Jakarta, Teritorial.com – Belum berlangsung lama keputusan Pemerintah lakukan moratorium penghentian seluruh proyek infrastruktur di Indonesia kini pembangunan proyek MRT Jakarta yang dikerjakan oleh kontraktor Jepang yang bekerjasama dengan kontraktor nasional menagih janji pembayaran.
Hal ini dismapaikan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menyebut Pemprov DKI ditagih pembayaran pinjaman oleh Jepang terkait pembangunan proyek MRT Jakarta. Sekretaris Perusahaan PT MRT Jakarta Hikmatullah menjelaskan pembayaran yang dimaksud adalah pembayaran kepada kontraktor fase 1 MRT Jakarta atas dua pekerjaan, yaitu pekerjaan tambah atau Variations Order (VO), dan penyesuaian harga atau Price Adjustment (PA).
“Kedua item pekerjaan ini belum termasuk dalam kontrak awal antara PT MRT Jakarta dengan Kontraktor dan karenanya sebelum dilakukan pembayaran perlu dilakukan amandemen kontrak,” kata dia dalam keterangan tertulis, Minggu (25/2/2018).
Mereka adalah Tokyu Contsruction joint operation dengan WIKA untuk Paket CP101 dan CP102. Lalu ada Obayashi, Shimizu joint venture dengan Jaya Konstruksi untuk Paket CP103. Berikutnya Shimizu, Obayashi, WIKA dan Jaya Konstruksi joint venture untuk Paket CP104 dan CP105.
Lalu berikutnya adalah Sumitomo Mitsui Construction joint operation dengan Hutama Karya untuk Paket CP106. Berikutnya Toyo, Mitsui, Kobelco yang membentuk konsorsium dengan IKPT menjadi Metro One Consortium (MOC) untuk Paket CP107. Dan yang terakhir Sumitomo Corporation untuk Paket CP108.
“PT MRT Jakarta sedang dan terus berupaya melakukan percepatan pembayaran terhadap VO dan PA ini, dengan tetap mengedepankan prinsip Good Corporate Governance dalam setiap pembayaran,” sambung Hikmat.
Salah satu upaya percepatan yang dilakukan adalah penyesuaian pada alur pelaksanaan audit. Proses audit oleh BPKP yang sebelumnya adalah pre-audit (audit sebelum melakukan pembayaran), menjadi post audit sehingga meminimalisir potensi tertahannya proses pembayaran jika menunggu selesainya proses audit.
Untuk pekerjaan yang masuk dalam kategori VO, sementara menunggu post audit, pembayaran yang dilakukan maksimal hanya 70% dari nilai yang ditagihkan, dimana hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan cashflow dari Kontraktor. Ketika terdapat selisih lebih (nilai yang dibayarkan lebih besar dari nilai setelah post audit oleh BPKP), maka akan menjadi kredit pembayaran oleh PT MRT Jakarta.
Sebaliknya, jika terdapat selisih kurang (nilai yang telah dibayarkan lebih kecil daripada nilai setelah post audit BPKP), maka PT MRT Jakarta akan membayar kekurangan pembayaran tersebut. Dengan demikian kurang bayar atau lebih bayar dapat diketahui setelah post audit oleh BPKP.
Hikmat menjelaskan, sebelum suatu pekerjaan yang telah dikerjakan oleh Kontraktor dapat dibayar, harus melalui serangkaian prosedur (baik review teknis maupun pemenuhan aspek administratif) yang telah disepakati oleh berbagai pihak yang terlibat (PT MRT Jakarta, Pemprov DKI Jakarta, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan & JICA) termasuk Kontraktor.
“Dari 8 paket pekerjaan konstruksi (CP 101 – CP 108) dan 4 paket pekerjaan konsultan (TAS 1, TAS 2, CMCS, OMCS) yang telah berkontrak untuk Fase 1 MRT Jakarta dengan total nilai kontrak sebesar Rp 12,64 triliun, hingga tanggal 23 Februari 2018 telah terbayarkan sebesar Rp 8,06 triliun,” tandasnya. (SON)