Perkuat SK Kemenkumham, Ini Alasan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta Soal Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia

0

Jakarta, Teritorial.Com – Setelah melalui tahapan proses yang panjang, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta menguatkan SK Kemenkumham yang membubarkan Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sebelumnya dalam SK Kemenkumham dinyatakan bahwa HTI resmi dicap sebagai organisasi terlarang di Indonesia.

Walaupun hampir tidak ditemukan unsur kekerasan, lantaran tidak sama sekali terlibat dalam tindakan terorisme, namun ideologi negara Islam Khilafah yang dibawa tentu bertentangan dengan Pancasila yang menjadi dasar negara Republik Indonesia. Atas dasar tuntuan tersebut HTI juga dikenakan beberapa poin-poin penting yang menguatkan keyakinin majelis hakim untuk segera mengambil keputusan soal pembubaran HTI. Sebagaimana dikutip dari putusan PT TUN Jakarta nomor 196 B/2018/PT.TUN.JKT yang dikutip detikcom, Kamis (27/9/2018):

1. HTI terbukti secara sah dan meyakinkan telah mengembangkan ajaran atau paham khilafah dan ajaran khialaf yang dianut pada hakikatnya bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Bahkan telah diimplementasikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan menyebarkan ajaran atau paham tersebut yang arah atau jangkauan akhirnya bertujuan mengganti Pancasila dan UUD 1945, serta mengubah NKRI menjadi negara khilafah islamiah.

2. Sisten penegakkan hukum administrasi menguji keabsahan keputusan tata usaha negara mencakup aspek prosedur, kewenangan dan substansi. Dalam kasus a quo, prosedur pembentukan objek sengketa (SK Kemenkum HAM) diputuskan secara jelas dan memadai karena didukung fakta yang benar.

3. SK Kemenkum HAM dalam objek sengketa a quo, sesuai Perpu Nomor 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

4. Meski Perppu Nomor 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan berlaku perspektif ke depan, namun sebagaimana telah dipertimbangkan untuk memperoleh keyakinan atas kebenaran materiil, majelis berbendapat pengujian terhadap objek sengketa dapat dilakukan dengan cara menelusuri fakta pelanggaran yang sama yang dilakukan berkelanjutan dampai dengan perpu diberlakukan.
Baca juga: Eks Jubir HTI Hadiri Ijtimak Ulama Bahas Pilpres

5. UU Senantiasa tidak lengkap dan itu disebabkan oleh kelemahan bawaan dari sistem hukum tertulis (kodifikasi). Karena berganti UU tetapi memuat larangan yang sama, di situlah kelemahan bawaan sistem hukum tertulis terjadi karena batasan pengertian atau makna substantif mengenai larangan tersebut berubah sehingga tidak konsisten. Padahal, suasana kebatinan atau ratio legis awal pembentukan UU adalah melarang terhadap organisasi kemasyarakatan untuk mengembangkan, menyebarluaskan paham atau ajaran komunisme/marxisme-leninisme, serra idiologi paham atau ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, dalam segala bentuk dan perwujudannya.

Share.

Comments are closed.