Dunia Headline

Target Emisi Baru UE: Perspektif Realisme vs Liberalisme

Ursula von der Leyen, Presiden Komisi Eropa, memberikan pidato State of the European Union di Parlemen Eropa yang berlangsung di Strasbourg, Prancis, pada 10 September 2025. (REUTERS/Yves Herman)

TERITORIAL.COM, JAKARTA – Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, menyampaikan komitmen Uni Eropa untuk menetapkan target pengurangan emisi baru untuk tahun 2035 dan 2040 pada Selasa (30/9). 

Ia memastikan target tersebut akan diumumkan sebelum Konferensi Tingkat Tinggi Iklim PBB (COP30) di Belem, Brasil, November mendatang. 

Langkah ini menunjukkan upaya Uni Eropa untuk mempertahankan kredibilitasnya sebagai penggerak utama agenda iklim global. 

Bulan lalu, Uni Eropa tidak memenuhi tenggat waktu PBB untuk menyampaikan kontribusi iklim terbaru (Nationally Determined Contributions/NDC).

Meski begitu, von der Leyen tetap memastikan bahwa blok tersebut akan mengumumkan target tepat waktu menjelang COP30.

Konflik Domestik dan Perdebatan Target Iklim

Namun, negara-negara anggota Uni Eropa masih memperdebatkan perumusan target iklim, sehingga menimbulkan tantangan dalam mencapai konsensus sebelum COP30.

Prancis, Jerman, dan Polandia terus mendorong Dewan Eropa membahas target iklim secara khusus dalam pertemuan puncak akhir Oktober.

Jadwal ini menyisakan sedikit waktu untuk meraih kesepakatan sebelum COP30. 

“Saya tidak tahu apakah kita akan sempat sebelum Belem,” ungkap Pejabat senior Polandia, yang menunjukkan rasa pesimis dengan peluang penyelesaian. 

Pandangan tersebut menggambarkan bagaimana konflik politik domestik dan perbedaan kepentingan menghambat proses penyusunan target. 

Situasi ini menciptakan ketegangan antara negara yang mengutamakan ambisi tinggi dengan mereka yang lebih berhati-hati karena beban ekonomi dan sosial.

Tekanan Global dan Kompetisi Ekonomi

Selain menghadapi tantangan politik internal, Uni Eropa mendapat tekanan dari luar, yang semakin mempersulit penetapan target iklim. 

Negara penghasil emisi besar, termasuk China, telah memenuhi tenggat PBB untuk menyerahkan target iklim terbaru. 

Tekanan global semakin menempatkan posisi UE dalam posisi sulit, karena kredibilitasnya sebagai pemimpin iklim global ikut dipertaruhkan. 

Sementara itu, kompetisi ekonomi yang semakin sengit membuat beberapa negara anggota lebih memilih memprioritaskan sumber daya pada kebutuhan pertahanan maupun ketahanan energi.

Perspektif Realisme dan Liberalisme

Isu penetapan target pengurangan emisi oleh Uni Eropa dapat dianalisis melalui perspektif teori Hubungan Internasional, khususnya realisme dan liberalisme. 

Kedua teori ini menawarkan perspektif yang berbeda terkait motivasi dan strategi negara anggota.

Perspektif realisme menekankan negara sebagai tokoh utama dalam sistem politik yang ‘anarkis’ sehingga hanya fokus pada kepentingan nasional dan keamanan mereka sendiri. 

Dalam isu Uni Eropa ini, realisme menyoroti bagaimana negara anggota menekankan prioritas domestik dan upaya menjaga daya saing ekonomi saat merespons target iklim.

Polandia bersikap lebih hati-hati karena beban ekonomi dan ketergantungan pada energi fosil, sementara Prancis dan Jerman mendorong target ambisius untuk memperkuat posisi ekonomi dan politik mereka. 

Persaingan global yang ketat juga memaksa UE menyeimbangkan ambisi iklim dengan daya saing industri, sehingga fleksibilitas dan pragmatisme menjadi strategi penting. 

Kegagalan memenuhi tenggat PBB dan konflik internal juga memperlihatkan bahwa target iklim bukan hanya sebagai isu lingkungan, tetapi juga sebagai arena perebutan kekuasaan dan kepentingan antarnegara anggota.

Berbeda halnya dengan realisme, liberalisme lebih menekankan pada kerja sama antarnegara melalui institusi internasional dapat menyelesaikan sebuah isu. 

Dari perspektif liberalisme, Uni Eropa menekankan kerja sama kolektif dan melibatkan institusi supranasional untuk menetapkan target iklim. 

Komisi Eropa juga mengatur kepentingan berbeda antarnegara anggota dengan memberikan kepastian bagi bisnis, menjaga stabilitas bagi pekerja, dan meyakinkan investor, sambil mendorong fleksibilitas dan kompromi. 

Liberalisme melihat langkah ini sebagai upaya UE menangani isu kolektif yang menuntut koordinasi, kepatuhan terhadap norma, serta penerapan solusi teknokratis seperti insentif fiskal dan pengurangan birokrasi. 

Berbeda dari realisme, liberalisme lebih fokus pada bagaimana upaya UE menggunakan mekanisme institusional dan kerja sama antarnegara anggota untuk mewujudkan ambisi iklimnya. 

kaylalayalia

About Author

You may also like

Dunia

Menteri pertahanan Indonesia dan Amerika Serikat kembali bertemu

Jakarta teritorial.com – Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, kembali bertemu dengan koleganya, Menteri Pertahanan Amerikat Serikat, James Mattis, di akhir acara
Dunia

Arab Saudi Gagalkan Serangan Rudal yang Targetkan Bandara

Jakarta territorial.com- Pasukan pertahanan Arab Saudi berhasil menggagalkan serangan rudal yang diluncurkan dari wilayah konflik di Yaman, Sabtu (4/11/2017) malam