TERITORIAL.COM, JAKARTA – Ketidakadilan bukanlah hal baru dalam sejarah manusia, melainkan sebuah isu dasar yang muncul dari zaman kuno, hingga sekarang.
Ketimpangan ini terus hadir di seluruh aspek kehidupan manusia, yang datang dalam berbagai bentuk, ekonomi, sosial, politik, ataupun hukum. Hal ini merupakan rangkaian sejarah, yang kemudian diabadikan dan diterapkan oleh beberapa generasi.
Memperjuangkan keadilan bukan hanya menuntut hak-hak yang belum terpenuhi, atau sekadar mendorong kebijakan yang timpang, tetapi juga melindungi hak-hak yang telah diraih agar orang lain tidak merenggutnya kembali.
Ketidakadilan Hadir di Berbagai Bentuk dalam Kehidupan Manusia
Ketidakadilan memang bukan konsep sederhana, melainkan hadir sebagai fenomena kompleks yang memicu lahirnya berbagai isu-isu lainnya dan berdampak pada kehidupan jutaan orang di seluruh dunia.
- Ketimpangan ekonomi, dapat dilihat sebagai bentuk kemiskinan yang meluas, menciptakan tembok tinggi antara kaya dan miskin, dan berakhir merusak stabilitas ekonomi.
- Ketimpangan sosial, dapat dilihat sebagai bentuk diskriminasi ras, agama, maupun gender. Hal ini menempatkan kelompok minoritas sebagai korban stereotip, prasangka, dan kebijakan tidak adil.
- Ketimpangan politik, dapat dilihat sebagai bentuk korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, hingga timbul penindasan terhadap rakyat kecil.
Namun, upaya dalam melawan kezaliman yang terus mengakar tentu tidak selalu berjalan mulus.
Rintangan dalam Melawan
Perjuangan melawan ketidakadilan tentu tidak mudah, dan banyak tantangannya. Sama halnya seperti bayangan, selama ada cahaya, ia akan terus mengikuti dalam bayangan.
Begitu pula ketidakadilan, selama ada kekuasaan dan perbedaan kepentingan, ia akan terus muncul. Memang kadang tidak terlihat, tetapi keberadaannya selalu hadir dan sulit untuk dihindari, jika kita memilih untuk diam.
Dalam memperjuangkan ketidakadilan, mereka yang diuntungkan dari sistem timpang biasanya memiliki kekuasaan lebih besar atau status quo.
Sementara itu, mereka yang menjadi korban kerap kesulitan dalam menyampaikan suara karena adanya rasa takut, entah dikucilkan, dipecat, atau bahkan diintimidasi.
Di sisi lain, perjuangan ini kerap terbentur dengan tantangan internal seperti perbedaan pandangan, strategi, maupun tujuan, yang sering kali membuat gerakan yang seharusnya bersatu justru terpecah.
Rendahnya kesadaran publik serta lemahnya pelaksanaan hukum juga kerap memperumit upaya memperjuangkan keadilan.
Ketidakadilan di Pendidikan dan Dunia Kerja
Bentuk ketidakadilan juga mudah kita temukan dalam keseharian, terutama di bidang pendidikan dan pekerjaan.
Dalam dunia pendidikan, kita kerap menemukan bagaimana anak-anak dari keluarga berada lebih memiliki peluang untuk menikmati sekolah berkualitas dengan sarana lengkap, sementara siswa dari latar belakang kurang mampu kerap terbentur biaya dan keterbatasan fasilitas.
Kondisi ini membuat pendidikan, yang seharusnya menjadi jembatan kesetaraan, justru memperlebar jurang sosial.
Sementara itu, di ranah pekerjaan, ketidakadilan terlihat melalui perbedaan upah, diskriminasi berdasar gender, hingga akses karier yang hanya berpihak pada kelompok tertentu.
Banyak pekerja merasa hak mereka tidak diakui dan suara mereka diabaikan. Apabila terus berlanjut, ketidakadilan di sektor pendidikan dan pekerjaan hanya akan memperkokoh kesenjangan sosial dalam masyarakat.
Keadilan sudah sepatutnya menjadi prinsip dalam setiap aspek kehidupan manusia. Perjuangan ini tentu membutuhkan komitmen yang kuat, salah satunya melalui refleksi diri.
Ketidakseimbangan ini tidak selalu datang dari luar, melainkan kerap tumbuh dalam sikap dan keyakinan pribadi yang tanpa disadari memperkuat ketidakadilan sistemik.
Melalui refleksi diri, kita mampu menyadari prasangka maupun asumsi yang ada dalam diri, lalu berusaha untuk memperbaikinya!