Nasional

KPK Tinjau Ulang Kasus Pencucian Uang Setya Novanto Pasca Bebas Bersyarat

TERITORIAL.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini meminta perkembangan terbaru dari Bareskrim Polri terkait kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh mantan Ketua DPR, Setya Novanto (Setnov), meskipun yang bersangkutan telah dinyatakan bebas bersyarat pada 16 Agustus 2025.

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa koordinasi akan dilakukan melalui Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK. Langkah ini diambil mengingat penanganan kasus TPPU tersebut berada di bawah kewenangan Bareskrim Polri.

“Kedeputian Penindakan dan Eksekusi akan berkoordinasi dengan Kedeputian Korsup untuk meminta informasi mengenai perkembangan penanganan kasus TPPU tersebut,” ungkap Asep saat dihubungi media pada Selasa (19/8/2025).

Kasus dugaan pencucian uang ini bermula dari penyidikan yang dilakukan Bareskrim Polri terkait korupsi KTP elektronik yang menjerat Setya Novanto. Proses penyidikan dimulai berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/337/VII/RES.2.3/2018/Dit.Tipideksus yang diterbitkan pada 10 Juli 2018.

Dalam perjalanan penyidikan dengan Laporan Polisi Nomor LP/745/VI/2018/Bareskrim tertanggal 6 Juni 2018, pihak kepolisian telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi kunci. Di antara saksi yang diperiksa adalah Diesti Astriani, Dwina Michaella, Reza Herwindo, dan Setya Novanto sendiri.

Namun, proses penanganan kasus ini mengalami kendala ketika Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) mengajukan gugatan terhadap Polri ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 16 Januari 2024. LP3HI menilai kepolisian telah menghentikan penanganan perkara tersebut tanpa alasan yang jelas.

Koordinasi KPK dengan Polri ini menjadi semakin penting setelah Setya Novanto resmi memperoleh pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, pada 16 Agustus 2025. Pembebasan ini dilakukan berdasarkan program Pembebasan Bersyarat dari Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.

“Benar, dia sudah keluar sejak tanggal 16 Agustus kemarin,” konfirmasi Kabag Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Rika Aprianti, saat mengkonfirmasi pembebasan tersebut kepada media.

Rika menjelaskan bahwa usulan pembebasan bersyarat Setya Novanto telah disetujui dalam Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Ditjenpas pada 10 Agustus 2025. “Keputusan ini merupakan bagian dari 1.000 rekomendasi program integrasi untuk narapidana di seluruh Indonesia,” jelasnya.

“Semua persyaratan baik administrasi maupun substantif sudah dipenuhi sesuai UU No. 22 Tahun 2022 Pasal 10 ayat 2. Yang bersangkutan sudah menunjukkan sikap baik, rajin ikut pembinaan, dan risikonya sudah menurun,” paparnya.

Menurut Rika, berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (3) undang-undang yang sama, mantan Ketua DPR tersebut juga telah menyelesaikan dua pertiga masa hukumannya. Selain itu, Setya Novanto telah melunasi kewajiban finansialnya kepada negara.

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa terpidana telah membayar denda sebesar Rp 500 juta sesuai dengan surat keterangan lunas dari KPK Nomor B/5238/Eks.01.08/26/08 2025 yang dikeluarkan pada 14 Agustus 2025. Ia juga telah membayar uang pengganti sebesar Rp 43.738.291.585 dengan sisa kewajiban Rp 5.313.998.118 yang dapat diganti dengan pidana subsider selama 2 bulan 15 hari.

Pembebasan bersyarat Setya Novanto menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat dan lembaga antikorupsi. Kasus korupsi KTP elektronik yang melibatkan mantan Ketua DPR ini telah merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp 2,3 triliun.

Sementara itu, kasus dugaan pencucian uang yang terkait dengan korupsi e-KTP masih menyisakan tanda tanya besar. Koordinasi yang akan dilakukan KPK dengan Bareskrim Polri diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai status penanganan kasus tersebut dan memastikan tidak ada aspek hukum yang terlewatkan.

Meski telah bebas bersyarat, Setya Novanto tetap memiliki kewajiban untuk melaporkan diri secara berkala kepada petugas pemasyarakatan sebagai bagian dari syarat pembebasan bersyaratnya.

Kayla Dikta Alifia

About Author

You may also like

Nasional

Munas NU Sepakat Tingkatkan Kontribusi Memperkokoh Nilai Kebangsaan

Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Musyawarah Besar NU dari waktu ke waktu selalu memberi kontribusi penting bagi bangsa Indonesia. Tema
Nasional

Kedubes AS sampaikan penolakan Panglima TNI kesalahan administratif

Jakarta, Teritorial.com- Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Jakarta menyampaikan bahwa penolakan masuk Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo ke wilayah AS