TERITORIAL.COM, JAKARTA – Sekitar 500 orang demonstran menyerbu iring-iringan mobil Presiden Ekuador, Daniel Noboa pada Selasa (7/10). Massa melempari batu ke arah kendaraan presiden saat rombongan melewati wilayah provinsi Cañar, menjelang acara peresmian proyek pengolahan air limbah. Meskipun terjadi kerusakan pada kaca mobil, Noboa dilaporkan selamat tanpa luka serius.
Menteri Lingkungan Hidup dan Energi, Inés Manzano, langsung menyebut insiden tersebut sebagai upaya pembunuhan terhadap kepala negara. Ia mengaku pihak berwenang menemukan bekas peluru pada mobil presiden, sekaligus melaporkan pengrusakan aset negara. “Menembaki mobil presiden, melempari batu, merusak properti negara, tindakan kriminal semata. Kami tidak akan tinggal diam,” ujarnya.
Kantor Kepresidenan Ekuador menyatakan bahwa lima orang telah ditangkap pasca-insiden. Mereka akan dihadapkan pada tuduhan terorisme dan percobaan pembunuhan.
Di sisi lain, kelompok adat utama Ekuador, CONAIE (Confederation of Indigenous Nationalities of Ecuador), menolak narasi pemerintah. Mereka menuding bahwa kerusuhan ini adalah bagian dari represi terencana terhadap warga yang memprotes. Dalam unggahan di platform X, CONAIE menyebut bahwa setidaknya lima orang ditahan secara sewenang-wenang dan bahwa beberapa demonstran, termasuk perempuan lanjut usia, menjadi korban tindakan aparat.
Presiden Noboa, dalam pidato pada acara di kota Cuenca tak lama setelah kejadian, menyampaikan bahwa pemerintahannya tidak akan ambil jalan tengah terhadap tindakan kekerasan. “Jangan ikuti teladan buruk mereka yang berusaha menghentikan kami datang ke acara ini dan yang menyerang kami. Serangan semacam itu tidak akan ditolerir di Ekuador baru ini. Hukum berlaku bagi semua orang,” katanya.
Namun konflik ini tidak terlepas dari latar yang lebih luas. Pemicu utama demonstrasi adalah keputusan Noboa pada pertengahan September lalu untuk menghapus subsidi bahan bakar diesel. Pemerintah menyebut penghapusan itu akan menghemat anggaran hingga 1,1 miliar dolar AS per tahun, sebagian dana tersebut akan digunakan sebagai kompensasi bagi petani kecil dan pekerja transportasi.
Langkah itu memicu protes massal di banyak provinsi. Beberapa daerah pun diberlakukan status darurat guna menjaga ketertiban umum.
Dalam perkembangan terbaru, seorang hakim di Ekuador memerintahkan pembebasan kelima tersangka yang ditangkap atas tuduhan melempari konvoi presiden. Hakim menyatakan penahanan mereka melanggar prosedur hukum. Tuduhan terhadap kelima orang itu berubah dari “percobaan pembunuhan dan terorisme” menjadi “perlawanan” dalam pemeriksaan pengadilan.
Proses investigasi terus berjalan. Jaksa umum menyebut akan melanjutkan penyelidikan meskipun keputusan pengadilan membebaskan para tersangka telah diumumkan.
Krisis sosial-politik ini makin mempertajam ketegangan di Ekuador. Para pemimpin adat menyatakan penolakan terhadap kebijakan bahan bakar tersebut tidak akan padam, dan mereka menyerukan dialog yang setara. Sedangkan pemerintah tetap pada posisinya: menolak tindakan kekerasan tetapi mempertahankan kebijakan fiskal yang telah diambil.