Jakarta, Teritorial.Com – Rencana penerapan sistem integrasi tarif Tol Jakarta Outer Ring Road atau JORR Untuk jarak jauh sistem ini menguntungkan, namun untuk jarak pendek warga mengaku rugi karena harus membayar Rp 15 ribu per sekali masuk Tol JORR. Sistem integrasi tarif tol ini membuat jarak pendek dan jarak jauh di Tol JORR otomatis tidak berlaku lagi.
Selain itu dari keterangan petugas yang dilansir dari detikcom. gerbang Meruya Utama, sejumlah gerbang tol juga akan dihapus. Seperti Meruya Utama 1, Semper Utama, Rorotan dan Pondok Ranji. Ini dilakukan agar mengurangi antrean di gerbang tengah tol yang biasanya terjadi.
Jika sebelumnya untuk jarak pendek Tol JORR harus membayar Rp 9.500, sedangkan jarak jauh sebesar Rp 20 ribu. Maka dengan penerapan sistem integrasi ini semua tarif tol dipukul rata, baik dekat maupun jauh menjadi Rp 15 ribu. Kebijakan yang tadinya akan diterapkan,13 Juni itu akhirnya diundur menjadi Rabu, 20 Juni besok karena masih banyaknya warga yang mudik Lebaran
Adapun rencana penyamaan tarif ini sejalan dengan Surat Keputusan Menteri PUPR Nomor 382/KPTS/M/2018 tentang Penetapan Golongan Jenis Kendaraan Bermotor, Tarif, dan Sistem Pengumpulan Tol Secara Integrasi pada Jalan Tol JORR.
Dengan diberlakukannya kebijakan tersebut, maka kendaraan golongan I berupa sedan, jip, pikap/truk kecil, dan bus akan dikenakan tarif sama untuk jarak jauh-dekat sebesar Rp15.000,00. Sementara untuk golongan II dan III tarifnya Rp22.500,00, menyusul golongan IV dan V dikenakan tarif sebesar Rp30.000,00.
Sekretaris Perusahaan PT Hutama Karya (Persero), M. Fauzan mengklaim bahwa perhitungan tarif yang baru itu sudah dikaji secara matang oleh Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR. Menurut Fauzan, pemerintah sudah mengajak Hutama Karya selaku operator untuk berdiskusi sebelum akhirnya menetapkan rencana integrasi tarif tol JORR ini.
Saat disinggung mengenai penetapan angka Rp15.000,00, Fauzan mengindikasikan bahwa kuncinya terletak pada niat untuk melakukan subsidi. Menurut Fauzan, pemberlakuan tarif yang sama pada jarak jauh-dekat bakal meringankan beban biaya kendaraan yang mengangkut barang logistik.
“Lewat integrasi tarif, yang jauh akan disubsidi dengan yang dekat. Penentuan tarif jauh-dekat ditentukan berdasarkan rata-ratanya, sehingga tarif yang dikenakan pun akhirnya jadi sama,” kata Fauzan.
Setidaknya ada dua hal yang menjadi alasan diberlakukannya integrasi tarif tol ini. Kedua hal itu ialah mendorong kendaraan angkutan barang untuk mematuhi aturan muatan dan dimensi serta membuat waktu tempuh jadi lebih pendek karena gerbang tol yang dilewati jadi berkurang.
Fauzan membantah apabila rencana ini disebutkan sebagai upaya untuk menambah pendapatan Hutama Karya sebagai stakeholder. Ia menegaskan bahwa perhitungan yang dilakukan pemerintah tidak untuk membuat pendapatan mereka naik melainkan tetap mengacu pada total pendapatan yang mereka peroleh dalam setahun.
“Misalnya dalam satu tahun, angka pendapatannya itu dua. Regulator menghitung dan dengan integrasi ini pendapatannya tetap dua. Ini sudah dikaji dan akan mendapatkan [pendapatan]yang sama, sesuai dengan yang di business plan juga,” ungkap Fauzan dikutip dari tirto.id.
Selama ini, Hutama Karya sudah mengoperasikan integrasi tarif pada Jalan Tol Pondok Pinang-Jagorawi JORR S. Fauzan mengaku bahwa dari pemberlakuan tersebut, perseroan tidak memperoleh kenaikan pendapatan.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai penyamaan tarif tol JORR tidak memiliki dasar kalkulasi yang kuat serta hanya akan menambah beban ekonomi masyarakat. “Kebijakan pemerintah menaikkan tarif tol besok, sangat tak logis. Kalkulasi kenaikan tarif tidak melalui pertimbangan matang,” kata Fadli dalam keterangan resminya, Selasa kemarin.
Untuk melakukan penyesuaian pada tarif tol sendiri, kata dia, pemerintah maupun operator harus mempertimbangkan tiga hal, yakni kemampuan bayar pengguna jalan, besar keuntungan biaya operasi kendaraan, serta kelayakan investasi. “Dengan tarif Rp15.000,00, dari yang awalnya Rp9.500,00, artinya telah terjadi kenaikan sebesar 57 persen. Apakah laju inflasi kita sebesar itu?” kata Fadli mengkritik.
Lebih lanjut, Fadli juga menyinggung tentang daya beli masyarakat yang melemah dalam dua tahun terakhir, pendapatan operator tol yang cukup tinggi, serta penyesuaian tarif tol yang tidak diiringi Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 16 Tahun 2014, setidaknya ada delapam indikator SPM yang terdiri dari kondisi jalan, kecepatan tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas, keselamatan, unit pertolongan, kebersihan lingkungan, dan juga kelayakan tempat istirahat dan pelayanan. Bagi Fadli masih banyak terdapat jalan tol yang tidak memenuhi delapan idikator SPM tersebut. (SON)