Diplomasi Indonesia di Melanesian Spearhead Group dalam Menjaga Kedaulatan NKRI di Papua

0

Posisi geografis Indonesia yang yang berada di Asia Pasifik menciptakan tuntutan bagi Indonesia dan negara-negara di wilayah tersebut untuk menjalin hubungan yang baik dan kerja sama secara regional untuk menjaga stabilitas kawasan. Indonesia memang telah aktif di dalam beberapa forum-forum regional Asia Pasifik, termasuk sub-regional Pasifik Selatan yang berisi negara-negara kepulauan. Pada tahun 2013, Indonesia resmi diterima menjadi pengamat (observer) di organisasi internasional intra negara-negara Pasifik Selatan, yaitu Melanesian Spearhead Group.[1]

Melanesian Spearhead Group merupakan organisasi internasional yang terdiri atas negara-negara kepulauan di Pasifik Selatan yang memilki kesamaan etnis dan ras, yaitu Melanesia.  Melanesian Spearhead Group dibentuk sejak tahun 2007 dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara anggotanya, yaitu; Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Fiji, dan Vanuatu.[2] Meski Indonesia telah menjalin hubungan diplomatik yang resmi dengan negara-negara Pasifik Selatan tersebut, hubungan Indonesia, baik bilateral maupun multilateral, kerap mengalami dinamika posiitif dan negatif. Dinamika tersebut cenderung diakibatkan politik domestik Indonesia yang bersifat fluktuatif yang pada akhirnya mempengaruhi pola perilaku Indonesia dalam interaksi internasionalnya dan beberapa kepentingan negara Pasifik Selatan yang bersebrangan dengan Indonesia.[3]

Salah satu isu internal Indonesia yang secara signifikan mempengaruhi dinamika hubungan Indonesia dengan negara-negara Pasifik Selatan adalah isu separatisme di Papua Barat. Kelompok separatis di Papua Barat kerap mendesak PBB untuk mengadakan Referendum Kemerdekaan Papua Barat, desakan tersebut dilakukan melalui beragam kampanye dan propaganda adanya pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Indonesia di Papua.[4] Negara-negara Pasifik Selatan yang memiliki kesamaan ras dengan masyarakat Papua (Melanesia) kerap memberikan simpati dan dukungan terhadap upaya kemerdekaan Papua Barat tersebut.[5]

Melanesian Spearhead Group sebagai organisasi internasional yang diakui PBB tentu memiliki pengaruh stretegis terhadap isu tersebut, sehingga Kelompok separatis Papua yang diwakili oleh organisasi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) memanfaatkannya untuk menyuarakan kepentingan mereka di PBB. Isu tersebut menjadi fokus kebijakan luar negeri Indonesia untuk mendekatkan diri ke negara-negara Pasifik Selatan, dimana pada tahun 2015, status keanggotaan Indonesia di Melanesian Spearhead Group mengalami peningkatan dari observer menjadi associate member (negara anggota asosiasi). Namun, pada tahun yang sama, ULMWP juga diterima menjadi observer di  Melanesian Spearhead Group meski bukan sebagai negara berdaulat.[6]

Diterimanya ULMWP sebagai observer merupakan sinyal kuat bahwa terdapat pengakuan dari negara anggota Melanesian Spearhead Group bahwa Papua Barat (yang direpresentasikan oleh ULMWP) memilki status yang sama layaknya negara berdaulat. Hal tersebut tentu merupakan ancaman terhadap kedaulatan Indonesia di Papua Barat apabila terjadinya intervensi negara lain atau organisasi internasional seperti Melanesian Spearhead Group dan PBB. Maka, dalam kasus tersebut, kepentingan Indonesia terhadap negara-negara Pasifik Selatan adalah menghentikan dukungan negara-negara Pasifik Selatan terhadap kelompok separatis Papua Barat  (ULMWP) melalui diplomasi di dalam Melanesian Spearhead Group.

 

Pembahasan

Dalam menganalisa upaya Indonesia melalui Melanesian Spearhead Group untuk menjaga kedaulatannya di Papua Barat, perlu dipahami terlebih dahulu konsep kepentingan nasional dan teori diplomasi untuk dapat memahami bentuk-bentuk diplomasi yang telah dilakukan Indonesia dan upaya apa yang perlu dimaksimalkan. Mengacu pada definisi dari KM Panikkar, diplomasi adalah sebuah seni dalam mencapai kepentingan nasional negara di dalam lingkup hubungan internasional.[7] Sementara menurut Bantarto Bandoro, diplomasi dapat diterjemahkan sebagai politik luar negeri untuk memperjuangkan kepentingan nasional dengan itikad menjaga hubungan baik yang dilakukan melalui perundingan.[8] Berdasarkan dua definisi tersebut, maka dapat dielaborasi bahwa diplomasi merupakan cara/upaya untuk mencapai kepentingan nasional di lingkup hubungan internasional.

Kepentingan nasional merupakan hal-hal yang dianggap krusial dan perlu diperjuangkan. Pada dasarnya kepentingan nasional memilki ciri outward looking, yaitu negara memposisikan dirinya untuk mencapai tujuannya, mempertahankan eksistensinya, dan melindungi hak-haknya dalam interaksi hubungan internasionalnya.[9] Kepentingan nasional Indonesia dalam konteks isu ini adalah melindungi kedaulatan Indonesia di Papua Barat yang terancam oleh gerakan separatis yang didukung oleh negara-negara Pasifik Selatan.

Adapun upaya memperjuangkan kepentingan Indonesia melalui diplomasi dilakukan secara persuasif dan berfokus pada peningkatan hubungan bilateral dan multilateral dengan negara-negara Pasifik Selatan. Hal tersebut diimplemetasikan melalui berbagai kunjungan kenegaraan, mengirimkan delegasi ke forum-forum Pasifik Selatan, melaksanakan kerja sama teknis, dan memberikan bantuan terkait penanggulangan bencana angin topan di Vanuatu dan Fiji. Selain itu, pemerintah Indonesia juga menguatkan identitas dan kebudayaan Melanesia agar lebih diterima di lingkungan masyarakat Pasifik Selatan dengan mendirikan pusat kebudayaan Melanesia di Manokwari, Papua Barat dan menjadi tuan rumah Festival Kebudayaan Melanesia yang diadakan di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada tahun 2015.[10]

Strategi diplomasi yang berfokus pada hubungan baik tersebut tentu merupakan pilihan rasional yang lebih menguntungkan ketimbang pendekatan asertif yang justru memicu konfrontasi yang lebih luas. Peningkatan hubungan tersebut dapat dikatakan cukup berhasil yang diindikasikan dari peningkatan status Indonesia menjadi associate member di Melanesian Spearhead Group pada tahun 2015 sehingga menciptakan peluang bagi Indonesia untuk terlibat dalam menentukan arah kebijakan organisasi tersebut. Selain itu, Indonesia juga berhasil meyakinkan Fiji dan Papua Nugini untuk melakukan penolakan terhadap proposal ULMWP untuk menjadi anggota tetap di Melanesian Spearhead Group yang diajukan pada KTT ke-21.[11]

Apa yang dilakukan Indonesia tersebut merupakan langkah progresif mengingat kepentingan utama diplomasi Indonesia di dalam Melanesian Spearhead Group adalah mempersempit ruang gerak kelompok separatis ULMWP di forum internasional. Maka. berdasarkan analisa penulis, adapun upaya diplomasi lainnya yang dapat dilakukan dan ditingkatkan di Melanesian Spearhead Group dalam membendung pergerakan dan propaganda kelompok separatis ULMWP meliputi:

  1. Menunjukkan dan mengkampanyekan pada masyarakat internasional keseriusan Indonesia dalam rangka membangun dan mensejahterahkan Papua melalui program-program strategis nasional yang telah dan akan dilaksanakan. Hal tersebut dapat menjadi sarana diplomasi sekaligus kontra-propaganda terhadap ULMWP.
  2. Berfokus pada diplomasi yang persuasif dan menciptakan dependensi negara-negara Pasifik Selatan terhadap Indonesia. Hal tersbeut dapat dilakukan melalui pemberian bantuan, baik berupa bantuan dana maupun bantuan teknis (peningkatan SDM), mengingat negara-negara kepulauan Pasifik Selatan cukup tertinggal.
  3. Memperkuat posisi Indonesia di Melanesian Spearhead Group dan merubah tendensi organisasi tersebut dari politik ke ekonomi (mengingat negara-negara Pasifik Selatan memilki potensi pariwisata). Hal tersebut dapat dilakukan melalui suntikan dana terhadap sekretariat Melanesian Spearhead Group dan menawarkan kerja sama konkrit dalam bidang ekonomi.
  4. Melakukan pendekatan dengan negara-negara mitra dan yang memilki pengaruh kuat terhadap negara-negara Pasifik Selatan, seperti Australia, Chile, dan Selandia Baru. Selain pengaruh yang kuat, negara-negara tersebut juga merupakan negara tujuan bagi kelompok separatis dari Papua Barat dalam mencari suaka politik.[12]

Meski, telah terjadi kemajuan positif dari upaya diplomasi yang dilakukan Indonesia sebelumnya, namun keempat poin tersebut masih perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas diplomasi Indonesia dalam rangka mempertahankan kedaulatan Indonesia di Papua Barat, Mengingat aksi separatisme di Papua Barat masih bergerak dan kelompok separatis ULMWP masih menjadi observer di Melanesian Spearhead Group yang mengindikasikan masih adanya pengakuan dari negara-negara Pasifik Selatan terhadap kelompok tersebut.

 

Kesimpulan

Kelompok separatis di Papua Barat yang diwakilkan oleh organisasi ULMWP kerap melakukan kampanye referendum kemerdekaan Papua Barat dan propaganda pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap masyarakat Papua Barat. Hal tersebut mendapat simpati dari negara-negara Pasifik Selatan atas dasar kesamaan ras Melanesia. Maka, negara-negara Pasifik Selatan mengijinkan ULMWP bergabung menajdi observer di organisasi interanasional Pasifik Selatan, yaitu Melanesian Spearhead Group.

Dukungan dari negara-negara Pasifik Selatan tersebut merupakan ancaman terhadap kedaulatan Indonesia di papua Barat karena berpotensi memicu adanya intervensi asing. Maka, dalam melindungi kepentingan nasionalnya (kedaulatan di Papua Barat), Indonesia melakukan rangkaian kegiatan diplomasi yang persuasif dengan status sebagai associate member di Melanesian Spearhead Group.

 

Rekomendasi:

Indonesia masih perlu untuk mengedepankan diplomasi yang persuasif terhadap negara-negara Pasifik Selatan. Apabila mengacu pada kalkulasi untung dan rugi, pemberian bantuan terhadap negara tersebut bukan hanya berdampak pada isu Papua Barat, namun juga pada hubungan jangka panjang, dimana negara-negara kepulauan di Pasifik Selatan mempunyai potensi sumber daya yang dapat dikembangkan dan dipanen oleh Indonesia di masa mendatang.

Selain itu, peningkatan kapasitas diplomasi Indonesia dalam memeperjuangkan kepentingannya dapat ditingkatkan melalui fokus pemberian dukungan pada isu-isu ekonomi melalui visi besar Melanesian Spearhead Group di tahun 2038, yaitu “prosperity for all” yang dapat diimplementasikan pada tahap awal melalui Corporate Plan Melanesian Spearhead Group periode 2018-2020.

 

Penulis: Rizky Reza Lubis – Pemerhati isu Pertahanan dan Keamanan

 

Referensi

[1] Liam Fox, Indonesia admitted to Melanesian Spearhead Group, West Papuan group given observer status, tersedia di https://www.abc.net.au/news/2015-06-25/indonesia-admitted-to-melanesian-intergovernmental-group/6573968 diakses pada 5 April 2019.

[2] Melanesian Spearhead Group Secretariat, About MSG, tersedia di https://www.msgsec.info/about-msg/, diakses pada 5 April 2019.

[3] Rizka Melinda, Hubungan Indonesia dengan Negara-Negara Pasifik, tersedia di http://rizka-meilinda-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-141492-Studi%20Strategis%20Indonesia%20II-Hubungan%20Indonesia%20dengan%20NegaraNegara%20Pasifik:%20Dinamika%20dan%20Arti%20Pentingnya%20bagi%20Indonesia.html diakses pada 5 April 2019.

[4] Ibrahim Peyon, Petisi Refernedum Kemerdekaan Papua: Delegitimasi Pendudukan Indonesia di Papua, tersedia di https://suarapapua.com/2017/10/13/petisi-referendum-delegitimasi-pendudukan-indonesia-di-papua/ diakses pada 7 April 2019.

[5] Wirda W. S. Bekarekar, Alasan Indonesia dalam Melakukan Kerja Sama dengan Melanesian Spearhead Group (MSG), Tesis, Master of Political Science and International Relationship, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2016.

[6] Ramadhan F. Zuhdi, Peningkatan Status Indonesia menjadi Associate Member Melanesian Spearhead Group (MSG), Tesis, Universitas Jember, 2018.

[7] Samendara L. Roy, Diplomasi, Jakarta: Rajawali Pers, 1991 dalam Rizky Reza Lubis, Diplomasi Pertahanan Indonesia meallui ADMM-Plus-on Maritime Security dalam rangka Menghadapi Rivalitas Great Powers di Laut Cina Selatan.

[8] Bantarto Bandoro, Indonesia dalam Lingkungan Strategis yang Berubah, Yogyakarta: Graha Ilmu. 2014.

[9] Marsetio, Sea Power Indonesia, Jakarta: Universitas Pertahanan, 2014.

[10] Loc., Cit., Ramadhan F. Zuhdi.

[11] Ibid.

[12] Ibid.

Share.

Comments are closed.