JAKARTA, Teritorial.com –
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham IMIPAS) melangkah serius dalam menyelesaikan persoalan kewarganegaraan lintas batas antara Indonesia dan Filipina. Langkah penting itu diwujudkan dalam Rapat Finalisasi Pembentukan Desk Penanganan Persons of Indonesian Descent (PIDs) dan Persons of Filipino Descent (PPDs) yang digelar di Jakarta, Sabtu (23/10).
Rapat ini menjadi tonggak penting bagi upaya pemerintah menghadirkan keadilan dan perlindungan hukum bagi ribuan orang yang selama ini hidup tanpa pengakuan negara mana pun.
Dalam sambutannya, Ahmad Usmarwi Kaffah, Staf Khusus Menko Kumham IMIPAS Bidang Hubungan Internasional, menegaskan bahwa pembentukan Desk PIDs–PPDs adalah bentuk nyata kehadiran negara dalam melindungi mereka yang terpinggirkan oleh sistem hukum internasional.
“Desk ini adalah bukti bahwa negara hadir bagi mereka yang tidak memiliki suara dan tidak diakui oleh siapa pun. Ini bukan sekadar urusan dokumen, melainkan urusan kemanusiaan tentang hak dasar untuk diakui sebagai manusia dan warga negara,” ujar Kaffah.
Kaffah menjelaskan, isu Persons of Indonesian Descent (PIDs) dan Persons of Filipino Descent (PPDs) telah menjadi agenda bersama antara Indonesia dan Filipina sejak 2014 melalui Joint Committee on Bilateral Cooperation (JCBC). Namun, hingga kini, pelaksanaannya belum berjalan berimbang. Filipina telah menyelesaikan sebagian besar proses verifikasi terhadap warga keturunan Indonesia di Mindanao, sementara Indonesia masih perlu mempercepat langkah dalam menangani warga keturunan Filipina yang berada di wilayahnya.
“Sudah sebelas tahun kita berkomitmen di forum JCBC. Kini waktunya menunaikan janji itu. Negara tidak boleh berdiam diri ketika ada manusia yang hidup tanpa pengakuan hukum,” tegas Kaffah.
Rapat tersebut melibatkan lintas kementerian dan lembaga strategis, antara lain Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Direktorat Jenderal Imigrasi dan Pemasyarakatan, serta Kemenko Kumham IMIPAS sendiri. Turut hadir Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ombudsman RI, dan Kantor Staf Presiden (KSP).
Dari Kemenko Kumham IMIPAS, hadir Asisten Deputi Strategi Pelayanan Keimigrasian Agato, serta Tenaga Ahli Menko Firdaus, Candra Friadi, dan Dumaz Artadi.
Kaffah menilai, sinergi lintas lembaga menjadi kunci agar penanganan isu ini tidak hanya berorientasi administratif, tetapi juga memperhatikan aspek kemanusiaan dan keamanan nasional.
“Permasalahan ini bukan hanya tentang legalitas kewarganegaraan, tetapi juga menyentuh sisi sosial dan keamanan masyarakat. Karena itu, penyelesaiannya harus terkoordinasi lintas instansi,” jelasnya.
Dari hasil rapat, disepakati dua langkah utama dalam implementasi Desk PIDs–PPDs:
Penanganan PIDs di Filipina Selatan. Pemerintah Indonesia akan menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi warga keturunan Indonesia yang kesulitan memperpanjang paspor dan membayar registrasi tahunan di Biro Imigrasi Filipina. Pendanaan akan disiapkan melalui skema Bantuan Presiden (Bantres) sebagai bentuk dukungan moral dan diplomatik.
Penanganan PPDs di Indonesia Timur. Pemerintah akan melakukan pendataan dan verifikasi kewarganegaraan terhadap sekitar 500 warga keturunan Filipina di wilayah Sulawesi Utara dan sekitarnya, bekerja sama langsung dengan Pemerintah Filipina. Selama proses berlangsung, mereka akan diberikan bridging visa atau visa kemanusiaan sementara agar dapat tinggal secara sah di Indonesia.
“Ini langkah kemanusiaan yang berimbang. Filipina memastikan status warganya, sementara Indonesia menjamin hak hidup mereka secara legal. Inilah semangat diplomasi kemanusiaan yang ingin kita bangun,” kata Kaffah.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Desk PIDs–PPDs bukan hanya proyek administratif, melainkan mesin koordinasi lintas kementerian yang harus bekerja cepat dan efisien.
“Keberhasilan Desk ini tidak diukur dari tebalnya laporan, tapi dari seberapa cepat negara mengakui dan melindungi warganya yang selama ini hidup tanpa status,” ujarnya.
Desk Penanganan PIDs–PPDs dijadwalkan mulai beroperasi pada akhir 2025, dan akan menjadi bagian penting dari agenda JCBC Indonesia–Filipina 2026.
Menutup rapat, Ahmad Usmarwi Kaffah mengingatkan kembali bahwa isu kewarganegaraan lintas batas ini sejatinya adalah ujian moral bagi negara.
“Kita tidak sedang bicara tentang angka, tapi tentang manusia tentang kehidupan mereka yang menggantung tanpa kepastian. Sudah saatnya negara hadir, bukan dengan kata-kata, tapi dengan tindakan nyata,” pungkasnya.

