Jakarta, Teritorial.Com – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menegaskan demonstrasi berujung kerusuhan terjadi di Kota Jayapura, Papua. Massa memenuhi jalan dan merusak bangunan yang dilewati.
Wiranto sudah menerima laporan mengenai kondisi terkini di Jayapura. Wiranto menyesalkan tindakan anarkistis yang merugikan. “Hari ini saya juga mendapat laporan demo yang berjalan di Abepura ke Jayapura sudah membakar gedung MRP, ya menjebol rumah tahanan,” kata Wiranto di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Wiranto mengingatkan aparat keamanan bertindak persuasif dalam menghadapi massa pendemo. Senjata dengan peluru tajam, ditegaskan Wiranto, tidak boleh digunakan. “Bahwa aparat keamanan sudah diinstruksikan jangan sampai melakukan tindakan represif. Harus persuasif terukur, bahkan senjata peluru tajam tidak boleh digunakan. Tapi jangan sampai kemudian justru dimanfaatkan oleh pendemo atau pendompleng pendemo untuk mencelakakan aparat keamanan,” sambung Wiranto.
Wiranto menegaskan larangan pengibaran bendera bintang kejora. Pengibaran bendera itu dinilai melanggar Undang-Undang. “Nggak boleh ini. Negara ini kan punya simbol yang salah satu simbol adalah bendera Kesatuan Republik Indonesia. Bendera kebangsaan hanya satu,” kata Wiranto kepada wartawan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Masyarakat diminta menaati UU. Pemerintah juga dipastikan Wiranto bertindak sesuai aturan hukum yang berlaku. “Jadi kalau ada (yang) kemudian mengibarkan bendera itu apalagi di istana, di depan istana dan sebagainya, pasti ada hukumnya, ada undang-undangnya. Kita ikut undang-undang aja lah, Nanti kalau ditindak dibilang pemerintah sewenang-wenang, tidak. Pemerintah selalu bertindak sesuai dengan Undang-Undang dan hukum yang berlaku. Itu saya jamin,” imbuh Wiranto.
Wiranto juga berbicara soal peristiwa penyerangan terhadap TNI-Polri terjadi di Deiyai, Papua, Rabu (28/8). Penyerangan terjadi saat TNI-Polri sedang mengawal aksi demonstrasi damai di depan kantor bupati setempat. Namun tiba-tiba ada massa melakukan keonaran. “Di Deiyai kemarin korban dari TNI ada 3 orang, satu meninggal dunia, 2 luka. Sekarang masih kritis yang satu kena luka parang dan panah. Sedangkan dari aparat kepolisian ada 4 yang luka-luka. Masyarakat satu yang meninggal karena kena panah dan senjata-senjata dari masyarakat sendiri,” kata Wiranto.
Wiranto menyayangkan kerusuhan terjadi setelah aksi unjuk rasa di Deiyai, Papua yang menyebabkan seorang anggota TNI tewas dan dua lainnya mengalami luka, empat anggota polisi terluka, dan satu warga meninggal terkena lemparan panah. Wiranto menilai penyerangan kepada aparat keamanan oleh massa pendemo tidak dilakukan oleh pihak yang murni berniat melaksanakan aksi unjuk rasa.
“Dalam mengamankan aksi demo aparat sudah diinstruksikan untuk tidak represif, melakukan tindakan persuasif terukur. Tapi jangan kemudian digunakan untuk mencelakakan aparat, diparang dan dipanah, tidak manusiawi, saya yakin yang lakukan itu bukan pendemo,” ungkap Wiranto ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2019).
Wiranto memastikan, aparat penegak hukum terus bekerja mengusut dugaan tindakan rasisme dan persekusi yang terjadi terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur beberapa waktu lalu yang menjadi pemicu beberapa aksi unjuk rasa di Papua dan Papua Barat sebelum ini. Menurut dia, aparat keamanan yang melakukan tugasnya di luar batas akan tetap diproses tanpa pandang bulu.
Wiranto berkesimpulan, aksi unjuk rasa yang menuntut hal tersebut hingga berujung kerusuhan sudah tidak relevan. “Kami sudah ke Papua dan sudah melakukan berbagai dialog dengan semua tokoh di sana, dan sebenarnya tuntutan-tuntutan dalam aksi unjuk rasa sudah terjawab. Sehingga jika ada demo lanjutan kami justri khawatir akan ditunggangi pihak-pihak yang juga akan merugikan masyarakat.” kata Wiranto.