Figurin

Mengapa Kakek dan Nenek Prabowo Dimakamkan di Den Haag? Simak Profil dan Sejarahnya

Mengapa Kakek-Nenek Prabowo Dimakamkan di Den Haag? Simak Profil dan Sejarahnya (Instagram Prabowo Subianto)

TERITORIAL.COM, JAKARTA – Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke makam kakek dan neneknya di Oud Eik en Duinen, Den Haag, Belanda, baru-baru ini telah membuka kembali sebuah babak menarik dalam silsilah keluarganya. Peristiwa ini bukan sekadar ziarah biasa, melainkan pengingat akan sejarah kompleks Indonesia yang terjalin erat dengan pengaruh kolonial.
Lalu, siapakah kakek dan nenek yang dimakamkan ribuan kilometer dari tanah air itu, dan mengapa mereka dikebumikan di Belanda?

Philip dan Cornelie: Dua Sosok di Persimpangan Sejarah

Dua tokoh sentral dalam cerita ini adalah Philip Frederik Laurens Sigar dan istrinya, Cornelie Emelie Maengkom, orang tua dari ibu Prabowo, Dora Marie Sigar. Keduanya adalah keturunan suku Minahasa, Sulawesi Utara, suku yang di era Hindia Belanda dikenal memiliki kedekatan dengan pemerintah kolonial.

Philip Frederik Laurens Sigar, kakek Prabowo, adalah figur yang menapaki karier dalam birokrasi kolonial. Lahir di akhir abad ke-19, ia memegang jabatan strategis, seperti anggota Gemeenteraad (Dewan Kota) Manado (1920-1922) dan Gewestelijk Secretaris (Sekretaris Residen) Manado (1922-1924). Posisi-posisi ini menempatkannya sebagai bagian dari elite administratif lokal yang setia pada sistem kolonial.

Warisan kesetiaan ini bahkan sudah ada dari kakek buyut Prabowo, Benjamin Thomas Sigar. Benjamin pernah menjadi kapitein (pemimpin) Pasukan Tulungan, yang direkrut Belanda untuk mendukung operasi militer, bahkan menerima penghargaan bergengsi Militaire Willems-Orde kelas 4 atas jasanya dalam Perang Jawa (1825-1830) melawan Pangeran Diponegoro. Latar belakang ini menjelaskan mengapa Philip Sigar dan keluarganya mewarisi tradisi loyalitas terhadap Belanda di tengah meningkatnya nasionalisme Indonesia.

Di sisi lain, Cornelie Emelie Maengkom, nenek Prabowo, juga lahir di Minahasa pada tahun 1888. Ia merupakan bagian dari masyarakat Indo (keturunan campuran Eropa-Indonesia) yang umum di kalangan elite Minahasa saat itu. Meskipun catatan sejarahnya lebih terbatas, Cornelie mencerminkan peran perempuan dalam keluarga kolonial yang hidup di bawah pengaruh sistem pendidikan dan budaya Belanda.

Tragedi Pasca-Kemerdekaan dan Pemakaman di Den Haag

Alasan utama mengapa Philip dan Cornelie dimakamkan di Belanda adalah karena gejolak sejarah pasca-Perang Dunia II dan proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Pada periode yang dikenal sebagai “Masa Bersiap” (1945-1946), terjadi kekacauan dan kekerasan yang menargetkan orang-orang Belanda, Indo, dan siapa pun yang dianggap pro-Belanda. Banyak keluarga dengan latar belakang kolonial, termasuk keluarga Sigar, merasa terancam dan akhirnya memutuskan untuk mengungsi atau dievakuasi ke Belanda.

Philip dan Cornelie wafat pada tahun 1946, tak lama setelah tiba di Belanda, dan dikebumikan di Den Haag. Pemakaman mereka di Oud Eik en Duinen menjadi simbol nyata dari diaspora keluarga Indo yang terpaksa meninggalkan tanah air mereka setelah kemerdekaan.

Perpaduan Dua Garis Darah yang Membentuk Identitas

Kisah Philip dan Cornelie melengkapi gambaran utuh silsilah Presiden Prabowo.
Jika dari pihak ibu ia mewarisi sejarah yang dipengaruhi budaya Belanda dan koneksi ke elite kolonial Minahasa, dari pihak ayah ia mewarisi garis keturunan pejuang kemerdekaan. Ayahnya, Sumitro Djojohadikusumo, adalah ekonom terkemuka. Kakeknya dari pihak ayah, Margono Djojohadikusumo, adalah pendiri Bank Nasional Indonesia (BNI) dan bagian dari generasi pelopor kemerdekaan.

Identitas Prabowo Subianto adalah perpaduan unik dari dua garis darah yang berseberangan: loyalitas birokrat kolonial Minahasa dan semangat kemerdekaan Jawa. Ziarah ke makam kakek dan neneknya di Belanda adalah pengakuan bahwa sejarah keluarganya dan sejarah Indonesia adalah narasi yang kaya, kompleks, dan tidak terpisahkan dari warisan lintas budaya.

(*)

Dinda Tiara

About Author

You may also like

Figurin

Mengenal Sepak Terjang Sjafrie Sjamsoeddin (Part 1)

Jakarta, Teritorial.Com – Siapa yang tidak kenal dengan sosok Letjen (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin, Wakil Menteri Pertahanan Republik Indonesia di era
Figurin Nasional

Rektor UNHAN Dikukuhkan Menjadi Profesor

Jakarta, Universitas Pertahanan (Unhan) RI menyelenggarakan Sidang Senat Terbuka Pengukuhan Guru Besar Tetap dan memberikan gelar profesor kepada Laksamana Madya