Lebak, Teritorial.Com – Pernah terpikir hidup tanpa listrik? Tanpa handphone apalagi internet? Atau bahkan buang air besar tidak di jamban melainkan di sungai? Ternyata hal-hal tersebut bukan hanya ada di buku-buku sejarah atau bahkan di daerah terpencil yang jauh dari Jakarta. Kalian bisa menemukan perkampungan yang tidak ada listrik sama sekali, tidak ada kamar mandi dan semua aktivitas yang berhubungan dengan air dilakukan di sungai.
Desa Kanekes atau yang lebih dikenal dengan Baduy, suatu perkampungan tempat suku Baduy menetap. Baduy adalah salah satu suku yang terdapat di Lebak, Banten, Indonesia. Suku Baduy mengisolasi diri dari dunia luar, hal tersebut berkaitan dengan aturan adat istiadat yang dipercayai oleh masyarakat Baduy. Baduy merupakan nama yang disematkan oleh peneliti Belanda karena beranggapan terdapat persamaan antara Masyarakat Baduy dengan suku ‘Badawi’ Arab. Sementara masyarakat Baduy sendiri lebih suka menyebut diri mereka dengan sebutan orang Kanekes.
Suku Baduy dibagi menjadi dua bagian, Baduy Dalam dan Baduy Luar. Baduy Dalam dan Baduy Luar dapat dibedakan dari ikat kepala yang mereka gunakan, Baduy dalam identik dengan ikat kepala warna putih sedangkan Baduy Luar menggunakan ikat kepala warna hitam. Masyarakat Baduy Luar masih bisa menggunakan alat transportasi sedangkan Baduy Dalam tidak boleh sama sekali, dan berjalan kaki menjadi satu-satunya alat transportasi.
Perkampungan masyarakat Baduy berada di kaki pegunungan Kendeng, Kanakes. Maka mengunjungi Baduy artinya harus melakukan tracking panjang yang melelahkan namun juga mengasyikan, karena sepanjang jalan kita akan dimanjakan oleh pemandangan alam yang masih asri. Dan sesekali kita akan bisa bertemu langsung masyarakat Baduy yang sedang melakukan aktivitas, ntah itu Baduy Luar atau Baduy Dalam. Setidaknya 6-8 jam adalah waktu yang dibutuhkan untuk dapat mencapai Baduy Dalam.
Lamanya waktu perjalanan ditambah terjalnya medan yang akan dilalui adalah kendala-kendala yang menjadi alasan orang enggan untuk berkunjung ke Baduy. Namun ternyata ada cara cepat menuju Baduy Dalam, dengan hanya 2-3 jam perjalanan saja. Biasanya jika orang-orang ingin mengunjungi Baduy, akan dimulai dari Desa Ciboleger sebagai desa perbatasan dengan Baduy Luar dan Desa terakhir pemberhentian ELF. Jika dimulai dari Desa Ciboleger akan memakan waktu perjalanan selama 6-8 jam hingga sampai di Baduy Dalam.
Untuk memangkas waktu perjalanan, wisatawan bisa memulai start perjalanan dari Parigi. Desa Parigi berada setelah melewati tiga desa dari Pertigaan Ciiboleger. Hanya saja jika lewat Parigi, kalian tidak akan bertemu dengan jembatan akar dan tugu yang biasa dijadikan latar belakang foto orang-orang jika berkunjung ke Baduy. Setelah sampai di Parigi, kemudian kalian harus mencari ojek yang bisa mengantarkan ke Cijahe. Cijahe adalah desa perbatasan dan akses cepat menuju Baduy. Bagi para wisatawan kurang lebih mengeluarkan uang sebesar Rp. 50.000 untuk harga ojek pulang-pergihParigi-Cijahe.
Sesampainya di Cijahe, wisatawan akan diminta untuk mengisi buku tamu. Disarankan untuk para wisatawan yang baru pertamakalin menginjakan kaiki di Baduy disarankan untuk mencari guide orang Baduy asli guna membantu kita komunikasi dan menjaga sepanjang perjalanan. Perjalann dari Cijahe ke Baduy luar memakan waktu 45 menit. Di Baduy Luar kalian bisa berfoto dengan handphone atau kamera sebelum melanjutkan perjalanan ke Baduy Dalam. Dari Baduy Luar menju Baduy dalam memakan waktu selama 2 jam, namun bisa lebih cepat jika berjalan cepat dan minim istirahat. Jadi jika berjalan lambat dengan rombongan, akan membutuhkan waktu sekita 3 jam dari Cijahe hingga ke Baduy Dalam. Jadi sudah tidak ragu lagi buat ke Baduy kan?