Diplomasi Pertahanan dan Manajemen Bencana

0

Tulisan ini berangkat dari adanya perluasan dan pendalaman dalam isu-isu keamanan yang tidak lagi hanya menjadi dominasi negara, tetapi lebih kepada bangsa (manusia) yang merupakan objek keamanan nasional (referent object). Perubahan konsep keamanan terutama terjadi pasca berakhirnya Perang Dingin dan timbulnya berbagai permasalahan kemanusiaan, dimana militer bukan lagi satu-satunya ancaman. Berbagai persoalan tersebut telah membuat dunia semakin kompleks dan menyatu dengan timbulnya interdependensi antar-negara.

Perluasan keamanan tersebut menjadikan keamanan bukan hanya milik satu pihak, namun menjadi keamanan bagi manusia secara universal dari ancaman. Perubahan dan perluasan yang terjadi sangat cepat di bidang keamanan telah dibuktikan dengan kecenderungan isu keamanan dalam lingkup internasional. Negara mengalami kesulitan dalam menentukan tindakan karena adanya interdependensi global dan berkembangnya masalah intermestik yang mengakibatkan kaburnya batas-batas antara masalah domestik dan internasional (Sorensen, 2005).

Bary Buzan dalam lima poin perluasan sektor keamanan, menyatakan bahwa ancaman lingkungan merupakan bagian dari ancaman yang berpotensi dihadapi setiap negara. Keamanan lingkungan menyangkut pemeliharaan lokal dan biosfer planet sebagai sistem pendukung penting terkait keberlangsungan suatu negara, hal ini menyangkut polusi, degradasi lahan, air bersih, penyakit, dan bencana alam (Buzan, 1995). Salah satu isu keamanan yang semakin kompleks sedang dihadapi negara adalah isu mengenai bencana alam, karena menimbulkan korban dan dampak sosial yang besar (Maarif, 2015).

Menurut UN-ISDR, bencana alam adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan, dan gangguan itu melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. Meningkatnya kesadaran bahwa bencana alam merupakan bagian dari keamanan telah meningkatkan perhatian terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan penanggulangan bencana, termasuk yang berhubungan dengan kerja sama internasional di dalamnya.

Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang sangat rentan terhadap bencana alam. Negara-negara Asia Tenggara, dalam konteks ini ASEAN, memilki tantangan tersendiri terkait berbagai macam ancaman dari alam (natural hazards) seperti banjir, kemarau, gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, dan perjangkitan penyakit (disease outbreak) yang dimiliki oleh mayoritas anggotanya (ADMR Handbook, 2015).

Tabel 1. Tingkat Bencana Alam di Negara-negara Asia Tenggara

(Sumber: Asean Disaster Managemen Reference Handbook, 2015)

Berdasarkan Tabel 1, mayoritas negara-negara Asia Tenggara memilki resiko yang besar terhadap bencana alam. Pergeseran fokus terhadap ancaman bencana alam telah menunjukkan adanya perluasan isu ancaman yang dihadapi negara-negara Asia Tengagara, dari tradisional (militer) menjadi non-tradisional yang berdampak global dan membutuhkan pendekatan secara regional dalam menanganinya. Ketika penyelesaian secara nasional tidak mampu, maka kerja sama regional dan pendekatan multilateral akan lebih efektif (Pedrason, 2016). Sehingga, upaya paling efisien bagi negara-negara di Kawasan Asia Tenggara terkait permasalahan isu ancaman bencana alam ini adalah melakukan kerja sama internasional antar-anggota ASEAN dan negara-negara dari luar ASEAN yang memiliki kepentingan di Asia Tenggara dalam mengatasi ancaman tersebut. Selain itu, kerja sama yang melibatkan sektor pertahanan yang terbentuk akan menghasilkan Confidence Building Measures (CBM) untuk menghindari konflik antar-negara yang secara tidak langsung merupakan pendekatan diplomasi pertahanan (Carpie, 2013).

Diplomasi pertahanan dalam lingkup keamanan lingkungan di ASEAN tersebut dapat berdampak positif dalam dua sisi; di satu sisi menemukan mekanisme efektif antar negara dalam memanajemen bencana, disisi lain mengurangi dilema keamanan dan peningkatan CBM intra-ASEAN. Hal tersebut sesuai dengan tindakan negara-negara ASEAN yang berusaha menciptakan mekanisme kerja sama melalui persamaan prinsip, struktur kordinasi dan tujuan untuk memanajemen bencana tanpa melanggar prinsip non-intervensi dan adanya “high stakes issues” yang melibatkan militer. Hingga saat ini tujuan dari kerja sama yang terjalin di ASEAN terkait manajemen bencana berusaha untuk menciptakan mekanisme dalam pengurangan resiko bencana serta respon dan pemulihan yang lebih efektif.

Kerja sama dalam kerangka ASEAN terkait penanganan bencana alam sudah dimulai semenjak ASEAN didirikan. Diawali dengan Deklarasi Bangkok tahun 1967 yang menandai berdirinya ASEAN merupakan landasan bagi negara anggotanya untuk saling memperkuat kerja sama regional guna meningkatkan kedamaian, stabilitas, kemajuan regional serta untuk saling memupuk persaudaraan dan solidaritas terutama di saat salah satu anggotanya tertimpa bencana. Komitmen negara-negara anggota ASEAN untuk saling membantu pada saat terjadi bencana antara lain dimuat dalam Declaration of ASEAN Concord yang ditandatangani pada tanggal 24 Februari 1976. Deklarasi tersebut menyebutkan bahwa: “natural disasters and other major calamities can retard the pace of development of member status, therefore they shall extend, within their capabilitis, assistance for relief of member states in distress.”

Menurut hemat penulis, ASEAN berperan penting dalam menciptakan wadah atau media dimana setiap negara anggota dapat mengangkat permasalahan mengenai permasalahan bencana alam. Wadah atau media tersebut berupa: ASEAN Coordinating Center for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Center), ASEAN Regional Forum’s Disaster Relief Exercise (ARF DiREx) dan ASEAN Defense Ministers’ Meeting Plus Experts’ Working Group on Humanitarian Assistance/Disaster Relief (ADMM-Plus on HADR).

Penulis: Rizky Reza Lubis – Pemerhati isu pertahanan dan keamanan

Referensi:

  • Muna, M. R. 2001, Politik Keamanan Internasional dan Politik Luar Negeri Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Sorensen, Georg. 2005. State transformation and new security dilemma” dalam Ersel Aydinly & James Rosenau (ed.), Globalization, Security, and the Nation-State: Paradigms in Transition, Albany: State University of New York.
  • Buzzan, Barry. 1995. Security, The State, “The New World Order”, and Beyond dalam R. D. Lipschutz, On Security. New York: Colombia University.
  • Ma’arif, Syamsul. 14 Agustus 2015. Peran TNI AL dalam Penanggulangan Bencana. Kuliah Umum (Matrikulasi) Universitas Pertahanan.
  • Asean Disaster Managemen Reference Handbook, 2015, tersedia di https://www.cfe-dmha.org/LinkClick.aspx?fileticket=3ZJKfisgWnk%3D&portalid=0 diunduh pada 20 Agustus 2016, Pukul 19.56 WIB.
  • Pedrason, Rodon. 9 Mei 2016. Defense Diplomacy Introduction, Mata Kuliah Diplomasi Pertahanan UNHAN, Sentul: Universitas Pertahanan Indonesia.
  • Carpie D. 2013, Structures, Shocks and Norm Change: Explaining The Late Rise of Asia’s Defence Diplomacy, Contemporary Southeast Asia: A Journal of International and Strategic Affairs, Vol.31. No.1.

 

Share.

Comments are closed.