Mahasiswa Universitas Bandar Lampung Meninggal Akibat Peluru Nyasar, Dua Anggota Polisi Terancam Pidana

0

Teritorial.com – Dua orang anggota kepolisian terancam dipidana akibat kasus peluru nyasar yang memakan korban meninggal dunia di Universitas Bandar Lampung (UBL). Diketahui identitas kedua polisi tersebut adalah Bripka Duansyah dan Brigadir Pastiko Jayadi.

Menurut keterangan dari Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen M. Iqbal, jika terbukti melakukan pelanggaran hukum maka kedua polisi tersebut akan dikenakan hukuman pidana. “Proses mekanisme di propam, kode etik dan profesi oleh komisi kode etik itu pelanggaran pidana diproses juga, bila terbukti ada pelanggaran melawan hukum,” ujar Iqbal, Minggu (11/8).

Korban meninggal merupakan warga sipil yang terdaftar sebagai mahasiswa UBL bernama Rahmad Heriyanto. Ia mendapatkan luka tembak di perut saat melintas di lokasi kejadian.

Menurut informasi yang beredar, peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 10.00 WIB di area parkir UBL. Sebelumnya kedua anggota polisi tersebut telah sepakat bertemu karena Duansyah ingin meminta tolong kepada Pastiko untuk memodifikasi senjata apinya.

Namun saat akan mengecek senjata untuk memastikan amunisi kosong dengan cara mengokang, tiba-tiba senjata tersebut meletus dan mengenai perut Rahmad yang kebetulan sedang melintas.

Berdasarkan keterangan dari Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Zahwani Pandra Arsyad senjata yang menjadi barang bukti kasus ini adalah senjata api jenis FN. Senjata tersebut bukanlah senjata organik Polri.

“Itu senjata asli, tapi bukan jenis organik. Senjatanya kemungkinan ilegal, izinnya masih diselidiki. Itu senjatanya jenis FN, tapi itu diduga ilegal itu sedang didalami asal usulnya,” ujar Pandra.

Sementara itu Irjen Iqbal juga telah memastikan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh kepolisian terhadap kepemilikan senjata anggota Polri telah dilakukan secara ketat. Namun pihak kepolisian tidak bisa memastikan atau memonitor secara lekat psikologis dari ratusan ribu anggota Polri.

Pengawasan yang dilakukan kepolisian diantaranya dengan melakukan evaluasi psikologis setiap enam bulan sekali terhadap anggota kepolisian. Selain itu menurut keterangan dari Irjen Iqbal evaluasi juga dilapisi dengan monitoring sosiometrik anggota Polri terhadap lingkunganya seperti lingukngan keluarga, kerja, dan sosial.

“Karena apa? Tidak menutup kemungkinan di antara 6 bulan itu mereka bermasalah. Mungkin masalah keluarga, utang-piutang, kemudian masalah lain,” tandas Iqbal. “Jadi, memang ketat,” katanya.

Share.

Comments are closed.