TERITORIAL.COM, JAKARTA – Presiden Prancis Emmanuel Macron akan menunjuk perdana menteri baru dalam 48 jam, sebagai upaya meredakan krisis politik yang melanda negaranya dalam beberapa dekade terakhir.
Tak hanya itu, langkah ini juga diambil menyusul pengunduran diri Sébastien Lecornu, perdana menteri kelima dalam dua tahun terakhir, yang mundur hanya beberapa jam setelah mengumumkan kabinetnya.
Kebuntuan Parlemen Menghambat Pemerintahan
Kondisi ini mencerminkan bahwa parlemen mengalami kebuntuan politik karena tidak ada partai yang mampu membentuk mayoritas stabil.
Akibatnya, proses pembahasan anggaran serta kebijakan ekonomi utama terhenti dan menimbulkan kekhawatiran publik mengenai keberlanjutan stabilitas politik Prancis.
Menanggapi hal ini, Macron meminta Lecornu mengadakan serangkaian pertemuan dengan para pemimpin politik dari kiri-tengah hingga kanan-tengah untuk mencari jalan keluar.
“Kebanyakan anggota parlemen menentang pembubaran (parlemen), ada dasar bagi stabilitas, dan ada kemungkinan untuk mengesahkan anggaran sebelum 31 Desember,” kata kantor kepresidenan Élysée.
Selain itu, kantor kepresidenan Élysée juga memastikan Macron akan segera menunjuk perdana menteri baru.
Peluang yang Masih Terbuka
Meskipun belum ada kesepakatan konkret, Lecornu menilai adanya peluang untuk membentuk pemerintahan baru.
“Saya percaya masih ada kemungkinan jalan keluar,” ujar Lecornu mengenai upaya mencapai kesepakatan pengesahan anggaran 2026 sekaligus menjaga stabilitas keuangan Prancis, ekonomi terbesar kedua di zona euro.
Ia menegaskan bahwa keputusan akhir sepenuhnya berada di tangan Macron dan mengakui kecilnya kemungkinan digelarnya pemilu legislatif kilat.
Dalam wawancara dengan France 2 TV, Lecornu mengatakan bahwa mencapai kesepakatan tetap sulit, namun masih ada ruang untuk optimisme.
Tekanan Macron dari Oposisi Meningkat
Tekanan politik terhadap Macron terus meningkat, dengan kelompok sayap kanan dan kiri ekstrem menyerukan agar ia mengadakan pemilu baru atau mengundurkan diri.
Laure Lavalette, anggota parlemen dari National Rally (RN), menuduh Macron hanya berusaha membeli waktu.
Selanjutnya Marine Le Pen, pemimpin RN, menolak berpartisipasi dalam pembicaraan dengan Lecornu, sekaligus menegaskan tidak akan ikut dalam kesepakatan apa pun dan menuntut pemilu segera.
Dari kubu kiri, Jean-Luc Mélenchon dari France Unbowed juga mendesak Macron untuk mundur, menganggap itu satu-satunya jalan keluar dari krisis.
Blok Kiri Siap Ambil Alih
Di sisi lain, kelompok kiri-tengah yang dipimpin Olivier Faure dari Partai Sosialis dan Marine Tondelier dari Partai Hijau menyatakan keinginan untuk memimpin pemerintahan berikutnya.
Mereka mengusulkan pajak kekayaan 2% bagi 0,01% warga terkaya serta pencabutan reformasi pensiun yang tidak populer.
Usulan tersebut juga mendapat dukungan luas dari publik, namun menuai penolakan keras dari kelompok konservatif.
Pasar Keuangan Terguncang
Krisis politik ini mengguncang pasar keuangan dan membuat investor khawatir terhadap melebar-nya defisit anggaran Prancis.
Meski demikian, pasar mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan setelah Lecornu menyampaikan optimisme hati-hati mengenai peluang tercapainya kesepakatan.
Indeks CAC 40 Paris naik 1,1%, meski tetap termasuk salah satu indeks dengan kinerja terlemah di Eropa sepanjang 2025.
Dengan waktu yang semakin menipis, Macron menghadapi ujian besar, membentuk pemerintahan stabil dan mengembalikan kepercayaan publik, atau membiarkan Prancis kembali terjebak dalam krisis politik berkepanjangan.
Realisme: Stabilitas Politik dan Kepentingan Nasional
Dari perspektif realisme, Macron bergerak cepat menunjuk perdana menteri baru dan membentuk pemerintahan stabil untuk menjaga kekuasaan dan posisi Prancis di dalam maupun luar negeri.
Selain itu, kenaikan defisit anggaran dan turunnya indeks CAC 40 menunjukkan bahwa ketidakstabilan domestik langsung melemahkan kemampuan Prancis menjaga kekuatan ekonominya, salah satu pilar penting kepentingan nasional.
Tekanan dari kelompok sayap ekstrem yang menuntut pemilu baru atau pengunduran diri Macron mencerminkan ancaman terhadap kekuasaan eksekutif yang harus segera diatasi.
Oleh karena itu, Macron meminta Lecornu mengadakan pertemuan lintas partai untuk mencapai kesepakatan anggaran, sebagai taktik realistis untuk menjaga kontrol politik tetap di tangannya meski harus berkompromi sementara.