DKPP Genap 13 Tahun: Menjaga Etika Pemilu di Tengah Badai Pelanggaran

0

 

 

Jakarta – Usianya baru 13 tahun, tapi tugasnya tak ringan. Di tengah riuhnya pesta demokrasi Indonesia yang kian kompleks, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) berdiri kokoh sebagai penjaga marwah penyelenggara pemilu. Tepat pada Kamis, 12 Juni 2025, DKPP merayakan ulang tahunnya yang ke-13 dengan semangat baru: berbenah, memperkuat integritas, dan konsisten menjaga etika pemilu.

“Ke depan kami akan berusaha keras memperbaiki kinerja DKPP dalam banyak hal,” tegas Ketua DKPP Heddy Lugito dalam acara syukuran bertajuk “Konsisten Menjaga Etika Penyelenggara Pemilu” yang digelar di Ruang Sidang DKPP, Jakarta.

Etika di Tengah Pusaran Politik

Pemilu dan pilkada serentak yang digelar dalam beberapa tahun terakhir disebut Heddy sebagai pesta demokrasi terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Tapi di balik gegap gempita itu, muncul bayangan: lonjakan pelanggaran etika.

Ketua DKPP Heddy Lugito (kanan) memberikan sambutan disela acara syukuran HUT DKPP ke-13 di Jakarta, Kamis, 12 Juni 2025.

Menurut Heddy, pengaruh peserta pemilu dan lemahnya integritas sejumlah penyelenggara menjadi penyebab utama meningkatnya pelanggaran selama tahapan pemilu. Bahkan di luar tahapan, pelanggaran etik justru bergeser ke ranah yang lebih personal.

“Kasus asusila menduduki peringkat pertama. Bukan cuma kekerasan seksual, tapi juga perjudian, narkoba, sampai utang piutang dan pinjaman online,” ungkap Heddy.

Uniknya, tak jarang pengaduan yang masuk ke DKPP menyangkut hal-hal tak terduga, termasuk persoalan pribadi para penyelenggara yang menyeret marwah institusi.

Ketua DKPP Heddy Lugito memotong tumpeng yang disaksikan oleh Wamendagri Ribka Haluk saat acara syukuran HUT DKPP ke-13 di Jakarta, Kamis, 12 Juni 2025.

Bukan Sekadar Menghukum

Data DKPP menunjukkan, sejak berdiri pada 12 Juni 2012 hingga 8 Juni 2025, sebanyak 5.832 pengaduan telah diterima. Dari 2.475 perkara yang telah diputus, melibatkan 10.108 penyelenggara pemilu. Yang mengejutkan, lebih dari separuh atau 5.322 penyelenggara justru direhabilitasi, artinya mereka tidak terbukti melanggar.

“Putusan kami tidak selalu menghukum. Justru 52% nama penyelenggara dipulihkan. Ini bukti DKPP hadir bukan untuk menjatuhkan, tapi menjaga kehormatan profesi,” kata Heddy.

Namun, Heddy tak menampik bahwa sebagian putusan DKPP sempat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Bagi DKPP, ini menjadi bahan evaluasi. Apakah yang dipersoalkan adalah substansi putusan, atau memang personal penyelenggara yang enggan menerima sanksi?

Apresiasi dari Pemerintah

Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk dalam sambutannya menegaskan bahwa DKPP adalah garda depan penjaga etika demokrasi Indonesia.

“DKPP menjaga kepercayaan publik dengan penyelesaian perkara yang adil dan pemberian sanksi tegas terhadap pelanggaran kode etik,” ujar Ribka.

DKPP ke Depan: Lebih Tangguh, Lebih Bersih

Di usia 13 tahun ini, DKPP ingin terus memperkuat diri. Bukan hanya secara kelembagaan, tapi juga secara moral. Karena menjaga etika bukan tugas ringan, apalagi di tengah hiruk-pikuk politik yang sering kali memancing kompromi.

“Lembaga ini unik. Pengaduan akan terus datang. Tapi selama kita konsisten menjaga etika, DKPP akan tetap relevan,” tutup Heddy.

Share.

Comments are closed.