Balikpapan, Teritorial.com – Pusat Hidrogafi dan Oseanografi TNI AL turut melakukan investigasi mengusut kasus tumpahan minyak yang terjadi pada Sabtu (31/3) lalu. Minyak mentah yang mencemari Teluk Balikpapan hingga terjadi kebakaran yang menewaskan lima orang korban jiwa ini disebabkan pipa Pertamina yang putus.
Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL (Kapushidrosal) Laksamana Muda TNI Dr Ir Harjo Susmoro mengatakan dari investigasi darurat hidrografi menyebutkan, sebelum kejadian, kapal yang melintas ke Teluk Balikpapan tersebut hanya ada kapal pengangkut batubara berbendera Panama. Dari hasil pengecekan melalui marine traffic, Kapal tersebut melintas di Teluk Balikpapan pada 30 Maret lalu, sehari sebelum kejadian pukul 14.30 Wita.
Dari keterangan pers kepada teritorial.com, Kapushidrosal menjelaskan bahwa kapal tersebut menunjukkan gerakan merendah pada 0,1 knot saat ingin lego (melepas) jangkar dan berhenti di letak titik patahan sehingga bergerak secara perlahan. Dari hasil investigasi sesuai tupoksi, berdasarkan data yang ada, baik pergerakan air dan lekukan tanah, posisi itu ada pada Ever Judger. Akibatnya, pipa bagian utara mengalami pergeseran sejauh 117,34 meter. ”Ini sesuai data yang didapat.
Karena tupoksi Pushidrosal ialah pemetaan laut. Kapasitas saya tidak bisa menjudge itu dari jangkar karena bukan bidang saya,” ujar Laksamana Muda TNI Dr Ir Harjo Susmoro saat jumpa wartawan, Selasa (17/4) kemarin di Kantor Lanal Balikpapan. Dia menerangkan, sesuai aturan proses lego jangkar sudah dilakukan dari dua mil di titik yang diinginkan. Itupun harus diumumkan oleh nahkoda kepada crew setelah mendaparkan perizinan dan Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP).
Kapal sebesar Ever Judger tentu memiliki alat larangan otomatis dan punya peta elektronik melihat kedalaman laut. Artinya ketika memasuki daerah warning, pasti alarm akan berbunyi. ”Kalau peta elektronik pasti hidup kalau memasuki daerah warning. Beda kalau peta kertas,” ujarnya.
Tak hanya itu, saat melakukan investiasi, ternyata ditemukan satu pipa ilegal yang tidak terdaftar pada peta laut 2015 yang dilakukan Pusat Hidrografi dan Oseanografi di Teluk Balikpapan. Berdasarkan peta laut yang terakhir kali terupdate 2015 silam, tercatat hanya empat pipa di dalam laut tersebut. ”Yang empat pipanya timbul. Nah pipa kelima ini ditanam itu terlihat melalui magnetometer dan belum terdaftar,” jelasnya.
Mestinya, sambung dia, bila ada pipa baru wajib melakukan update ke Pusat Hidrografi dan Oseanografi yang memang satu-satunya melakukan tugas itu. Sesuai Permenhub No 179 tahun 2016 Pasal 87C agar melaporkan kepada pihak berwenang untuk peta laut. ”Bagi kami pipa itu sudah pasti ilegal karena tidak ada laporan. Tapi bisa jadi sudah di proses tapi belum dilaporkan ke kami,” tutupnya. (SON)