Tel Aviv, Teritorial.Com – Signal yang telah menganggu pesawat-pesawat di wilayah udara Israel nampaknya berasal dari penggunaan sistem peperangan elektronik yang baru dari Moscow.
Menurut data yang dikumpulkan oleh para peneliti yang berbasis di Amerika Serikat (AS), signal yang telah mengganggu navigasi satelit para pesawat yang terbang di kawasan udara Israel dalam beberapa minggu terakhir ini berasal dari pangkalan udara Rusia yang berada di wilayah Suriah.
Melansir The Times of Israel. Todd Humphrey, seorang professor di Universitas Texas menjelaskan bahwa gangguan pada penerimaan Global Positioning System (GPS) tampaknya tidak secara khusus ditujukan kepada Israel, tetapi lebih tepatnya mungkin merupakan kerusakan tambahan dari usaha Moscow untuk melindungi pasukannya dari serangan drone dan untuk menegaskan dominasinya di peperangan elektronik.
Sejak musim semi tahun lalu, para pilot yang terbang melalui Timur Tengah, khususnya di sekitar Suriah, telah menyadari bahwa sistem GPS mereka menampilkan lokasi yang salah atau tidak berfungsi sepenuhnya. Hal ini terjadi tidak lama setelah sebuah serangan drone bunuh diri besar-besaran terhadap pasukan Rusia di Suriah.
Menggunakan serangkaian sensor di International Space Station, Humphreys dan timnya telah melacak fenomena ini selama beberapa bulan. Mereka mampu mengidentifikasi sumber geografis dari signal tersebut yakni pangkalan udara Khmeimim yang dibangun oleh Rusia pada tahun 2015 di sepanjang pantai barat Suriah sebagai salah satu fasilitas permanen Moskow sebagai bagian dari dukungan mereka terhadap ditaktor Suriah Bashar Assad selama perang saudara di negara tersebut.
“[Signalnya] terlalu kuat sehingga saya bisa melihatnya dari luar angkasa,” ujar Humphreys yang jugga merupakan seorang insyinyur aerospace, spesialisasi navigasi berbasis satelit.
Gangguan GPS serupa telah dilaporkan dalam beberapa tahun terakhir di sekitar Laut Hitam, di sepanjang perbatasan Rusia dengan Norwegian dan Finlandia, dan di dekat Kremlin serta istana Presiden Rusia Vladimir Putin.
Masalah ini tidak mempengaruhi wilayah udara Isreal hingga beberapa minggu yang lalu, ketika para pilot mulai melaporkan adanya masalah navigasi selama lepas landas dan mendarat di bandara Internasional Ben Gurion, sama hal nya dengan apa yang terjadi di Bandara Internasional Cyprus’s Larnaca.
Menurut otoritas bandara Israel, gangguan tersebut memang tidak menyebabkan masalah keamanan karena ada beberapa langkah yang dapat digunakan untuk lepas landas dan mendarat, tetapi permasalahan ini memiliki dampak yang sigifikan meskipun tidak terlalu berbahaya, berdampak terhadap kemampuan pilot untuk menerbangkan pesawat, dimana pesawat-pesawat modern saat ini bergantung kepada navigasi GPS.
“Hal ini merupakan gangguan yang biasa dihadapi oleh para pilot”, tambah Humpreys
Permasalahan ini hanya mempengaruhi pesawat-peswat yang ada di udara Israel; tidak ada gangguan layanan GPS darat. Humphreys menjelaskan hal ini bisa terjadi karena teknologi yang digunakan bekerja pada garis pandang. Karena kelengkungan bumi, signal tidak dapat mencapai penerima GPS di langit.
Menurut Humphreys, metode yang digunakan oleh rusia tampaknya merupakan kombinasi gangguan, dimana layanan GPS langsung ditolak dan spoofing, istilah untuk memberi penerima GPS informasi yang salah.
Lebih lanjut Humphreys mengatakan bahwa kemunculan masalah yang tiba-tiba ini di Israel bisa menjadi hasil dari sejumlah perubahan penyebaran pemancar Rusia, yang juga dikenal sebagai jammers – baik itu penyebaran pemancar tambahan, peningkatan kekuatan mereka atau reposisi salah satu jammers lebih dekat ke perbatasan Israel.
“Tapi, asumsi saya Rusia merelokasi salah satu pemancarnya baru-baru ini,” katanya.
Pejabat Israel juga mengatakan bahwa Rusia tampaknya memang disalahkan atas intervensi GPS. Selain itu, dengan beberapa pejabat pertahanan yang tidak disebutkan namanya menyatakan kepada surat kabar Haaretz pada Jumat bahwa sumber permasalahan ini nampaknya berasal dari jammer darat atau jammer yang berbasis kapal.
Namun, Kedutaan besar Rusia membantah klaim pejabat Israel, dan mengatakan bahwa tuduhan tersebut merupakan “berita palsu”.
Tetapi Humphreys mengatakan bahwa merujuk kepada data miliknya, 90 hingga 95 persen dia yakin bahwa Moscow berada di belakangan permasalahan ini.
Penolakan layanan GPS ini tidak mempengaruhi para pilot Rusia untuk turut serta dalam perang saudara di Suriah, karena Rusia tidak bergantung kepada satelit GPS untuk navigasinya. Rusia justru menggunakan Sistem Satelit Navigasi Global atau GLONASS.
Sebagai akibatnya, militer Rusia tidak akan terlalu terganggu dengan penerimaan GPS.
Humphreys mengatakan bahwa gangguan tampaknya merupakan usaha Rusia untuk mencegah serangan Drone yang bergantung kepada navigasi GPS untuk menyerang pangkalan dan juga personel, tetapi juga merupakan cara bagi Moscow untuk menunjukkan kepada seluruh dunia atas “dominasi spektrum radio” milik mereka.
Selanjuntya Humphreys mencatat komentar Jenderal Raymond Thomas, Kepala Komando Operasi Khusus AS baru-baru ini yang mengatakan bahwa “[Suriah] merupakan lingkungan perang elektronik yang paling agresif di planet ini.”
Pada awal bulan ini, Humphreys mempresentasikan temuannya kepada Kantor Koordinasi Nasional – untuk Space-Based Positioning – cabang pemerintah yang bertanggung jawab untuk memelihara Global Positioning System.
Dia juga berbicara kepada penerbangan Israel El Al tentang permasalahan ini, tetapi tidak membahas ini dengan militer Israel atau pejabat sipil Israel.
Pasukan pertahanan Israel menolak untuk berkomentar di depan publik mengenai sumber gangguan, tetapi mengatakan bahwa gangguan tersebut tidak mempengaruhi operasi mereka.
“Masalah ini menjadi perhatian sipil dan IDF menyediakan dukungan teknologi untuk memfasilitasi kebebasan bergerak di wilayah udara Israel,” ujar militer Israel.
Sejak gangguan dimulai, pesawat-pesawat di Israel harus menggunakan metode alternatif untuk pendaratan, yang dikenal sebagai Instrument Landing System.
“Metode ini aman dan profesional yang digunakan setiap hari di bandara di seluruh dunia, termasuk Israel,” ujar otoritas bandara