Teritorial.com – Pusat Pendidikan dan Latihan Pertahanan Udara Nasional (Pusdiklat Hanudnas) menilai perangkat simulasi perang atau Electronic Warfare Simulator (EWS) yang dimiliki oleh Kementerian Pertahanan dinilai sudah jauh tertinggal dibandingkan dengan peralatan perang yang digunakan oleh TNI AD, AL, dan AU.
Pada acara kunjungan wartawan di Biro Humas Setjen Kemhan di Pusdiklat Hanudnas, Surabaya, Kamis (4/7/2019), Danpusdiklat Hanudnas Kolonel (Pnb) M. Mukhson mengatakan bahwa Kementerian pertahanan harus segera mengganti EWS yang ada saat ini dengan teknologi yang lebih baru.
“EWS kondisinya sudah kurang bagus. Sudah ketinggalan teknologinya, harus di upgrade. Sebab tidak terintegrasi dengan kapal dan peralatan tempur darat yang memiliki kemampuan Hanudnas,” ujar Kolonel Mukhson.
Padahal, Menurut Kolonel Mukhson, lulusan dari Pusdiklat Hanudnas memiliki tugas yang sangat penting dalam menghadapi peperangan elektronika untuk menjaga kedaulatan dan pertahanan wilayah Republik Indonesia dari ancaman musuh.
“Simulator yang ada saat ini peralatan AU. Jadi radar-radar kita saja yakni radar Thompson, radar plessey dan radar Master T. Sedangkan radar di KRI Martadinata, KRI I Gusti Ngurah Rai kita belum bisa menunjukkan kepada para siswa. Karena baru ini saja yang ada,” katanya.
Kolonel Mukhson berharap peralatan tersebut dapat diperbaharui dengan mengadopsi peralatan perang elektronika yang ada di alutsista AD, AL, dan AU sehingga saat siswa belajar, pihaknya dapat menunjukan bagaiman mekanisme kerja peralatan tersebut sebagaimana yang saat ini digunakan dilapangan.
“Kami sudah diajukan untuk pengadaan yang baru karena sudah ketinggalan, harapan kami kalau bisa diperbarui maka tiga simulator yakni air defence system simulator (ADSS), air defence simulator general facilities (ADSGF) dan air defence battle training system (ADBTS) bisa dioperasikan,” ujarnya.
Menurut Kolonel Mukhson, Kementerian Pertahanan tidak perlu mengimpor peralatan tersebut dari luar negeri. Ia menilai bahwa industri pertahanan dalam negeri sudah mampu memproduksi peralatan tersebut.
“Jadi tidak perlu beli dari luar negeri. Ini yang mengadakan PT Dwijala dan pekerja lapangannya dari Maxxima, umumnya mereka lulusan dari Institut Teknologi Surabaya (ITS). Tinggal pembiayaannya saja,” ucapnya.
Jumlah peralatan EWS yang ada saat ini juga masih belum memadai untuk mendukung proses pendidikan siswa di Pusdiklat Hanudnas. Kolonel Mukhson menjelaskan bahwa saat ini siswa masih berganti-gantian dalam menggunakan peralatan EWS.
Dalam sekali kursus siswa yang diterima maksimal 20 orang, sehingga idealnya peralatan yang disediakan juga sebanyak 20 unit. Namun saat ini peralatan simulator yang dioperasikan hanya ada 10 unit dari sebelumnya tersedia 15 simulator.
Mendengar penjelasan tersebut, Karo Humas Setjen Kemhan, Brigjen TNI Totok Sugiharto, mengatakan bahwa ia berkomitmen untuk membantu peningkatan peralatan di Pusdiklat Hanudnas mengingat strategisnya perang yang harus dijalankan dalam menjaga kedaulatan NKRI.
“Semoga ke depan Pusdiklat Hanudnas semakin maju dalam mencetak SDM yang andal. Apa yang dibutuhkan di sini saya laporkan nanti ke Pak Sekjen dan Pak Menhan,” ujarnya.