Teritorial.com – Beberapa hari terakhir ini, isu mengenai merapatnya Partai Demokrat ke koalisi pendukung Jokowi semakin santer terdengar. Isu ini muncul setelah Komandan Komanda Tugas Berasama atau Kogasma Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bertemu Jokowi di Istana Merdeka pada 2 Mei 2019 lalu.
Dilansir dari merdeka.com, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartato mengaku capres petahana Presiden Joko Widodo telah membahas manuver Partai Demokrat pasca kedatangan AHY ke Istana Merdeka.
“Ya ini kan Pak Presiden sudah melakukan pembicaraan, nanti partai-partai pendukung beliau juga tentu akan ada pembahasan,” kata Airlangga. Airlangga menambahkan, pada akhirnya keputusan sepenuhnya berada ditangan Presiden Jokowi.
Sebelumnya Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi – Ma’ruf, Abdul Kadir Karding juga telah menyampaikan akan membuka pintu bagi Partai Demokrat untuk bergabung.
Sekretaris Fraksi PDIP, Bambang Wuryanto memberikan komentar terkait manuver Partai Demokrat ini. Ia menjelaskan bahwa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak mempersoalkan jika Demokrat masuk koalisi pendukung pemerintah Jokowi, sebagaimana dikutip dari tempo.co.
Partai Demokrat sendiri melalui Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinan Hutahaean mengatakan bahwa Partai Demokrat sampai saat ini masih belum memikirkan untuk pindah koalisi ke kubu Jokowi. Ia mengatakan partainya masih fokus untuk menyelesaikan perjuangan di koalisi Prabowo – Sandiaga secara konstitusional di Pilpres 2019 ini, dilansir dari cnnindonesia.com.
Namun Ferdinan mengaku menghormati sikap TKN pasangan Jokowi – Ma’ruf Amin yang telah memberi ruang bagi Demokrat untuk bergabung dengan koalisi Jokowi – Ma’ruf.
Pengamat politik asal Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, sebagaimana dilansir dari tempo.co, mengatakan Partai Demokrat akan sulit menawarkan diri untuk bergabung dengan Koalisi Indonesia Kerja pengusung Jokowi – Ma’ruf Amin.
Menurutnya Partai Demokrat hanya akan menunggu pinangan dari kubu Jokowi. Kalau pun Demokrat akhirnya menawarkan diri, keputusan tersebut tidak akan menjadi langkah yang mudah.
Selain karena gengsi Demokrat yang cukup kuat, Demokrat juga harus menghadapi kemungkinan penolakan dari partai-partai koalisi lain yang sudah gemuk.
Hubungan antara SBY dan Megawati yang kurang ‘mesra’ juga menjadi salah satu faktor sulitnya Partai Demokrat bergabung dengan koalisi pendukung Jokowi – Ma’ruf Amin.
Jika Demokrat memilih untuk menjadi partai penyeimbang seperti pilpres 2014, ia menilai itu tidak akan menguntungkan.
“Kalau Demokrat terus-menerus memilih di tengah, bukan hanya soal kesulitan mendapatpositioning yang bagus. Tapi cukup potensial kesulitan mencari teman koalisi menuju 2024,” tambah Adi.