TERITORIAL.COM, JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengambil langkah untuk menggunakan dana hasil sitaan kasus korupsi ekspor minyak kelapa sawit (CPO) sebesar Rp13,2 triliun sebagai dana Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Keputusan tersebut juga atas mandat dari Presiden Prabowo Subianto saat sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Senin (20/20/2025) lalu.
Purbaya menjelaskan bahwa dana hasil sitaan korupsi tersebut telah masuk ke kantong LPDP.
Bahkan dana tambahan yang diberikan untuk LPDP nominalnya lebih besar dari 13,2 triliun, yaitu sejumlah Rp25 triliun.
“Sudah dimasukin ke LPDP, kita lebih kasih malah Rp25 triliun ke LPDP,” ungkapnya saat ditemui di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Sebelumnya, prubaya juga sudah mengundang Plt. Direktur Utama LPDP Sudarto di kantornya, pada Selasa pagi untuk mendiskusikan penggunaan dana hasil sitaan korupsi CPO tersebut.
“Diskusi lah anggaran seperti apa untuk tahun ini dan tahun depan. Diskusinya juga yang perintah Presiden Rp13,1 triliun yang dari dana itu, yang diserahkan dari Kejagung akan dieksekusi apa enggak,” kata Purbaya.
Kendati demikian, saat itu Purbaya tak merincikan lebih detail soal nominal dana sitaan yang akan dialokasikan ke LPDP.
Dia hanya menyebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah mengalokasikan dana sejumlah Rp25 triliun untuk LPDP.
“Kita sudah siapkan Rp 25 triliun untuk tahun ini ya, jadi nggak masalah itu,” kata Purbaya.
Saat sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta pada Senin lalu, Prabowo meminta Kemenkeu mengalokasikan dana Rp 13 triliun untuk LPDP yang berujung untuk riset hingga beasiswa anak bangsa.
Diketahui, pada tahun 2025, LPDP hanya membuka kuota penerima beasiswa sebanyak 4.000 orang, berkurang dari kuota tahun 2024, yakni sebanyak 8.592 orang.
“Mungkin yang Rp 13 triliun disumbangkan atau diambil oleh Jaksa Agung, hari ini diserahkan Menteri Keuangan. Mungkin Menteri Keuangan, mungkin sebagian bisa kita taruh di LPDP untuk masa depan,” ucap Prabowo kepada Purbaya dalam sidang kabinet paripurna, Senin.
Dana Rp 13 triliun itu didapatkan dari prosesi penerimaan negara di Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Senin pagi.
Prabowo menyaksikan langsung penyerahan tersebut dari Kejagung yang menangani kasus korupsi CPO.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkap bahwa dana yang seharusnya disita seharusnya berjumlah Rp 17,7 triliun, tetapi negara baru berhasil menyita Rp 13 triliun dari PT Wilmar Group, sedangkan perusahaan lainnya meminta penundaan.
“Hari ini, kami serahkan Rp 13,225 triliun karena yang Rp 4,4 (triliun)-nya diminta Musim Mas dan Permata Hijau. Mereka meminta penundaan,” ungkap Burhanuddin dalam acara.
Sebagai informasi, penyitaan tersebut sebagaimana keputusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan bahwa PT Wilmar Group, PT Musim Mas, dan PT Nagamas Palmoil Lestari terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(*)

