Dibesarkan dalam keluarga dengan latar belakang agama yang berbeda memberikan pengalaman yang tidak biasa bagi Arizza Nocum. Wanita berkebangsaan Filipina ini memberikan ceritanya yang sempat viral beberapa waktu yang lalu kepada netizen di akun facebooknya.
Ayah Arizza merupakan seorang katolik yang sempat mendapatkan pendidikan seminaris. Ia merupakan penduduk asli kota Zamboanga. Sementara itu Ibunya merupakan seorang Muslim dengan garis keluarga yang tumbuh di mana Islam berbaur dengan adat istiadat sekitar.
Arizza yang bekerja sebagai eksekutif pemasaran senior disebuah perusahaan hubungan masyarakat ini bercerita bahwa kedua orang tuanya ingin mempertahankan agamanya masing-masing. Mereka sepakat untuk berkeluarga dengan prinsip mengakui kedua agamanya, menghormati kedua agamanya, dan hidup dengan kedua agama tersebut.
Kedua orang tua Arizza memiliki tradisi yang berbeda dalam menjalankan agamanya dan Arizza tumbuh dalam dua tradisi tersebut. Ia bercerita, “di satu sisi keluarga saya memiliki kerabat katolik yang secara ketat mengikuti paskah.”
Ia mengaku bahwa selama Jumat Agung keluarganya tidak diperkenankan untuk tertawa sebagai tanda menghormati pengorbanan Yesus Kristus yang disalib. Kedua Kakek dan Neneknya pun sering menerima pastor keruma mereka untuk acara merienda.
Di sisi lain, ia memiliki sepupu yang selalu membawa makanan yang lezat selama liburan umat Muslim. Arizza bercerita mengenai Pamannya mengenakan pakaian yang tampak seperti orang Arab yang gagah dengan janggut dan hidung tinggi mereka untuk merayakan hari raya Idul Fitri.
Arizza juga secara diam-diam sering mengamati bibi dan sepupunya yang selalu meletakan sajadah mereka dirumah untuk bersiap-siap melakukan ibadah shalat lima waktu sehari.
Keluarga kecil Arizza sendiri diceritakan sebagai keluarga yang netral. Mereka tidak menggunakan simbol agama apa pun di dalam rumah mereka.
Namun saat dirinya sedang menghadapi masalah yang besar, ia mengaku kedua orang tuanya sering memberikan nasihat sesuai dengan ajarannya masing-masing. “Satu berdasarkan pada apa yang Yesus ajarkan dan satu lagi berdasarkan apa yang tertulis dalam Al-Quran,” jelasnya.
Melalui ceritanya, Arizza berusaha mengajak para pembacanya untuk dapat lebih menghargai sesama manusia apa pun latar belakang agamanya. “Jadi, minggu ini, saat bulan suci Ramadhan berakhir, saya menulis kata-kata ini sebagai seruan untuk perdamaian, seruan untuk empati,” ucap Arizza.