TERITORIAL.COM, JAKARTA – Dinasti politik keluarga Bolsonaro yang pernah berjaya kini tengah berada di ujung tanduk.
Mantan Presiden Brazil, Jair Bolsonaro, tengah menjalani persidangan terkait dugaan keterlibatan dalam percobaan kudeta.
Proses hukum yang berjalan tidak hanya mengancam karier politiknya, tetapi juga memperlihatkan retaknya solidaritas keluarga yang dulu bersatu.
Pada awal tahun, Eduardo Bolsonaro, putra ketiga sang mantan presiden, memutuskan untuk meninggalkan kursi DPR dan pindah ke Amerika Serikat. Langkah ini diambil untuk melobi Presiden Donald Trump agar turun tangan membantu sang ayah.
Eduardo menganggap misinya berhasil ketika Trump pada Juli lalu mengancam akan memberlakukan tarif impor sebesar 50% terhadap Brazil, sebagai bentuk tekanan kepada Mahkamah Agung agar menghentikan jalannya persidangan.
Retaknya Hubungan Ayah dan Anak
Pesan singkat yang dirilis oleh Mahkamah Agung Brazil memperlihatkan perpecahan antara sang ayah dan anak. Eduardo sempat mendesak agar Jair Bolsonaro menunjukkan dukungan publik terhadap langkah Trump.
“Orang paling berkuasa di dunia ada di pihakmu,” tulis Eduardo kepada sang ayah, menurut pesan teks yang dirilis Mahkamah Agung.
“Kalau penerima manfaat utamanya bahkan tidak bisa membuat cuitan lembut, kita kacau,” tambahnya.
Sang ayah menolak dan menyebut putranya masih “kekanak-kanakan,” hingga membuat Eduardo marah besar dan melontarkan kata-kata kasar.
Sementara itu, Flavio Bolsonaro, putra tertua keluarga, memiliki strategi yang berbeda. Ia mengambil langkah hati-hati dengan menghapus unggahan media sosial yang berpotensi memicu konflik dengan Hakim Agung Alexandre de Moraes, tokoh penting dalam persidangan kudeta.
Kritik Keras dari Sekutu Politik
Perbedaan langkah yang dilakukan menuai kritik keras dari sekutu politik keluarga Bolsonaro.
“Putramu itu, Eduardo, brengsek,” kata Silas Malafaia, seorang pendeta evangelis yang memiliki kedekatan dengan keluarga Bolsonaro dan jaringan sayap kanan Brazil, dalam sebuah pesan kepada Bolsonaro pada bulan Juli.
“Dia baru saja memberikan Lula dan kubu kiri narasi nasionalis. Dan pada saat yang sama, dia menjatuhkanmu,” lanjut Malafaia.
Kritik dari Malafaia mencerminkan basis religius sayap kanan yang selama ini menopang Bolsonaro mulai goyah. Sejumlah tokoh politik konservatif juga mulai meragukan Bolsonaro dan menilai perpecahan internal itu dapat menguntungkan lawan politik mereka.
Keuntungan Politik bagi Presiden Lula
Keretakan yang terjadi di keluarga Bolsonaro memberikan peluang bagi Presiden Luiz Inacio Lula da Silva sebagai pemimpin Brazil.
Ancaman tarif AS 50% yang berpotensi melemahkan pemerintahannya, berhasil ia ubah menjadi modal politik. Tidak hanya itu, popularitas Lula yang sempat menurun kini kembali meningkat dan memimpin semua calon penantang dalam jajak pendapat awal.
Lula berhasil membangun citra sebagai pemimpin yang membela kepentingan nasional di hadapan rakyat.
Selain itu, ia juga mampu menggunakan sentimen nasionalis untuk memperkokoh legitimasi pemerintahannya sekaligus menekan kekuatan oposisi.
Keruntuhan Dinasti Bolsonaro
Keluarga Bolsonaro dianggap gagal merancang strategi politik yang jelas, sehingga dapat mengancam masa depan mereka dan koalisi partai tengah-kanan goyah. Hal ini dapat mengakibatkan konservatif Brazil kehilangan peluang pada pemilu 2026.
Sekutu Bolsonaro mulai frustrasi melihat tanda-tanda bahwa Bolsonaro masih ingin maju hingga detik terakhir, sebelum akhirnya menyerahkan estafet kepada salah satu putranya.
Sejumlah pemimpin partai pendukung, bersama investor dan kalangan bisnis elite, mendorong Bolsonaro agar mendukung figur alternatif, seperti Gubernur São Paulo Tarcisio de Freitas.
Mereka menilai bahwa dukungan dari Bolsonaro berperan penting agar Tarcisio memiliki peluang melawan Lula. Tekanan dari Amerika Serikat pada akhirnya turut mengubah arah masa depan politik keluarga Bolsonaro.