Ibu Kota Nusantara, Teritorial.com – Direktur Pengadaan dan Pendanaan Lahan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Rustanto mengakui pembebasan lahan di calon ibu kota negara Republik Indonesia itu belum juga rampung.
Pihak LMAN, kata Rustanto, setidaknya mengelola pembebasan lahan 15 proyek strategis nasional (PSN) yang ada di IKN. Hingga 4 Oktober, anggaran yang digelontorkan telah mencapai Rp2,85 triliun. Jumlah tersebut belum mencapai target dari yang ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya.
“Untuk IKN dari total kebutuhan dananya itu adalah Rp5,9 triliun. Sudah direalisasikan Rp2,85 triliun, jadi masih ada sekitar Rp3 triliun (yang belum terealisasi),” ungkap Rustanto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (7/10).
Belum terealisasinya target tersebut, katanya, disebabkan berbagai permasalahan di lapangan, namun bukan karena ketiadaan dana.
Menurutnya, permasalahannya sangat kompleks. Pertama, katanya, karena lahan IKN adalah kawasan hutan yang luasnya mencapai 100 hektare.
Kedua, lanjutnya, karena proses identifikasi dan inventarisasi tanah yang dibebaskan tidak bisa secepat diharapkan pemerintah. Permasalahan lainnya, menurut Rustanto, adalah ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang terbatas. Maka dari itu, menurutnya, pemerintah senantiasa memprioritaskan tanah mana yang perlu dibebaskan secara cepat agar mega proyek ini dapat berjalan.
“Jadi itu dulu yang diprioritaskan, karena memang ada beberapa pihak yang belum diganti rugi, tapi pihak-pihaknya bilang OK silahkan dilewati terlebih dahulu, maksudnya silahkan lewat PSN-nya. Jadi itu yang kadang sangat membantu percepatannya. Jadi ada pihak-pihak yang dalam hal ini belum menerima ganti rugi, tapi mereka yang penting ada keyakinan bahwa ada jaminan bahwa mereka akan menerima ganti rugi, karena ya itu, berkali-kali kita sampaikan bahwa untuk PSN ketika pemerintah komitmen untuk membangun PSN ya otomatis lahannya juga harus siap,” jelasnya.
AMAN: Konflik Sosial Pembebasan Lahan di IKN Terjadi
Direktur Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Timur Saidunyi Nyuk mengatakan, masih ada sejumlah permasalahan terkait pembebasan lahan masyarakat lokal dan masyarakat adat.
“Ada banyak yang sudah digusur tetapi belum dibayar. Tapi sebenarnya dari AMAN intinya bukan soal bayar membayar, pertama soal bagaimana masyarakat adat di kawasan IKN tidak semestinya juga membayangkan (situasi) transaksional, mereka yang secara turun temurun tinggal di sana. Ada banyak komunitas yang tidak mau dibayar, itu yang menjadi persoalan, tentu ada yang tidak mau dipindahkan dari tempatnya, masa mereka harus harus pergi sementara ibu kota ini kan baru,” ungkap Saidunyi.
Meski begitu, ia tidak menampik ada masyarakat lokal yang terpaksa menerima ganti rugi dari pemerintah untuk kemudian menyerahkan lahannya untuk pembangunan IKN. Menurutnya, mayoritas masyarakat lokal yang menerima ganti rugi bukanlah masyarakat adat yang sudah secara turun menurun tinggal di sana. Sehingga, begitu mereka menerima uang ganti rugi, katanya, mereka kembali ke tempat mereka menetap selama ini.
Menurut Saidunyi, penolakan sejumlah masyarakat adat untuk menyerahkan lahan disebabkan karena mereka tidak tahu harus pergi kemana, dan pihak Otorita IKN juga tidak menyediakan lahan untuk relokasi..
“Kami dalam konteks organisasi masyarakat adat juga melihat tidak bisa untuk mengintervensi masyarakat adat yang memilih untuk pergi, menyerahkan tanahnya. Ada beberapa masyarakat adat yang meminta bantuan kami untuk melakukan advokasi untuk mempertahankan tanah mreka. Dalam konteks luas, memang masyarakat yang bermigrasi mereka lebih setuju untuk dibayar, sulit juga kita melakukan upaya karena banyak masyarakat memilih untuk itu, tetapi selama masyarakat masih bertahan, misalnya di Sepaku, di Pemaluan, kita berikan dukungan, beri bantuan advokasi agar hak-hak mereka bisa dipertahankan serta diselesaikan oleh Otorita IKN,” jelasnya.
Saidunyi mengungkapkan,berdasarkan fakta di lapangan, sebenarnya baik masyarakat lokal maupun masyarakat adat tidak mau menyerahkan tanah mereka. Namun, katanya, kebanyakan dari mereka tidak memiliki pilihan lain karena kerap mendapatkan intimidasi.
Ia berharap, permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan baik oleh pemerintahan baru yang akan datang.
“Terutama berikan mereka perlindungan dan pengakuan terhadap masyarakat adat melalui regulasi yang ada, kemudian pastikan juga pemberdayaan masyarakat adat, pemenuhan hak yang selama ini mereka miliki, jangan ada satupun yang dirampas secara paksa, diambil alih, karena tanah IKN bukan tanah kosong. Itu ada pemiliknya, tentu masyarakat adat juga berhak atas apa yang dilakukan pemerintah, tidak boleh ada semacam intimidasi, berikan pilihan terbaik bagi masyarakat adat. Agar tidak ada tekanan dan intimidasi,” tegasnya.
Juru Bicara Otorita IKN Troy Pantouw melalui pesan singkat kepada VOA mengklaim bahwa proses pembebasan lahan di IKN berjalan dengan baik. Meski begitu, ia tidak menjabarkannya secara detail dan mempersilahkan VOA untuk menanyakan lebih lanjut ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Sudah ada pertemuan-pertemuan dengan masyarakat, semua berjalan kondusif, dialog berjalan dengan baik. Sekali lagi lagi untuk urusan lahan silahkan tanya ke pihak ATR/BPN, dan penjabat bupati Penajam Paser Utara,” ungkap Troy.