Jakarta, Teritorial.com – Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam Negara karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan bergantung pada kepemimpinan tersebut. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
Era Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden SBY menegaskan, kalau dirinya cenderung untuk mengalah, lebih memilih melakukan berkompromi dan membuat consensus, karna SBY tidak ingin kepemimpinan yang dijalankannya menjadi otoriter.
SBY sosok pemimpin yang demokratis dalam mengambil keputusan selalu mengajak beberapa perwakilan bawahan, tetapi keputusan tetap berada di tangannya. SBY tipe pemimpin yang cermat dan berpikir matang sebelum mengambil suatu keputusan.
Saat di akhir masa jabatannya menuju Pemilu 2014, besannya Hatta Radjasa mencalonkan diri sebagai Cawapres berpasangan dengan Capres Prabowo Subianto, tapi SBY yang sangat mungkin saat itu masih menjadi Presiden tidak melakukan cawe-cawe. Bahkan untuk ikut terlibat langsung berkampanye membantu besannya tidak dilakukan oleh SBY karena menjunjung tinggi nilai demokrasi dan etika.
Era Joko Widodo
Jokowi menyuarakan komitmennya dalam menjaga demokrasi. Tapi pada kenyataannya, banyak kebijakan serta tindakan pemerintah yang represif dan anti-demokrasi dihasilkan di bawah kepemimpinannya. Demokrasi di Indonesia mengalami penurunan sebesar 0,58 poin dari tahun 2016 menjadi 6,39 pada tahun 2017 dan 2018 dalam Indeks demokrasi yang dikeluarkan The Economist Intellegence Unit.
Dalam indeks tersebut Indonesia termasuk dalam kategori sebagai demokrasi tidak sempurna (flawed democracy). Status ini artinya Indonesia menyelenggarakan pemilihan umum yang relatif bebas dan adil dan menghormati kebebasan sipil dasar, namun memiliki beberapa persoalan seperti pelanggaran kebebasan media serta persoalan tata kelola pemerintahan.
Parahnya adalah ketika konstitusi mulai ditabrak dengan ikut melibatkan diri untuk berkampanye karena anak kandungnya diloloskan oleh KPU menjadi Cawapres mendampingi Capres Prabowo Subianto dalam Pipres 2024 ini.
Kalau kita bandingkan era SBY dan Era Jokowi sangat bertolak belakang dan jauh panggang dari api. Kenyataan hari ini kita mengalami kemunduran demokrasi dan kecenderungan kembalinya Orde Baru dengan wajah yang berbeda dan perilaku sama semakin nyata.
Presiden ke 6 dan Presiden ke 7 dihadapkan hal yang sama soal kerabat (anak, saudara, besan) yang mencalonkan dan menjadi peserta pesta demokrasi tapi dalam hal keputusan ternyata SBY lebih memiliki keunggulan dan menjaga etika sedangkan Jokowi tidak menjaga lebih cenderung bernafsu dengan menabrak etika yang pada akhirnya menabrak konstitusi.
Hari Purwanto
DirEksekutif Studi Demokrasi (SDR)