TERITORIAL.COM, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan rencana kemungkinan pengerahan pasukan militer ke Nigeria untuk menghentikan pembunuhan terhadap umat Kristen di negara tersebut.
Ia menyampaikan hal ini di atas pesawat Air Force One, Minggu (2/11), dalam perjalanan kembali ke Washington setelah berlibur di Florida.
AS Tegaskan Siap Gunakan Kekuatan Militer
Trump secara tegas menyatakan bahwa Washington tidak akan tinggal diam melihat meningkatnya kekerasan di Nigeria.
“Bisa saja. Saya membayangkan berbagai kemungkinan. Mereka membunuh umat Kristen dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya di Nigeria, dan kami tidak akan membiarkan hal itu,” kata Trump terhadap awak media.
Pernyataan tersebut menunjukkan kesiapan AS untuk menggunakan kekuatan militer demi menghentikan kekerasan yang menurut Trump sudah mencapai tingkat mengkhawatirkan.
Sehari sebelumnya, ia juga mengancam akan mengambil tindakan tegas jika pemerintah Nigeria gagal mengendalikan situasi.
Nigeria Kembali Masuk Daftar Negara Bermasalah
Ancaman ini muncul sehari setelah pemerintahan Trump kembali menempatkan Nigeria dalam daftar Countries of Particular Concern.
Negara lain dalam daftar tersebut antara lain Tiongkok, Myanmar, Korea Utara, Rusia, dan Pakistan.
Trump menilai pemerintah Nigeria tidak mampu melindungi komunitas Kristen dari serangan kelompok ekstremis seperti Boko Haram dan Islamic State West Africa Province (ISWAP).
Namun, sejumlah pengamat menilai bahwa konflik di Nigeria tidak semata-mata berlatar belakang agama, melainkan juga dipicu oleh faktor ekonomi, etnis, dan perebutan sumber daya.
Nigeria Pertahankan Kedaulatan Nasional
Pemerintah Nigeria menegaskan bahwa mereka bersedia menerima bantuan internasional untuk memerangi terorisme, tetapi menolak segala bentuk intervensi militer yang melanggar kedaulatan.
Beberapa pejabat di Abuja menekankan bahwa Nigeria memiliki kemampuan sendiri untuk mengelola ancaman keamanan domestik tanpa campur tangan asing secara langsung.
Sikap ini menegaskan posisi Nigeria sebagai negara berdaulat yang menolak tekanan eksternal, terutama dari kekuatan besar seperti Amerika Serikat.
Intervensi Asing AS
Dari perspektif Hubungan Internasional, pernyataan Trump mencerminkan ketegangan klasik antara prinsip kedaulatan negara dan doktrin intervensi kemanusiaan.
Amerika Serikat kembali menegaskan perannya sebagai aktor global yang merasa memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi kelompok tertentu di negara lain.
Di sisi lain, Nigeria menekankan prinsip non-intervensi dan kedaulatan, sebagaimana tercantum dalam Piagam PBB dan doktrin regional Uni Afrika.
Perbedaan antara dua prinsip ini memperlihatkan bagaimana politik global masih diwarnai tarik-menarik antara kekuatan besar dan negara berkembang dalam menentukan batas intervensi kemanusiaan.
Ancaman Trump juga berpotensi mengguncang stabilitas Afrika Barat karena bisa memicu reaksi negatif dari negara tetangga dan organisasi regional.
Kasus ini memperlihatkan bagaimana isu agama dan keamanan dapat dimanfaatkan sebagai instrumen politik luar negeri.
Dalam konteks ini, Nigeria tidak hanya menjadi arena konflik internal, tetapi juga menjadi simbol pertarungan wacana antara kedaulatan dan intervensi atas nama kemanusiaan.

