Indonesia, ASEAN dan Pembendungan Baru

0

Jakarta, Teritorial.Com – Para Menlu lima negara pendiri ASEAN mendeklarasikan Asia Tenggara sebagai Zona Perdamaian, Kebebasan dan Netralitas (ZOPFAN) di Kuala Lumpur, 27 November 1971. Berkat ZOPFAN, ASEAN berhasil mencegah campur tangan negara luar kawasan dalam menyelesaikan berbagai masalah di Asia Tenggara.

Efektifitas ZOPFAN terlihat dalam sengketa teritorial di laut Cina Selatan yang melibatkan Malaysia, Brunei, Pilipina dan Vietnam dengan Cina serta Taiwan. ASEAN menolak campur tangan Amerika Serikat (AS) dalam sengketa tersebut dan sebaliknya mengajak para pihak terkait untuk membahasnya dalam kerangka dialog berkala yang sudah disepakati. Belakangan ini berlaku perkembangan yang makin dinamis. Prakarsa Cina tentang One Belt One Road (OBOR) serta kebijaksanaan bantuan ekonomi dan investasinya yang ekspansif mencemaskan AS dan sekutu-sekutunya. Mereka khawatir kehilangan pengaruh dan pijakan di Asia Tenggara.

Kecenderungan tersebut membuka peluang bagi AS untuk meningkatkan tekanan kepada Asean agar memberi konsesi lebih besar. Untungnya anggota Asean memiliki kerjasama bilateral yang terbuka bagi negara-negara yang berselisih. Satu batalion marinir boleh berlatih di Jawa, tetapi Indonesia juga tidak keberatan bila tentara Cina mengajak latihan bersama.

Terlepas dari itu, perkembangan dinamis terjadi di Pasifik Selatan. Cina memberi bantuan ekonomi lebih dari US$1 miliar ke delapan negara di kawasan itu, disamping membuka hubungan dagang dan keinginan membangun basis militer di Vanuatu. Cina juga mendekati Kepulauan Solomon yang mengakui Taiwan. Ekspansi Cina mendorong PM Australia Scott Morrison mengunjungi Pasifik Selatan termasuk Kepulauan Solomon dan menjanjikan bantuan infrastruktur US$170 milyar dalam waktu sepuluh tahun. Australia juga memberi bantuan A$25 juta untuk pembangunan pembangkit tenaga listrik di Papua Nugini.

Sangat wajar jika Indonesia juga memberi perhatian khusus terhadap perkembangan di Pasifik Selatan sebab dapat mempengaruhi kondisi Ipoleksosbud di Papua. Apalagi Papua yang kaya pula akan emas dan sedikitnya sebelas mineral lain, minyak dan gas, cocok buat perkebunan kelapa sawit serta produk-produk perkebunan lain. Perlu diingat, Benny Wenda memiliki pendukung antara lain di Vanuatu.

Terjepit Jelaslah Asean menghadapi situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya yakni persaingan China–Amerika Serikat bukan dalam persaingan ideologi tetapi perebutan sumber-sumber hajat hidup. Persaingan ideologi maupun non ideologi dalam memperebutkan ruang pengaruh ini, motifnya nyaris tak berubah yakni memperebutkan sumber daya alam dan pasar, kestabilan jalur perdagangan dan iklim bisnis-investasi serta penjualan peralatan militer.

Bila aktor di AS adalah perusahaan-perusahaan multinasional yang mempunyai akses ke anggota legislatif dan pemerintahan. Ekspansi Cina sulit diidentifikasi apakah dilakukan pemerintah atau swasta lantaran tak mungkin Huawei bergerak tanpa restu eksekutif. Cina menggunakan kekuatan ekonomi sebagai instrumen investasi dan nyaris tanpa banyak mengajukan persyaratan dari lebih 33 negara tuan rumah.

Tetapi seringkali disebut, Cina sengaja menjebak Sri Lanka dengan persyaratan yang memberatkan hingga harus menyerahkan pelabuhan Hambantonta. Suatu tuduhan yang tendensius karena Baratpun melakukan hal yang sama. Misalnya, dengan mendorong iklim investasi yang liberal dan komposisi pinjaman yang 75% kembali ke kreditur. Tak ada penyerahan infrastruktur tetapi debitur terjerat utang dan kadar kedaulatannya terbatas. Mau beli peralatan militer Rusia saja sulit.

ASEAN Terbelah Kepentingan

Pembendungan AS terhadap Cina memberi peluang positif bagi ASEAN untuk mengeksploitir kepentingan para pihak yang saling bertentangan. ASEAN dengan sepuluh negara anggota, meskipun mayoritas negara susah, merupakan salah satu pasar terbesar di dunia pemilik beragam sumber daya alam dan penguasa jalur laut serta udara yang strategis. Menurut data Secreatariat ASEAN di Jakarta tahun lalu, total Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai US$ 2,8 triliun, dengan US$1 triliun diantaranya kontribusi Indonesia. Disusul Thailand US$405,7 miliar, Singapura US$324 miliar, Malaysia US$317,3, Pilipina US$313,9, Vietnam US$223, 8 miliar, Myanmar US$65,6 miliar, Kamboja US$22,3 miliar, Laos US$17,1 miliar dan Brunei US$12,2 miliar.

Dengan demikian Indonesia merupakan negara dengan perekonomian terbesar, wilayah terluas, jumlah penduduk terbanyak dan sumber alamnya paling beragam. Jadi wajar jika Indonesia selalu diandalkan anggota Asean yang lain dan dihormati negara-negara lain. Untuk itu, Indonesia selayaknya tidak terpaku pada paradigma terorisme, radikalisme, separatisme tetapi juga kepada persaingan antar negara besar dengan segala konsekuensinya.

Penulis: Pemimpin Redaksi Teritorial.com Sjarifuddin Hamid

Share.

Comments are closed.