TERITORIAL.COM, JAKARTA – Amir Khan Muttaqi, Menteri Luar Negeri Taliban, mengunjungi India pada awal Oktober 2025 untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar.
Dewan Keamanan PBB sementara mencabut larangan perjalanan diplomatik bagi Muttaqi, menandakan bahwa komunitas internasional mulai mengakui pentingnya menjalin dialog fungsional dengan Kabul.
Pertemuan dengan India menandai titik balik penting dalam politik luar negeri Afghanistan, di mana kedua negara membahas kerja sama perdagangan, akses pelabuhan, bantuan kemanusiaan, dan isu konektivitas kawasan.
Langkah tersebut mencerminkan upaya pragmatis Taliban untuk mencari mitra ekonomi sekaligus strategi simbolik guna mengurangi isolasi internasional yang sejak 2021 menekan legitimasi rezim mereka.
Pada Selasa, Muttaqi juga menghadiri pertemuan regional di Moskow bersama negara-negara tetangga Afghanistan seperti India, Pakistan, Iran, Tiongkok, dan beberapa negara Asia Tengah.
Pertemuan itu menghasilkan pernyataan bersama yang menolak penempatan infrastruktur militer asing di kawasan, yang dianggap sebagai penolakan terhadap rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk kembali menguasai pangkalan militer Bagram di dekat Kabul.
Legitimasi dan Reposisi Diplomatik Taliban
Kunjungan ini memperlihatkan pendekatan pragmatic diplomacy Taliban dalam memperkuat external legitimacy.
Melalui hubungan diplomatik dengan negara besar, Taliban berupaya mengubah pandangan global yang selama ini memposisikan mereka sebagai aktor non-negara dan bukan pemerintahan yang sah.
Pendekatan ini juga mencerminkan soft balancing, ketika Taliban menggunakan diplomasi ekonomi dan kerja sama teknis untuk mengurangi ketergantungan pada Pakistan dan Iran.
Meski begitu, pelanggaran terhadap hak perempuan dan kebebasan sipil tetap menjadi hambatan utama bagi pengakuan formal Taliban oleh komunitas internasional, terutama negara-negara Barat.
Strategi Realpolitik di Asia Selatan
India menilai kunjungan Muttaqi sebagai peluang untuk membangun keterlibatan strategis dengan rezim Taliban tanpa memberikan pengakuan resmi.
Pendekatan ini juga sejalan dengan praktik realpolitik yang menempatkan kepentingan keamanan dan ekonomi ditempatkan di atas pertimbangan ideologis.
Selain itu, India memiliki kepentingan struktural untuk menjaga stabilitas Afghanistan guna menekan pengaruh Pakistan dan kelompok ekstremis lintas batas.
Di sisi lain, keterlibatan India juga memperkuat posisi regionalnya di tengah kompetisi geopolitik dengan China dan Rusia.
Melalui proyek konektivitas seperti Pelabuhan Chabahar di Iran, India berupaya memperluas akses ke Asia Tengah sekaligus menegaskan perannya sebagai kekuatan normatif dan ekonomi di kawasan
Ekonomi dan Risiko Geopolitik
Kunjungan Muttaqi membuka peluang baru bagi economic diplomacy antara India dan Afghanistan.
Taliban yang berupaya memulihkan kembali ekspor komoditas seperti almond dan aprikot, sementara India berpotensi memperoleh pasar baru serta jalur dagang alternatif.
Namun, kerja sama ini masih dibayangi sanctions regime internasional dan risiko reputasi bagi mitra ekonomi yang berhubungan langsung dengan Taliban.
Selain itu, ketidakpastian hukum dan politik di Kabul juga menimbulkan investment hesitation di kalangan pelaku usaha.
Dalam konteks ini, hubungan India dan Afghanistan masih bersifat tentatif, bergantung pada konsistensi kebijakan domestik Taliban serta respons komunitas global.
Implikasi Regional
Secara strategis, hubungan baru antara India dan Taliban berpotensi menggeser keseimbangan kekuasaan di Asia Selatan.
Pakistan mungkin menilai perkembangan ini sebagai ancaman terhadap wilayah pengaruhnya di Afghanistan, sementara China, Iran, dan Rusia akan meninjau ulang strategi keterlibatan mereka dengan Kabul.
Kunjungan Muttaqi memperlihatkan bahwa diplomasi Afghanistan tengah bergerak ke arah multi-vector foreign policy dengan memanfaatkan celah geopolitik untuk membangun otonomi strategis.
Sementara itu, India mempraktikkan strategi penyeimbangan dengan menjaga dialog tanpa pengakuan resmi.
Dalam kerangka hubungan internasional, peristiwa ini mencerminkan pergeseran menuju diplomasi berbasis pragmatisme dan kepentingan ekonomi, menggantikan pendekatan normatif pasca-2021.
Kunjungan tersebut sekaligus menguji kapasitas Taliban sebagai aktor negara yang sah serta mengubah dinamika tatanan regional dalam menyeimbangkan idealisme dengan realitas geopolitik di Asia Selatan.

