Tahun 2019, Pemerintah Sebut Biaya APBN Masih Dengan Utang

0

Jakarta, Teritorial.Com – Minim sentimen positif sejak pelonjakan harga jual Dolar Amerika, Pemerintah memastikan bahwa tahun 2019 masih akan mengambil utang guna menambal defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Defisit anggaran diakibatkan anggaran belanja pemerintah masih lebih besar dibandingkan dengan penerimaan, defisit juga menandakan bahwa arah pelaksanaan anggaran masih bersifat ekspansif ke depannya.

Pemerintah masih bisa tambah utang Rp 359,12 triliun tahun depan. Tambahan utang itu sebagai langkah menambal defisit APBN. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan angka defisit tersebut naik tipis lantaran adanya penyesuaian asumsi kurs menjadi Rp 14.500 per dolar AS.

“Kebijakan fiskal kita tahun depan masih ekspansif, artinya kita masih membelanjakan lebih besar daripada yang diterima negara,” kata Suahasil di ruang rapat Banggar DPR, Jakarta, Kamis (20/9/2018).

Koordinator panja pemerintah ini menyebutkan, angka defisit anggara Rp 359,12 triliun ini setara dengan 1,84% terhadap produk domestik bruto (PDB). Penambalan defisit anggaran yang sebesar Rp 359,12 triliun di tahun depan pun akan dilakukan dengan cara penerbitan surat berharga negara (SBN).

Dia merinci, terdapat SBN neto yang jumlahnya tetap sama sesuai nota keuangan yaitu sebesar Rp 386,21 triliun. Selanjutnya pinjaman neto yang sebesar minus Rp 27,09 triliun

Dengan defisit yang sebesar 1,84% terhadap PDB, Suahasil mengatakan hal tersebut membuat defisit keseimbangan primer tahun depan menurun menjadi Rp 21,7 triliun. Pemerintah menargetkan pada 2020 sudah tidak lagi melakukan gali lubang tutup lubang dalam menjalankan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, tidak melakukan gali lubang tutup lubang karena defisit anggaran yang semakin kecil. “Defisit yang lebih rendah ini kita juga bisa mendorong keseimbangan primer menuju positif atau mendekati nol alias surplus,” kata Suahasil di ruang rapat Banggar DPR RI, Jakarta, Kamis (20/9/2018).

Keseimbangan primer adalah selisih antara penerimaan negara dikurangi belanja yang tidak termasuk pembayaran utang. Jika nilainya masih defisit, maka pemerintah harus berutang lagi untuk membayar utang-utang yang jatuh tempo atau gali lubang tutup lubang.

Namun, jika nilainya positif, maka pemerintah mampu membiayai utang jatuh tempo dengan sumber penerimaannya sendiri.Pemerintah menargetkan defisit anggaran tahun 2019 sebesar 1,84% terhadap PDB atau setara dengan Rp 359,12 triliun. Dengan defisit tersebut, angka keseimbangan primer masih defisit sekitar Rp 21,7 triliun.

Angka defisit anggaran yang terus turun, lanjut Suahasil pun menjadi langkah pemerintah menyelesaikan tugas menekan defisit keseimbangan primer di tahun 2020. Pemerintah sepakat menetapkan target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) kementerian/lembaga (K/L) dan Badan Layanan Umum (BLU) sebesar Rp 103,7 triliun di 2019.

Share.

Comments are closed.