JAKARTA, Teritorial.com – MUHASABAH berarti mengingat, menghitung dosa serta mengevaluasi diri. Setiap manusia tentu tak luput dari dosa, namun sedikit sekali orang yang mampu untuk menjadikan kelalaiannya sebagai pelajaran.
Misalnya hari ini, berapa kali hari ini terlewat dari shalat tepat waktu? apakah tahajud terlewat lagi dan apakah penyebabnya? bagaimana dengan tilawah dan mengahafal Al-Quran? bagaimana dengan penyelesaian amanah-amanah yang ada pada pundak kita? amanah terhadap suami, anak-anak dan juga dakwah barangkali?
Astaghfirullah, jika kita merunut aktivitas kita sejak bangun tidur hingga menjelang tidur, ternyata tak sedikit kelalaian yang telah kita perbuat.
Dari Syadad bin Aus r.a, dari Rasulullah, bahwa beliau berkata, “Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT,” (HR. Imam Turmudzi, ia berkata Hadits ini adalah hadits hasan).
walaupun faktanya dia sedang berada dalam kehidupan yang penuh maksiat. Ini menandakan bahwa sesungguhnya fitrah kesucian masih ada pada dirinya.
Jika kita mengingat dan mencoba menghitung dosa, niscaya tak akan sanggup, bisa jadi karena begitu banyaknya. Dari seluruh dosa yang ada pada diri kita mungkin hanya sebagian kecil saja yang bisa kita ingat.
Mengingat dan menghitung dosa atau muhasabah adalah termasuk ibadah hati yang sangat penting.
Dengan muhasabah kita bisa mengidentifikasi kelemahan diri serta selanjutnya menumbuhkan kesadaran diri dan rasa penyesalan. Selanjutnya diharapkan dapat tergerak untuk melakukan upaya perbaikan, mulai dari memohon ampunan kepada Allah serta melakukan amal shalih dan membuat target-target pencapaian di hari berikutnya.
Dan berikut ini adalah hal-hal yang terkait dengan muhasabah diri:
Melakukan identifikasi kelalaian dan maksiat yang sering dilakukan, dari maksiat kecil hingga maksiat besar
Meneliti kelemahan yang ada pada diri kita, kemudian berusaha untuk menutupnya agar tidak menjadi peluang setan masuk kedalam diri dan memperdaya kita.
Menanamkan rasa malu kepada Allah subhanahu wata’ala jika kemaksiatan terjadi terus-menerus dan berulang-ulang.
Menumbuhkan perasaan muroqobah (pengawasan) Allah subhanahu wata’ala. Merenungkan kehidupan sesudah kematian nanti dimana segala amalan akan dipertanggungjawabkan.
Demikianlah, muhasabah hendaknya menjadi agenda harian kita di penghujung malam, agar sebelum tidur kita dapat beristighfar dan menyusun rencana perbaikan-perbaikan untuk keesokan hari. InysaAllah, dengan demikian proses perbaikan diri dan keimanan akan terus berlanjut. Wallahu a’lam bis shawab.