Jakarta, Teritorial.com – DPR RI memastikan bahwa masyarakat kecil yang terdampak mendapat jaring pengaman sosial berupa bantuan langsung tunai (BLT). Sebagaimana diketahui, kenaikan BBM memberikan multiplier effect (efek berganda) kepada kondisi perekonomian nasional. Hal ini pun menimbulkan dampak sosial bagi masyarakat Indonesia. Pemerintah pun menanggulangi dampak ini dengan menyalurkan BLT BBM.
Dilansir dari website resmi www.kemenkeu.go.id bahwa sejauh ini BLT telah disalurkan kepada 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM) per September dan Oktober 2022. Total nilai dana BLT yang disalurkan mencapai Rp 6,2 triliun dengan masing-masing warga menerima Rp 300 ribu. Sedangkan untuk pencairan BLT pada November, masyarakat diimbau untuk segera mendaftarkan dirinya.
DPR pun mengungkapkan sikapnya terkait dampak kenaikan harga BBM ini. Ketua DPR Puan Maharani pun mendukung keputusan kenaikan BBM ini karena anggaran subsidi akan dialihkan dalam bentuk bantuan sosial berupa BLT. Dia memastikan agar BLT ini bisa efektif dan tepat sasaran.
“DPR RI mendukung pemerintah untuk mengalihkan anggaran subsidi BBM dalam bentuk bantuan sosial bagi masyarakat agar dapat diterima secara efektif dan tepat sasaran,” kata Puan.
Puan juga memastikan bahwa DPR juga akan memperhatikan validitas dan akurasi data para penerima BLT ini.
Pandangan Pakar Kebijakan Publik
Hal senada juga disampaikan oleh pengamat kebijakan publik Davis Roganda. Davis mengatakan bahwa subsidi BBM akan terus membuat APBN semakin membengkak. Oleh karena itu, pemerintah harus membuat pilihan yang cukup berat di masa pandemi.
“Subsidi terus yang akan membengkakkan anggaran soal APBN jadi itu persoalan soal ekonomi Indonesia juga sudah cukup berat di masa pandemi kemarin. Jadi ini memang pilihan berat bagi pemerintah tapi akhirnya diputuskan untuk mengupayakan pemulihan ekonomi negara,” ujar Davis saat dihubungi.
Dia juga mengatakan bahwa kenaikan harga BBM ini juga pasti berdampak kepada kondisi ekonomi masyarakat kecil. Khususnya berdampak kepada daya beli. “Memang masalah kenaikan BBM ini tentu yang paling berdampak itu adalah ekonomi masyarakat kecil karena secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap daya beli,” ujarnya.
Davis menjelaskan bahwa BLT merupakan social safety net atau jaring pengaman sementara. BLT bisa dipakai untuk menyelamatkan mereka yang terdampak. BLT ini nantinya akan membantu memulihkan daya beli masyarakat.
Dia pun mengatakan bahwa dalam hal ini peran DPR bukan sekadar pembuat kebijakan. DPR, kata Davis juga memiliki fungsi pengawasan dalam penyaluran BLT dan hal ini sudah dijalankan sebagaimana mestinya.
“DPR itu tidak hanya sebagai sebatas berfungsi sebagai pembuat kebijakan atau tapi juga pengawasan dan juga kontrol terhadap anggaran yang sering terjadi adalah masalah pengawasan pengawasan anggaran bantuan BLT itu menjadi problem dari waktu ke waktu dari zamannya,” ungkapnya.
Menurutnya dalam hal ini, DPR sudah dan sedang terus menjalankan perannya untuk memastikan pengawasan dilakukan dari tingkat pusat hingga daerah. Memang inilah yang perlu diperjuangkan oleh DPR.
“Tinggal bagaimana mendukung kebijakan-kebijakan bantuan ini. Dan yang penting ialah bagaimana tingkat pengawasan yang dilakukan dari tingkat pusat sampai tingkat daerah bahkan sampai tingkat lokal itu yang diperjuangkan,” ujarnya.
Selain itu, tata pengelolaan data penerima BLT juga perlu dibuat. Semata-mata agar BLT tepat sasaran. “Juga persoalan masalah penanganan pengelolaan data itu tadi dapat dibuat sebagaimana agar bisa dapat tepat sasaran dan akurat,” ungkapnya.
DPR juga bisa turun ke bawah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait BLT. Hal ini agar masyarakat tidak bingung ketika ingin membelanjakannya. “Edukasi jadi jangan sampai masyarakat terima dapat duit dia bingung juga orang kita dapat duit bingung paling gampang ke mall atau mulai belanja-belanja di warung kalau emang udah terlanjur kita belikan ini BLT,” tuturnya.
Sementara itu, pengamat ekonomi Joseph M J Renwarin mengatakan bahwa dampak dari kenaikan BBM ini ada dua, yakni dampak psikologis dan ekonomi. “Ada dampak ekonomi, dampak psikologis. Itu pasti kalau dampak ekonomi ya sebenarnya karena kenaikan BBM udah lama digaungkan oleh pemerintah bahwa akan terlalu berat subsidi Rp 500 triliun,” ujarnya saat dihubungi terpisah.
“Sangat wajar dampak psikologis meskipun kita udah tahu kalau tiba-tiba dibilang naik itu pasti shock meskipun sebenarnya kenaikan BBM bukan baru sekarang,” lanjutnya.
Dia pun menjelaskan bahwa BBM merupakan alat produksi yang mempengaruhi ongkos produksi. Hal inilah yang membuat harga komoditas naik. Akibatnya barang tak laku di pasar sehingga membuat perekonomian tidak bertumbuh. Yang paling terdampak kondisi ini pun ialah para pedagang kecil
“Harga makin mahal ya barang nggak bakal laku di pasar. Karena nggak laku di pasar ya perekonomian nggak bertumbuh. Yang paling kena pedagang-pedagang kecil bukan industri manufaktur,” ujarnya.
Terkait BLT ini, Joseph juga setuju jika DPR melakukan edukasi ke masyarakat terkait pengaturan pos pengeluaran. Dengan edukasi tersebut, masyarakat bisa menentukan pos-pos pengeluaran yang penting.
“Masyarakat perlu diedukasi. Peran DPR untuk mulai mengedukasi, mengajak mengatur ulang pos pengeluaran yang dititikberatkan kepada pos-pos yang merupakan kebutuhan pokok saja,” ungkapnya.