TERITORIAL.COM, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyiapkan dana investasi sebesar Rp 20 triliun untuk membangun peternakan ayam pedaging dan petelur secara terintegrasi di seluruh Indonesia.
Menteri Pertanian yang juga Kepala Bapanas, Andi Amran Sulaiman, menjelaskan bahwa program ini merupakan hasil dari rapat finalisasi hilirisasi sektor pertanian, pangan, perkebunan, hortikultura, dan peternakan yang melibatkan berbagai kementerian/lembaga terkait.
Tujuannya adalah mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto, agar pasokan ayam dan telur tetap terjaga dan tidak mengalami kekurangan di tengah pelaksanaan program tersebut.
Amran menambahkan bahwa dana Rp 20 triliun tersebut akan dialokasikan melalui Badan Pengelola Investasi Danantara Indonesia (BPI Danantara). Penentuan lokasi peternakan akan difokuskan di wilayah yang saat ini masih mengalami kekurangan pasokan ayam dan telur.
Menurut rencana, proses pra-studi kelayakan (pre-feasibility study) akan dilakukan segera dan pembangunan diharapkan mulai awal 2026.
Melalui pengembangan peternakan ayam terintegrasi ini, pemerintah menargetkan bahwa dalam satu tahun program MBG dapat didukung dengan tambahan kebutuhan sekitar 700.000 ton telur dan 1,1 juta ton ayam pedaging.
Selain itu, program ini juga diharapkan mendorong pemerataan ekonomi di desa, membuka lapangan kerja baru, diperkirakan bisa menciptakan hingga 3 juta lapangan kerja dalam empat tahun ke depan di sektor peternakan, perkebunan, dan subsektor terkait.
Langkah ini sejalan dengan strategi “hilirisasi” yang digaungkan Kementan, menguatkan rantai nilai dari sektor pertanian/peternakan agar hasil produksi jadi lebih bernilai tambah dan tidak hanya mengandalkan bahan mentah.
Dengan meningkatnya permintaan akibat MBG, menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pangan (termasuk ayam dan telur) menjadi penting, Amran menyebut bahwa kenaikan harga ayam di sejumlah daerah dianggap sebagai “sinyal positif” dari aktivitas ekonomi di desa.
Fokus di wilayah yang terpencil menunjukkan bahwa program ini bukan hanya skala nasional di kota besar, tapi juga diarahkan untuk wilayah-wilayah yang selama ini kurang terlayani, sehingga ada dimensi pemerataan.
Meski investasi besar telah dialokasikan (Rp 20 triliun), tantangan di lapangan tetap ada, yakni mencakup lokasi, logistik, integrasi antara peternakan, pengolahan, distribusi, hingga pasar.
Keberhasilan program sangat tergantung pada efektivitas implementasi, apakah peternakan benar-benar terintegrasi dengan baik dan bagaimana pengawasan terhadap mutu dan keberlanjutan.
Bagi masyarakat desa, program ini bisa membuka peluang baru, namun juga penting diperhatikan terkait dampak lingkungan, kebijakan pakan, serta dampak sosial-ekonomi bagi peternak skala kecil.

