Opini

Kedaulatan Pangan, Hidup Matinya Sebuah Bangsa

Bogor, Teritorial.com – merupakan ke­bu­tuh­an dasar manusia yang pa­ling asasi karena sangat me­nen­tukan status gizi, kesehatan, dan kecer­das­an se­orang insan. You are what you eat. Dalam jang­ka panjang, ke­ku­rangan pangan dan gizi buruk akan me­wa­ris­kan ge­ne­rasi yang lemah, ku­rang cer­das, dan tidak produktif a lost generation. De­ngan kua­litas SDM semacam ini, tidaklah mungkin sebuah bangsa bisa maju, sejahtera, dan ber­dau­lat.

Bahkan, kelangkaan dan me­ro­ketnya harga bahan pa­ngan acap kali menimbulkan ins­ta­bi­li­tas politik yang ber­ujung pada pe­lengseran kepala negara, se­perti terjadi di Haiti, Pakistan, Mek­siko, Argentina, Nigeria, Me­sir, dan Tunisia, ke­ti­ka ne­gara-negara tersebut di­landa kri­sis pangan pada 2008.

Ka­rena itu, sangatlah te­pat bila Pre­siden RI pertama, Soe­karno, saat berpidato pada peletakan batu pertama pem­bangunan Gedung Fakultas Per­tanian IPB di Bogor tahun 1952 menyam­pai­kan pernya­ta­an prophetic bahwa “pangan ada­lah hidup-mati­nya sebuah bangsa”.

Per­nya­ta­an itu ke­mu­dian terlegitimasi oleh hasil penelitian FAO (2000) yang mengungkapkan bah­wa suatu negara dengan pen­duduk lebih besar dari 100 juta orang, tidak mungkin bisa maju, makmur, dan berdaulat, bila kebutuhan pangannya ber­gan­tung pada impor.

Sebagai negara bahari dan agraris tropis terbesar di dunia de­ngan lahan darat dan per­air­an yang subur, mestinya Indo­ne­sia bukan hanya bisa mem­ba­ngun kedaulatan pangan na­sionalnya, tetapi juga men­jadi pe­ng­ekspor beragam pro­duk pangan ke seluruh dunia feeding the world.

Ironisnya, alih-alih ber­daulat pangan, da­lam dua de­kade terakhir bang­sa Indo­ne­sia begitu bergan­tung pada pangan impor. Kita menjadi peng­impor pangan terbesar ke­tiga di dunia. Setiap tahun kita mengimpor sedi­kit­nya 1 juta ton beras, 2 juta ton gula, 1,5 juta ton kedelai, 1,3 juta ton ja­gung, 10 juta ton gandum, 600.000 ekor sapi, dan 3 juta ton ga­ram.

Sekitar 70% buah-buah­an yang kini be­re­dar di pasar-pasar di selu­ruh Nusantara ber­asal dari impor.  Lebih me­nye­sak­kan da­da, negara yang me­mi­liki po­tensi produksi per­ikan­an terbesar di dunia (100 juta ton/tahun) justru sejak Juni 2016 membuka keran impor untuk semua jenis ikan.

Ke­ru­gian yang ditimbulkan aki­bat ketergantungan kita pada bahan pangan impor pun sa­ngat besar. Mulai dari peng­ham­buran devisa, membunuh daya saing petani dan nelayan kita, memandulkan sektor per­­tanian dan kelautan-per­ikanan yang seharusnya men­jadi ke­ung­gulan kompetitif bangsa, sam­pai gizi buruk.

Makna Kedaulatan Pangan

Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Per­ta­nian Pangan Ber­ke­lan­jut­an, keta­han­an pangan ada­lah kondisi ter­penuhinya ke­bu­tuhan pa­ngan bagi seluruh rumah tang­ga di wilayah NKRI tercermin dari tersedianya pangan yang cu­kup, baik jumlah mau­pun mu­tu­nya, aman, merata, dan ter­jang­kau.

Di sini tidak di­se­but­kan sumber bahan pangan itu berasal dari mana. Artinya bisa diproduksi sen­di­ri di dalam negeri atau impor. Sementara sebuah negara di­ka­takan me­mi­liki kedau­lat­an pangan, bila pe­menuhan kebu­tuhan pangan rakyatnya ber­asal dari produksi dalam ne­geri.

Selain itu, negara yang ber­daulat di bidang pa­ngan juga mampu secara man­diri menentukan kebijakan pa­ngannya dan memberikan hak bagi warga negaranya untuk menentukan sistem usaha pro­duksi pangan yang sesuai de­ngan potensi sumber daya lokal.

Oleh karena itu, wujud nyata dari kedaulatan pangan di suatu negara tergambarkan pada empat kondisi. Pertama, adalah bila total produksi pa­ngan na­sional lebih besar da­ri­pada ke­bu­tuhannya. Kedua, se­mua bah­an pangan (khu­sus­nya sem­bil­an bahan pokok) da­lam jum­lah yang cukup, kua­litas yang baik serta aman un­tuk di­kon­sum­si, dan harga ter­jangkau, setiap saat dapat di­akses sege­nap rakyatnya.

Ke­tiga, semua produsen pangan (petani dan nelayan) hidup se­jahtera. Ke­em­pat, ke­ber­lan­jutan (sus­tai­nability) sistem usa­ha produksi pangan (per­tanian ta­nam­an pa­ngan, hor­ti­kul­tura, per­ke­­bun­an, pe­ternakan, per­ikan­an budi daya, dan per­ikan­an tang­kap), baik luas ka­wasan mau­pun pro­duk­ti­vi­tasnya terpe­li­ha­ra dengan baik.

Solusi Teknis

Belum terwujudnya kedau­lat­an pangan di Nusantara yang subur bak “zamrud di kha­tu­listiwa” ini di­te­ngarai karena “sa­lah urus”, baik pada tataran ke­bijakan makro (politik-eko­nomi) maupun pada tataran teknis pembangunan kedau­lat­an pangan.

Oleh sebab itu, un­­tuk mewujudkan ke­dau­lat­an pa­ngan dan sekaligus men­ja­di­kan sektor pertanian serta ke­lautan dan perikanan se­bagai ke­­unggulan kompetitif dan mesin pertumbuhan eko­nomi yang berkualitas secara berke­lan­jutan, pembangunan kedua sek­tor itu mesti diarah­kan un­tuk mencapai empat tu­juan:

(1) menghasilkan bahan pangan beserta segenap pro­duk hilir­nya yang berdaya saing untuk memenuhi ke­bu­tuhan nasional maupun eks­por, (2) mening­kat­kan kon­tri­businya terhadap per­tum­buh­an ekonomi nasio­nal, (3) me­ningkatkan kesejah­te­ra­an pe­tani dan nelayan, dan (4) me­me­lihara daya dukung ling­kung­an dan kelestarian sum­ber ­daya hayati.

Pada tataran teknis, kita ha­rus meningkatkan produksi se­mua bahan pangan yang bisa di­hasilkan di dalam negeri se­cara produktif, efisien, ber­kea­dilan, dan berkelanjutan. Ini dapat di­laksanakan melalui pro­gram intensifikasi, eksten­si­fikasi, dan diversifikasi usa­ha budi daya:

(1) tanaman pa­ngan, (2) hortikultura (buah-buahan dan sayuran), (3) per­ke­bunan, (4) ta­naman obat/ her­bal, (5) pe­ter­nakan, dan (6) perikanan. Se­lain itu, perlu peningkatan pro­duktivitas dan efisiensi usaha penang­kapan sumber daya ikan di laut maupun perairan umum darat (sungai, rawa, danau, dan wa­duk) secara ramah ling­kung­an sesuai dengan potensi pro­duk­si lestari di setiap wilayah per­airan.

Dengan meng­gu­na­kan bio­teknologi (genetic engi­neering) yang ramah lingkung­an, kita pun bisa mem­bu­di­da­ya­kan tanaman pangan dan hor­ti­kul­tura yang selama ini ha­nya dilakukan di darat (se­perti padi, jagung, dan ke­de­lai), di ekosis­tem laut. Seperti yang telah di­ker­jakan di Israel, AS, dan China da­lam dua da­sa­warsa terakhir.

Usaha budi daya tersebut harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), baik pada tingkat nasional, pro­­vinsi, maupun kabu­pa­ten/kota. Usaha budi daya ini harus di luar kawasan lindung. Oleh kare­na­nya, program eks­ten­sifikasi ha­rus diprio­ri­tas­kan di lahan-la­han kritis yang kini luasnya men­capai 11 juta hektare.

Pro­gram food estate  di Merauke dan daerah-daerah lain yang sudah dicanangkan pemerintah seyo­gia­nya cepat direalisasikan. De­ngan catat­an, harus prorakyat setempat dan ramah lingkung­an. Pada saat yang sama, lahan-lahan pertanian, perkebunan, dan perikanan tidak boleh lagi dikonversi menjadi kawasan industri, pemukiman, infra­struktur dan peruntukan lain­nya. Sebaliknya, harus dija­di­kan sebagai lumbung pangan nasional.

Selanjutnya setiap unit usa­ha keenam kelompok budi daya dan penangkapan ikan itu ha­rus memenuhi beberapa syarat, yakni: (1) memenuhi skala eko­nomi; (2) mene­rap­kan supply-chain management system  secara terintegrasi yang meliputi sub­sis­tem pro­duksi, industri pasca panen (handling and processing), hing­ga ke pemasaran; (3) meng­gu­nakan teknologi mutakhir pada setiap rantai suplai; dan (4) mengikuti prinsip-prinsip pem­­­ba­ngunan yang ramah ling­kungan dan ber­ke­lan­jut­an.

Mu­lai dari sekarang kita ha­rus mem­perkuat dan me­ngem­­bang­kan industri hi­lir di selu­ruh sentra produksi per­tanian dan perikanan agar kita mem­per­oleh nilai tam­bah, lapangan kerja, dan mul­tiplier effects ekonomi. (ber­sam­bung)

Rokhmin Dahuri Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB & Ketua Umum Gerakan Nelayan dan Tani Indonesia (GANTI).

Sony Iriawan

About Author

You may also like

Opini

Cyber Army dan Cyber Militia

Terdapat beberapa kejadian di dunia maya yang dianggap oleh beberapa pihak sebagai suatu “perang siber”. Salah satu contoh yang menarik
Opini

Laut Cina Selatan Masa Depan Geostrategi Tiongkok

Disamping letaknya yang sangat strategis bagi jalur pelayaran Internasional, kekayaan akan sumber daya alam berupa kandungan minyak dan gas alam