Jakarta, Teritorial.Com – Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2019 tentang Organisasi Kementerian Negara pada 23 Oktober 2019. Dalam Perpres tersebut juga diatur mengenai Wakil Menteri, Staf Ahli, dan Staf Khusus Menteri.
Wakil Menteri
Melansir website resmi Sekretaris Kabinet Republik Indonesia dijelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas Menteri tertentu dapat dibantu oleh Wakil Menteri sesuai dengan penunjukkan Presiden. Wakil Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.
“Wakil Menteri mempunyai tugas membantu Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian,” bunyi Pasal 64 ayat (4) Perpres ini.
Ruang lingkup bidang tugas Wakil Menteri sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, meliputi: a. membantu Menteri dalam perumusan dan/atau pelaksanaan kebijakan Kementerian; dan b. membantu Menteri dalam mengoordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya atau Eselon I di lingkungan Kementerian.
“Menteri dan Wakil Menteri merupakan satu kesatuan unsur pemimpin Kementerian,” bunyi tegas Pasal 65 Perpres ini.
Staf Ahli
Perpres ini juga menyebutkan, Menteri dan Menteri Koordinator dapat dibantu oleh Staf Ahli, yang merupakan satu kesatuan dalam susunan organisasi Kementerian atau Kementerian Koordinator.
Staf Ahli, menurut Perpres ini, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri atau Menteri Koordinator dan dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal atau Sekretaris Kementerian atau Sekretaris Kementerian Koordinator.
Adapun tugas Staf Ahli adalah memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri atau Menteri Koordinator sesuai keahliannya. “Staf Ahli sebagaimana dimaksud paling banyak 5 (lima) Staf Ahli dan tidak melebihi jumlah unsur pelaksana,” bunyi Pasal 67 ayat (4) Perpres ini.
Staf Ahli, menurut Perpres ini, adalah Jabatan Pimpinan Tinggi Madya atau jabatan struktural eselon I.b. Ditegaskan dalam Perpres ini, Pejabat Pimpinan Tinggi Madya atau pejabat struktural eselon I.a yang dialihtugaskan pada jabatan Staf Ahli tetap diberikan Jabatan Pimpinan Tinggi Madya atau jabatan struktural eselon I.a.
Staf Khusus
Selain itu, menurut Perpres ini, di lingkungan Kementerian atau Kementerian Koordinator dapat diangkat paling banyak 5 (lima) orang Staf Khusus. Usulan jumlah Staf Khusus dan calon Staf Khusus diajukan oleh Menteri atau Menteri Koordinator kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara untuk mendapat persetujuan.
Perpres ini menyebutkan, Staf Khusus diangkat oleh Menteri atau Menteri Koordinator setelah mendapat persetujuan Presiden, dengan masa bakti paling lama sama dengan masa jabatan Menteri atau Menteri Koordinator yang bersangkutan.
Staf Khusus, menurut Perpres ini, bertanggung jawab dan diberhentikan oleh Menteri atau Menteri Koordinator.
“Dalam hal Staf Khusus diberhentikan sebelum masa jabatan Menteri atau Menteri Koordinator yang mengangkatnya berakhir, Menteri atau Menteri Koordinator yang bersangkutan melaporkan secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara, paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pemberhentian,” bunyi Pasal 68 ayat (7) Perpres ini.
Menurut Perpres ini, Staf Khusus mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri atau Menteri Koordinator sesuai penugasan Menteri atau Menteri Koordinator, yang merupakan penugasan yang bersifat khusus selain bidang tugas unsur-unsur organisasi Kementerian atau Kementerian Koordinator.
Staf Khusus, menurut Perpres ini, dapat berasal dari Pegawai Negeri Sipil dan Non-Pegawai Negeri Sipil, dengan hak keuangan dan fasilitas lainnya paling tinggi setara dengan Jabatan Struktural eselon I.b atau Jabatan Pimpinan Tinggi Madya.
“Dalam hal Staf Khusus berhenti atau telah berakhir masa baktinya tidak memperoleh uang pensiun dan uang pesangon,” bunyi Pasal 73 ayat (3) Perpres ini. Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini, maka Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2O15 tentang Organisasi Kementerian Negara dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 98 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2019 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 24 Oktober 2019.