tinggi di Indonesia. Pemerintah juga disebut masih bisa menaikkan pajak impor untuk penjualan alat dan sepeda motor. “Pemerintah kok doyannya yang kecil-kecil sing printil. Makanya kami katakan, mohon maaf ya kalau masih behind the curve. Kalau begini bagaimana kita mampu hadapi gejolak berikutnya?,”

Dalam kebijakan itu ada 1.147 pos tarif yang terkena penyesuaian tarif impornya. Penyesuaian tarif impor terhadap barang-barang impor itu terbagi menjadi 3 bagian. Ada 719 pos tarif yang PPh-nya naik dari 2,5% menjadi 7,5%. Lalu ada 218 pos tarif yang naik dari 2,5% menjadi 10%. Serta ada 210 pos tarif yang tarif PPh impornya naik dari 7,5% menjadi 10%.

Rizal Ramli menjelaskan kebijakan tersebut tidak efektif. Pasalnya hanya menaikkan tarif untuk barang-barang yang kecil. “Kebijakan baru pemerintah itu menaikkan tarif pajak untuk 1.147 komoditas, itu kan ecek-ecek semua. Lipstik lah, sabun, baju yang nggak penting-penting amat. Paling kalau ditotal impornya berapa sih, itu kan hanya pengusaha menengah,” kata Rizal dalam sebuah diskusi di Hotel Ibis Harmoni, Jakarta, Rabu (26/9/2018).

Rizal menyebut, harusnya pemerintah lebih berani untuk menyentuh komoditas impor dengan jumlah yang besar. Misalnya kurangi impor baja dari China. Dia mengungkapkan miris melihat perusahaan baja milik negara PT Krakatau Steel yang kalah saing dengan produk impor baja asal China.

“Pemerintah nggak berani ke yang top ten impor, ya misalnya kurangi impor baja. Padahal krakatau steel rugi, kalah dia dengan China melakukan dumping (politik dagang yang menetapkan harga jual di luar negeri lebih rendah). Pemerintah ambil langkah dong buat dumping ini, tuntut China ke pengadilan internasional, negara lain aja berani,” imbuh dia.

Share.

Comments are closed.