Cegah Perang Terbuka di Laut China Selatan, CoC Rampung Dalam Tiga Tahun

0

Jakarta, Teritorial.Com – Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengungkapkan, target penyelesaian kode etik (Code of Conduct/CoC) Laut Cina Selatan (LCS) butuh waktu tiga tahun lagi. Kode etik yang dirancang antara Cina, dan Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) ini sudah digodok belasan tahun tapi belum rampung. Padahal kode etik ini penting guna menghindari konflik terbuka dikemudian hari.

“Kerangka Code of Conduct (kode etik) sudah disepakati. Dalam pertemuan ASEAN-China pada November lalu, telah disepakati bahwa perundingan penyelesaian CoC South China Sea ditargetkan selesai 3 tahun ke depan,” kata Menlu Retno dalam pidato tahunannya di Jakarta, Rabu (9/1/2019) kemarin.

Disampaikan Retno, kerangka kode etik LCS disepakati Cina dan 10 negara ASEAN bulan Agustus 2018 lalu. Kini, kedua belah pihak melanjutkan perundingan mengenai substansi teknis kode etik tersebut. Kode etik ini sengaja dibentuk untuk mengatur negara-negara yang berada di sekitar LCS, menyusul sengketa antara Cina dan sejumlah negara ASEAN yang saling mengklaim perairan itu.

Beberapa tahun terakhir, LCS menjadi perairan rawan konflik setelah Cina mengklaim hampir 90 persen wilayah yang kaya sumber daya alam itu. Klaim Cina itu tumpang tindih dengan sejumlah negara seperti Malaysia, Filipina, Vietnam, Brunei, bahkan Taiwan.

Menurut Retno kode etik sangat diperlukan sebagai pedoman untuk menjaga stabilitas dan keamanan kawasan. Menurutnya, keamanan Asia Tenggara dan sekitarnya merupakan kepentingan Indonesia dan seluruh negara anggota ASEAN. “Laut Cina Selatan harus menjadi laut yang stabil dan damai. Hukum Internasional, termasuk UNCLOS 1982 harus dihormati,” kata Retno.

Hal serupa, seperti dilansir CNN Indonesia, juga dikatakan Cina. Perdana Menteri Cina, Li Keqiang berharap CoC LCS bisa selesai dalam tiga tahun. Menurutnya, COC adalah harapan kedua belah pihak untuk menjaga perdamian dan stabilitas LCS. Li menyebut Cina dan negara anggota ASEAN akan mendapat banyak manfaat jika CoC bisa segera rampung dan sepenuhnya diterapkan.

Dalam kesempatan itu, Retno ikut memaparkan bahwa pemerintah berhasil merampungkan beberapa sengketa dari total 129 perundingan perbatasan dengan negara tetangga seperti India, Malaysia, Vietnam, Palau, Filipina, Singapura, Thailand, hingga Timor Leste selama empat tahun terakhir.

Beberapa capaian itu, ujarnya, antara lain mengenai persetujuan penetapan batas zona ekonomi eksklusif RI-Filipina, penetapan garis batas laut di bagian timur Selat Singapura, kesepakatan mengenai landas kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif dengan Vietnam, dan penetapan batas laut wilayah Laut Sulawesi dan Selatan Malaka bagian selatan dengan Malaysia.

“Pemerintah juga berhasil membuat MOU Survey dan Demarkasi Batas Darat RI-Malaysia No. 20 pada tahun 2017 dan No. 21 pada tahun 2018 dan menyelesaikan 2 dari 9 Outstanding Boundary Problems (OBP) batas darat RI-Malaysia di segmen Sungai Simantipal dan C500-C600, setelah tertunda lebih dari 40 tahun,” ujar Retno.

Tak hanya itu, Retno mengatakan Indonesia juga menyepakati perapatan pilar batas (densifikasi) RI-Papua Nugini dengan menanam 45 pilar batas tambahan setelah negosiasi lima tahun. “RI juga berhasil membuat perjanjian batas dengan RI-Papua Nugini melalui Perpres No.76 Tahun 2018. Namun, capaian itu disebut jauh dari target awal pemerintah,” tegasnya.

Share.

Comments are closed.