Jakarta, Teritorial.com – Organisasi hak asasi manusia Jewish Voice for Peace menggelar protes terkait serangan Israel ke Palestina di Washington DC pada Rabu (18/10/2023).
Para pengunjuk rasa duduk di lantai lobi gedung Kongres Amerika Serikat (AS), membentangkan spanduk besar bertuliskan gencatan senjata sambil dikepung oleh polisi.
“Kami menutup kongres untuk menarik perhatian massa terhadap keterlibatan AS dalam penindasan Israel terhadap warga Palestina,” kata kelompok tersebut, seperti dikutip Al Jazeera.
Akibat protes mereka terhadap “penindasan Israel yang sedang berlangsung terhadap warga Palestina,” sebanyak 500 orang ditangkap. Polisi Capitol AS mengatakan telah membersihkan rotunda, dan masih memproses penangkapan.
Sejak Senin (16/10/2023), kelompok Yahudi sayap kiri AS ini telah berkumpul di luar Gedung Putih untuk mendesak pemerintahan Biden agar menekan Israel untuk membatalkan rencana invasi militer ke Gaza dan sebaliknya segera mengumumkan gencatan senjata.
Menuduh pemerintah Benjamin Netanyahu merencanakan “genosida”, beberapa ratus sukarelawan dari kelompok kampanye IfNotNow dan Jewish Voice for Peace meneriakkan slogan-slogan, membawa plakat dan menyanyikan lagu-lagu kuno Yahudi.
Hal ini dilakukan sebagai protes terhadap serangan mematikan pada tanggal 7 Oktober oleh kelompok Palestina Hamas yang membunuh sedikitnya 1.400 warga Israel
Para demonstran juga mengarahkan pandangan mereka pada Presiden AS Joe Biden, yang menurut mereka terlibat dalam pemboman balasan Israel yang telah menghancurkan lingkungan Gaza, memutus aliran air dan listrik, dan menyebabkan sekitar 2.200 warga Palestina tewas, termasuk 700 anak-anak.
Kritik terhadap presiden AS tersebut muncul ketika ia sedang mempertimbangkan tawaran perdana menteri Israel untuk mengunjungi Israel ketika negara itu berduka pasca serangan Hamas.
Sebagai informasi, Biden telah memberikan dukungan tegas terhadap negara tersebut sejak negara tersebut diserang, namun memperingatkan bahwa pendudukan kembali Gaza – yang secara resmi ditarik oleh Israel pada tahun 2005 – adalah sebuah kesalahan.
Berdiri di luar gerbang Gedung Putih, Eva Borgwardt, direktur politik IfNotNow, menuntut pertemuan mendesak dengan Biden. “Taruhannya adalah hidup atau mati,” katanya, seperti dikutip The Guardian.
“Kami di sini untuk memberi tahu Presiden Biden, sebagai panglima militer paling kuat di dunia, bahwa dia perlu melakukan segala daya untuk menuntut gencatan senjata, menuntut deeskalasi, membebaskan sandera Israel, dan mengatasi konflik. keadaan mendasar yang telah membawa kita ke dalam mimpi buruk ini.”
Penyelenggara protes mengatakan mereka siap melakukan pembangkangan sipil untuk mempengaruhi kebijakan AS, termasuk memblokir pintu masuk dan keluar Gedung Putih.