JAKARTA – Serangan udara Israel di Gaza kembali memicu gelombang kecaman dunia. Israel menghantam berbagai titik di Gaza, termasuk area sekitar Rumah Sakit Al-Shifa. Serangan udara yang terjadi pada 10 Agustus 2025 tidak hanya menewaskan warga sipil, tetapi juga merenggut nyawa para jurnalis yang tengah meliput. Greenpress Indonesia mengecam atas pembunuhan dua jurnalis Al Jazeera, Anas Al-Sharif dan Mohammed Quraiqa, yang tewas saat bertugas di depan Rumah Sakit Al-Shifa.
Tak hanya mereka, dua juru kamera, Ibrahim Zaher dan Moamen Aliwa, serta seorang asisten, Mohammed Noufal juga ikut tewas dalam serangan tersebut. Total korban mencapai tujuh orang dalam serangan. Greenpress menyebut ini sebagai “pembunuhan terhadap kebenaran”.
“Ini sudah genosida dan krisis kemanusiaan, bukan perang biasa lagi. Menargetkan wartawan yang mempertaruhkan nyawa untuk mengungkap realitas di Gaza adalah kejahatan perang,” tegas Igg Maha Adi, Direktur Eksekutif Greenpress Indonesia, pada Selasa (12/08/2025).
Anas Al-Sharif merupakan salah satu jurnalis yang dikenal paling berani di Gaza, dengan liputannya yang kerap diambil langsung dari garis depan di tengah gempuran bom. Sebelum wafat, pesan terakhir yang disampaikan Anas meninggalkan kesan mendalam.
“Saya tidak pernah ragu mengatakan kebenaran apa adanya… Jika Anda membaca ini, berarti Israel telah berhasil membunuh saya dan membungkam suara saya.”
Sekretaris Jenderal Greenpress Indonesia, Marwan Aziz, mengimbau dunia internasional untuk mengambil langkah nyata dan tidak tinggal diam.
“Kami menyerukan kepada pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat sipil di seluruh dunia untuk bersatu, tidak hanya melindungi jurnalis tetapi juga menghentikan blokade ilegal Israel atas Gaza,” ujarnya.
Greenpress menegaskan bahwa blokade total yang dilakukan Israel telah memutus pasokan makanan, obat-obatan, dan bantuan kemanusiaan. Hal ini mengakibatkan jutaan warga hingga anak-anak, terjebak dalam kelaparan massal dan bencana kemanusiaan yang sepenuhnya buatan manusia.
“Blokade ini adalah bentuk hukuman kolektif yang melanggar hukum internasional. Dunia tidak boleh membiarkan rakyat Gaza mati perlahan karena kelaparan dan kekurangan obat,” tambah Marwan.
Greenpress juga menilai bahwa serangan Al Jazeera bukanlah insiden tunggal, melainkan bagian dari pola sistematis penargetan jurnalis di Gaza. Sejak pecahnya perang, lebih dari 180 jurnalis telah kehilangan nyawa, menjadikan konflik ini sebagai salah satu yang paling mematikan bagi insan pers dalam sejarah modern.
“Ini adalah serangan langsung terhadap kebebasan pers, hak asasi manusia, dan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Membungkam suara kebenaran tidak akan bisa menutupi penderitaan rakyat Gaza,” tutup Igg Maha Adi.
(*)
Penulis: Kayla Layalia, 12 Agustus 2025