TERITORIAL.COM, JAKARTA – Presiden Venezuela, Nicolás Maduro, mengajukan permohonan tegas kepada Amerika Serikat agar tidak terlibat dalam konflik militer yang lebih luas, “No crazy war, please!” Pernyataan ini disampaikan pada Kamis (23/10) di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua negara akibat serangan militer AS di perairan internasional yang diklaim sebagai bagian dari operasi antinarkotika.
Latar Belakang Ketegangan
Sejak awal September 2025, militer AS telah melancarkan serangkaian serangan udara terhadap kapal-kapal yang diduga terlibat dalam penyelundupan narkoba di Laut Karibia dan Pasifik.
Setidaknya 37 orang tewas dalam sembilan serangan tersebut, yang menargetkan kapal-kapal yang diduga terkait dengan kelompok pejuang Kolombia, Tentara Pembebasan Nasional (ELN), dan kelompok kriminal asal Venezuela, Tren de Aragua.
Presiden AS, Donald Trump, membenarkan bahwa ia telah memberikan izin kepada CIA untuk melakukan operasi rahasia di Venezuela, dengan alasan untuk memerangi perdagangan narkoba dan mencegah migrasi ilegal ke AS.
Namun, langkah ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk ahli hukum internasional dan anggota Kongres AS, yang menilai bahwa serangan tersebut melanggar hukum internasional dan berpotensi meningkatkan ketegangan regional.
Respons Venezuela
Menanggapi langkah AS, Maduro menegaskan bahwa Venezuela tidak akan membiarkan intervensi asing merobohkan kedaulatannya.
Menteri Pertahanan Venezuela, Vladimir Padrino, menyatakan bahwa upaya-upaya tersebut akan gagal dan menegaskan kesiapan militer Venezuela untuk mempertahankan negara dari ancaman eksternal.
“Kami tahu CIA ada di Venezuela. Mereka mungkin akan menurunkan, saya tidak tahu seberapa banyak, unit yang terkait dengan operasi rahasia. Tapi upaya apapun pasti akan gagal.”
Selain itu, pemerintah Venezuela juga mengerahkan pasukan ke wilayah perbatasan dan meningkatkan keamanan di perairan teritorial untuk mencegah potensi serangan lebih lanjut.
Venezuela juga meminta dukungan dari komunitas internasional untuk menekan AS agar menghentikan tindakan militer sepihak yang dianggap ilegal.
Pada Kamis malam (23/10) waktu setempat, pemerintah Trinidad dan Tobago (negara kepulauan yang berada di dekat pesisir Venezuela), mengumumkan bahwa sebuah kapal perang milik Amerika Serikat akan berlabuh di pelabuhan ibu kotanya pada 26 hingga 30 Oktober.
Menurut laporan, dua dari korban tewas dalam serangan militer AS sebelumnya berasal dari Trinidad dan Tobago.
Kementerian Luar Negeri Trinidad menyampaikan bahwa satu unit Marinir AS akan menggelar latihan bersama dengan pasukan pertahanan lokal.

