Jakarta, Teritorial.com – Ketua MPR Ahmad Muzani menyebut bahwa Presiden Prabowo Subianto bertekad kuat untuk membangun sektor ekonomi kerakyatan seperti pertanian, peternakan, dan perikanan atau mendongkrak kesejahteraan nelayan.
Ia membeberkan, jabatan Kepala Negara selama lima tahun akan digunakan Presiden Prabowo semaksimal mungkin untuk menghapus kemiskinan di Indonesia.
“Itu memang sudah menjadi tekad beliau (Presiden Prabowo) untuk menghapus kemiskinan dengan sungguh-sungguh,” kata Muzani dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, pada acara Rapat Konsolidasi Asosiasi Peternak & Penggemuk Sapi Indonesia (APPSI), di Yogyakarta.
Lebih lanjut dia membeberkan, di bidang pertanian, Presiden sangat total melakukan banyak upaya untuk mencapai produktivitas hasil pertanian nasional dan meningkatkan kesejahteraan petani, salah satunya dengan mencetak lahan sawah baru.
“Pencetakan sawah baru di satu sisi menciptakan lapangan kerja, di sisi yang lain menciptakan sumber pangan baru sehingga tidak kekurangan beras,” ujar anggota dewan itu.
Muzani menegaskan, efek jangka panjang dari kebijakan itu akan sangat menguntungkan bagi Indonesia.
Sebab, kedepan tidak perlu lagi impor beras dan tentunya menghemat devisa negara.
Selain itu, Presiden juga berkomitmen untuk menambah anggaran untuk pupuk bagi petani. Ketersediaan pupuk dengan harga terjangkau, akan membuat petani lebih bersemangat untuk menanam.
Dengan begitu, menurut dia, pada tahun depan Indonesia tidak perlu lagi mengimpor beras, sehingga lebih mandiri untuk memproduksi.
Terbukti, lanjut Muzani, berdasarkan pembicaraan dirinya dengan Menteri Pertanian, Kepala Bulog, dan Menteri Koordinator Bidang Pangan, didapatkan informasi bahwa belum pernah ada dalam sejarah stok pangan melimpah seperti sekarang saat ini.
Kalau itu betul, maka Pemerintah akan menghemat devisa besar sekali dan itu adalah salah satu langkah untuk menghapus kemiskinan.
Langkah berikutnya, tambah politisi itu, adalah mendatangkan sapi perah ke Tanah Air.
Hal itu dikarenakan, produksi susu dalam negeri sekarang ini kurang lebih 22 persen dari total konsumsi susu nasional, sehingga harus mengimpor hampir 80 persen.
Ia menjelaskan, jika nanti minum susu nasional sudah diwajibkan, maka kebutuhan konsumsi susu nasional akan naik.
Produksi susu yang awalnya 22 persen akan menjadi 8 persen dari total kebutuhan konsumsi susu nasional.
“Untuk mengatasi itu, pemerintah berencana untuk impor sapi perah dari Australia dan Brasil, jadi yang harus dijaga betul adalah jangan sampai sapi-sapi impor ini jatuh ke industriawan dan pedagang besar atau pelaku usaha besar, tapi semestinya ke pelaku usaha kecil, sehingga itu salah satu cara lainnya untuk meningkatkan penghasilan dan menghilangkan kemiskinan,” ujar dia.