Campuz

Inspiratif! Kembar Banyuwangi Lolos LPDP dan Studi Human Rights Law di University of Melbourne

Saudara kembar Devi Yusvitasari dan Desi Yunitasari berhasil meraih beasiswa LPDP secara bersamaan dan pada 2025 mulai menempuh studi di University of Melbourne, Australia.

TERITORIAL.COM,JAKARTA – Tak terpisahkan sejak dalam kandungan, saudara kembar Devi Yusvitasari dan Desi Yunitasari berhasil lolos beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) ke Australia secara bersamaan. Keduanya kini tengah menempuh studi Master of Laws (LL.M.) di University of Melbourne, dengan fokus bidang Human Rights Law.

“Sebenarnya kami sudah memperoleh LPDP sejak akhir tahun 2023, namun kami masih mempertimbangkan kampus tujuan. Dikarenakan kami kemarin mendapat LoA (Letter of Acceptance) di beberapa kampus lain seperti Columbia University, Johns Hopkins University, Leeds hinga Newcastle University. Tapi keputusan kami akhirnya jatuh kepada University of Melbourne di tahun ini,” ungkap Desi, Jumat (26/09/2025).

Tumbuh dari Keluarga dengan Keterbatasan Ekonomi

Saudara kembar yang kini berusia 26 tahun itu berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur. Mereka tumbuh dalam keluarga dengan segala keterbatasan ekonomi yang menyertainya.

Sejak kecil, sang ibu bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT). Ketika berstatus single parent, ibu mereka bahkan sempat merantau ke Singapura demi menafkahi keluarga. Namun, setelah tiga bulan, ia terpaksa pulang ke Indonesia karena tidak mendapat upah sesuai haknya.

Saat ini, ibu dan ayah sambung Devi dan Desi menjalani keseharian mereka sebagai buruh tani di kampung halaman.

Perjuangan Sejak Duduk di Bangku SD

Desi menceritakan bahwa sejak SD, ia dan Devi sudah terbiasa mendapatkan bantuan pendidikan atau beasiswa karena prestasi mereka yang bertahan menjadi juara kelas.

Namun, perjuangan sesungguhnya dimulai setelah lulus SMA. Keduanya tidak dapat langsung melanjutkan kuliah karena kendala finansial. Mereka kemudian memutuskan bekerja sebagai Sales Promotion Girl (SPG) di perusahaan berbeda selama satu tahun. Sambil bekerja, mereka tetap belajar untuk mengikuti ujian SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Perjuangan tersebut membuahkan hasil. Pada 2017, keduanya diterima di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) di Bali dengan program studi Hukum.

“Kami waktu S1 juga dapat beasiswa. Seperti Beasiswa Bank Indonesia, Peningkatan Prestasi Akademik (PPA), Beasiswa Pertukaran Mahasiswa dari Kemenristekdikti, Beasiswa Mahasiswa Berprestasi dari Pemda Banyuwangi, hingga Beasiswa Dataprint. Dapat pengurangan UKT juga, dari kurang lebih Rp4 juta menjadi Rp500 ribu per semester,” jelas Devi.

Pada 2021, Devi dan Desi lulus kuliah tepat waktu dengan IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) yang fantastis. Devi meraih IPK 3,96, sementara Desi, sang adik kembar, meraih IPK 3,95.

Karier di Organisasi Kemanusiaan

Setelah lulus, keduanya bekerja di firma hukum yang sama. Kemudian, mereka pindah ke UNICEF di kantor Indonesia untuk sementara waktu. Perjalanan karier berlanjut sebagai organizing committee di Komnas Perempuan, hingga kini mengembangkan Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Banyuwangi.

Pengalaman Sang Ibu Jadi Motivasi

Pengalaman sang ibunda ketika merantau ke Singapura menjadi latar belakang yang memotivasi Devi dan Desi untuk fokus pada isu hak asasi manusia, khususnya perlindungan perempuan dan anak.

“Itu jadi salah satu alasan kami mengambil jurusan Human Rights,” ujar Devi.

Beasiswa LPDP berhasil mereka peroleh hanya dalam satu kali percobaan. Mereka juga mengakui bahwa tes bakat skolastik yang dihadapi memiliki tingkat kesulitan yang sangat tinggi.

“Selain banyak berlatih, kami juga selalu evaluasi untuk mencari kelebihan atau kekurangan kami di jenis soal yang mana. Misalnya, dari sekian banyak kategori soal yang tertera, kalau kita kurang kuat di kategori numeric, kita bisa maksimalkan di analogi verbal,” jelas Desi.

Meyakinkan Interviewer LPDP

Pihak LPDP sempat menanyakan mengapa mereka berdua mempunyai mimpi yang sama dan apakah fokus mereka saling tumpang tindih.

“Pihak LPDP sempat bertanya perihal kebersamaan atau kesamaan fokus kami hingga pengalaman kami. Kami menjawab bahwa pada dasarnya kami memang memiliki kesamaan dan selalu berkolaborasi untuk saling melengkapi dalam advokasi,” ujar Desi.

“Misalnya, salah satu di antara kami fokus ke sisi substansi, maka yang satunya lagi akan fokus ke sisi strategi. Kesamaan kami tidak bersifat mengulang-ulang ataupun tumpang tindih. Kami telah meyakinkan interviewer bahwa fokus serta pengalaman kami justru memperkuat advokasi kami terhadap perempuan dan anak,” imbuhnya.

Alasan Memilih Melbourne

Devi dan Desi memilih berkuliah di Melbourne bukan tanpa alasan. Selain karena University of Melbourne merupakan salah satu kampus hukum terbaik di dunia, masa studinya yang singkat, yakni satu tahun, juga menjadi pertimbangan utama. Durasi ini lebih singkat dibandingkan perguruan tinggi luar negeri lainnya yang umumnya memakan waktu dua tahun.

Harapan mereka setelah lulus S2 adalah melanjutkan kuliah S3 dengan mencari beasiswa sambil berkecimpung di ranah pendidikan, seperti menjadi research associate, dan tetap aktif dalam kegiatan kemanusiaan.

Saling Menguatkan sebagai Kembar

Memiliki saudara kembar yang tertarik pada isu yang sama, menurut Desi, adalah sebuah anugerah dalam hidup. Mereka bisa saling memotivasi, terutama ketika menghadapi suatu masalah.

“Jadi saling menjadi reminder satu sama lain untuk selalu bersyukur dan kembali ke tujuan awal kenapa kita memulai keputusan. Kalau tantangan sudah pasti ada, seperti misalnya kalau ada perbedaan pendapat, kita selalu berusaha mencari jalan tengah yang terbaik, seperti hasil keputusan menentukan kampus University of Melbourne ini,” tutup Desi.

Kayla Dikta Alifia

About Author

You may also like

Campuz Nasional

KPK Tinjau Ulang Kasus Pencucian Uang Setya Novanto Pasca Bebas Bersyarat

TERITORIAL.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini meminta perkembangan terbaru dari Bareskrim Polri terkait kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian
Campuz Dunia

Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata Gaza dan Pembebasan Sandera

TERITORIAL.COM, JAKARTA – Hamas mengumumkan menerima usulan gencatan senjata Gaza selama 60 hari, yang mencakup pembebasan setengah dari sekitar 20