Jakarta, Teritoril.com – Presiden Joko Widodo menemui peserta ‘Aksi Kamisan’ hari ini. Istri aktivis HAM mendiang Munir, Suciwati mengatakan, kedatangan Presiden Jokowi ke aksi Kamisan bukan sesuatu yang istimewa. Ia menegaskan, sejak awal digelar hingga saat ini yang sudah mencapai ke-540, aksi Kamisan bukan hanya untuk dikunjungi atau bertemu Presiden, melainkan untuk mendesak pertanggungjawaban negara atas berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.
Istri aktivis HAM almarhum Munir itu mengatakan kedatangan Presiden Jokowi ke Aksi Kamisan di penghujung bulan Mei 2018 ini, justru menimbulkan pertanyaan. Karena sejak jauh-jauh hari sebelum hari ini, Aksi Kamisan telah berlangsung selama 11 tahun lamanya di depan Istana Negara RI.
“Kami mengkhawatirkan bahwa kedatangan Presiden Jokowi atau pertemuan yang akan dilakukan hari ini hanyalah sesuatu yang bersifat simbolis atau merupakan sebuah gimmick di tengah tahun politik yang sedang berlangsung,” kata Suciwati dalam keterangan persnya, Kamis (31/5/2018).
Jika kedatangan tersebut bertujuan politis demi kepentingan Pilpres 2019 maka tidak akan pernah ada gunanya. Yang Indonesia butuhkan saat ini bukan sekedar pencitraan namun tekad dan komitmen kuat dari Kepala Negara untuk bertanggung jawab menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
“Alih-alih hanya datang menemui massa Aksi Kamisan yang cenderung kuat nuansa pencitraannya, seharusnya Presiden Jokowi lebih memprioritaskan agenda pembentukan Komite Kepresidenan tersebut di atas dan melakukan tindakan yang konkret daripada hanya sekadar tindakan populis saja gembar-gembor diawal tanpa hasil apapun,” jelas dia.
Suciwati mengingatkan selama menjabat sebagai Presiden Jokowi memiliki performa sangat lamban dalam menyelesaikan atau setidak-tidaknya memberi respons terhadap masalah-masalah terkait pelanggaran HAM. Padahal agenda penyelesaian pelanggaran HAM sudah tertuang dalam dokumen Nawa Cita Jokowi-JK.
Ia juga menyayangkan Presiden membiarkan Jaksa Agung menolak melakukan penyidikan 9 peristiwa pelanggaran HAM berat yang telah diselidiki Komnas HAM. Dan termasuk Presiden menolak mengumumkan dokumen Hasil Penyelidikan Tim Pencari Fakta (TPF) meninggalnya Munir. Bahkan, lanjut dia, dokumen sempat disebutkan tidak diketahui keberadaannya. (SON)