Teritorial.com – Suasana politik di Hong Kong akhir-akhir ini sedang menghadapi krisis akibat rencana pemerintah yang ingin mengesahkan RUU Ekstradisi dengan Cina daratan. Pasalnya, peraturan tersebut memungkinkan masyarakat Hong Kong yang diduga melakukan tindak kriminal, akan dikirim ke Cina untuk diadili.
Kebijakan ini kemudian mengundang protes dari masyarakat Hong Kong yang mengaku tidak percaya dengan sistem peradilan yang ada di Cina daratan. Hingga akhirnya pada hari Minggu (9/6), masyarakat Hong Kong berbondong-bondong turun kejalan untuk melakukan protes.
Front Hak Asasi Manusia (HAM) sipil mengklaim sebanyak 1 juta warga Hong Kong memadati area sekitar gedung dewan legislatif di kawasan bisnis Admiralty. Sementara menurut keterangan dari pihak kepolisian Hong Kong, warga yang turun ke jalan hanya berkisar 240. 000 orang. Pencetus demonstrasi menyatakan jumlah demonstran lebih dari setengah juta orang, dimana jumlah tersebut disinyalir sebagai salah satu aksi protes terbesar di Hong Kong sejak aksi demonstrasi pada tahun 2003 lalu terkait keamanan nasional.
Penolakan Berasal dari Berbagai Kalangan
Seruan “Tolak Ekstradisi Cina, Tolak Hukum Kejahatan” terus menggema di antara para demonstran. Beberapa demonstran lain juga menuntut Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, serta pejabat senator lainnya untuk mundur dari pemerintahan Hong Kong. James To, sebagai anggota parlemen veteran partai Demokrat meneriakan orasinya di depan para demonstran. “Dia (Carrie Lam) harus menarik RUU dan mengundurkan diri,” teriaknya. “Seluruh Hong Kong menentangnya,” lanjut James To.
Terlihat seorang lelaki tua berusia 78 tahun yang duduk di kursi roda ikut turun dalam kerumunan massa demonstrasi. “Saya datang ke sini untuk berjuang,” ujarnya. Ada pula pasangan suami istri yang membawa anaknya yang masih berusia satu tahun berada ditengah-tengah kerumunan massa. Sang suami, Garry Chiu, yang mengaku bekerja sebagai guru merasa berkewajiban melindungi masa depan putrinya. “Ini bukan lagi tentang saya. Saya harus menyelamatkan putri saya. Jika undang-undang itu diterapkan, siapa pun bisa menghilang dari Hong Kong. Tidak ada yang mendapatkan keadilan di Cina. Kami tahu tidak ada hak asasi manusia,” ujarnya.
Kelvin Tam, seorang mahasiswa di London yang masih berusia 21 tahun juga ikut menyuarakan penolakannya terhadap RUU Ekstradisi. “RUU ekstradisi akan secara langsung mengancam nilai-nilai inti Hong Kong dan aturan hukum. Ini akan merobohkan dinding independensi peradilan Hong Kong,” jelasnya.
Unjuk Rasa Berujung Bentrok
Aksi unjuk rasa tersebut pada awalnya berjalan dengan aman dan damai, namun pada Senin dini hari bentrokan antara polisi dan para demonstran tidak terhindarkan. Para demonstran berusaha menembus garis polisi dan memaksa masuk kedalam gedung legislatif.
Polisi kemudian berusaha memukul mundur masa yang terus memaksa masuk dengan menggunakan semprotan lada. Sebelumnya polisi telah memberikan peringatan kepada demonstran namun tidak digubris oleh massa sehingga perkelahian tidak terelakan. Polisi anti huru-hara kemudian dikerahkan untuk membubarkan para demonstran.
Tanggapan Pemerintah Hong Kong terhadap Aksi Penolakan RUU Ekstradisi
Setelah melihat aksi penolakan yang dihadiri oleh ratusan ribu warga Hong Kong, Pemerintah Hong Kong mengaku akan tetap melanjutkan rencananya untuk mengesahkan RUU tentang Ekstradisi. Carrie Lam menyatakan bahwa pemerintah tidak punya rencana menunda atau mengubah RUU tersebut. Namun ia menolak jika keputusannya dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap aspirasi masyarakat Hong Kong yang telah melakukan demonstrasi untuk menolak kebijakan tersebut.
“Saya dan tim tidak mengabaikan pandangan yang disampaikan dalam peraturan yang sangat penting ini. Kami mendengarkan dan mendengarkan dengan sangat baik,” ujar Lam. Ia juga membantah bahwa ia mendapat perintah langsung dari Beijing untuk membentuk RUU Ekstradisi ini. “RUU ini tidak hanya soal (Cina) daratan saja. RUU ini diinisiasi oleh pemerintah pusat. Saya tidak menerima perintah apa pun dan mandat dari Beijing terkait RUU ini,” tegas Lam.
Pemerintah Hong Kong juga telah menaikan ambang pelanggaran ekstradisi untuk kejahatan dengan hukuman tujuh tahun atau lebih. Ekstradisi juga tidak akan dilakukan terhadap penyiksaan politik atau agama, serta narapidana yang divonis hukuman mati. Pemerintah Hong Kong menganggap bahwa undang-undang ini membawa perlindungan hukum yang memadai.
Asal Mula RUU Ekstradisi
Rancangan Undang-Undang ini mulai dibentuk setelah adanya kasus pembunuhan yang diduga dilakukan oleh seorang pria berusia 19 tahun yang berasal dari Hong Kong. Pria tersebut membunuh pacarnya yang berusia 20 tahun saat mereka sedang berlibur di Taiwan pada bulan Februari tahun lalu.
Setelah melakukan pembunuhan, Pria tersebut kemudian melarikan diri ke Hong Kong. Para pejabat Taiwan kemudian meminta bantuan dari otoritas Hong Kong untuk mengekstradisi pria tersebut, namun karena kurangnya perjanjian ekstradisi dengan Taiwan, pemerintah Hong Kong tidak dapat mematuhinya.
Prinsip “Dua Sistem, Satu Negara”
Setelah Inggris mengembalikan Hong Kong kepada Cina pada tanggal 1 Juli 1997, pemerintah Cina menyetujui untuk memberikan otonomi luas terhadap Hong Kong untuk mengatur sistem pemerintahannya sendiri selama 50 tahun kedepan. Dengan otonomi luas tersebut Hong Kong menjadi Kawasan Administratif Khusus, dimana Hong Kong memiliki sistem hukum sendiri, sistem multipartai, dan sejumlah hak termasuk kebebasan berpendapat dan kebebasan berkumpul.
Namun belakangan muncul kekhawatiran bahwa pengaruh pemerintah Beijing semakin kuat di Hong Kong. Situsi ini kemudian memunculkan dua kubu di dalam pemerintahan Hong Kong yaitu kubu yang pro dengan campur tangan Partai Komunis Cina dan kubu prodemokrasi yang menginginkan identitas unik otonomi Hong Kong. Saat perjanjian otonomi luas yang diberikan Cina kepada Hong Kong telah berakhir, maka kedua negara perlu melakukan kesepakatan baru untuk menentukan masa depan Hong Kong.
Penolakan RUU ekstradisi ini juga tidak dapat terpisahkan dari fakta sejarah antara Hong Kong dan Cina. Sebagian besar masa yang datang dalam demonstrasi tersebut mengharapkan Hong Kong tetap menjadi negara yang demokratis. Mereka menganggap dengan diresmikannya RUU ekstradisi ini menyebabkan semakin besarnya pengaruh Cina daratan yang secara perlahan dapat mengikis demokrasi Hong Kong.
Referensi:
- https://www.merdeka.com/dunia/ratusan-ribu-warga-hong-kong-demo-tolak-ruu-ekstradisi-ke-china.html
- https://www.liputan6.com/global/read/3986033/ratusan-ribu-warga-hong-kong-turun-ke-jalan-tolak-ruu-ekstradisi-china
- https://news.detik.com/internasional/d-4580533/protes-hukum-ekstradisi-warga-hong-kong-gelar-demo-besar-besaran
- https://internasional.republika.co.id/berita/internasional/asia/psunxg354/ratusan-ribu-demonstran-hong-kong-protes-ruu-ekstradisi-cina
- https://kumparan.com/@kumparannews/walau-diprotes-massa-pemimpin-hong-kong-tolak-batalkan-ruu-ekstradisi-1rFUiIbcL6b
- https://www.bbc.com/indonesia/dunia-40441719