Jakarta, Teritorial.Com – Pengamat ekonomi Rizal Ramli memberikan respon terkait tindakan Menteri Perdagangan yang kembali membuka keran impor beras di tahun 2018. Rizal menilai masalah yang selalu menghiasi krisis beras adalah soal data. Pengalaman Rizal, Kemendag dan Bulog selalu mau impor.
Sekedar Informasi, harga beras kembali melambung di tahun 2018. Untuk mengatasi tingginya masalah ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) akhirnya memutuskan membuka keran impor beras sebanyak 500 ribu ton.
Mendag Engiartiasto Lukito mengatakan, jenis beras yang diimpor pada saat ini merupakan jenis beras khusus yang tidak ditanam di Indonesia, dan memiliki landasan hukum berupa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2018. Sehingga hal ini tidak akan mengganggu produksi dalam negeri.
“Sebab, ada komisi 20-30 dolar per ton. Transaksinya di luar negeri, ‘account’ bank juga berada di luar negeri. Tetapi Kementan, selalu bilang produksi lebih dari cukup. Sebab ini terkait dengan prestasi mereka. Faktanya angka yang benar itu di tengah,” beber Rizal kepada wartawan, Sabtu (13/1/2018).
Dalam sejarahnya, Rizal melanjutkan, uang paling mudah didapat dari komisi impor komoditi. Jadi duitnya, gampang kalau main di beras, kedelai, gula, daging dan lain-lain.
Ia pun heran, ada rapat kebijakan harus impor beras dalam 2-3 hari ini. Sebab, sebentar lagi kan mau panen.
“Stok di gudang Bulog memang 900 ribu ton, tapi itu cukup untuk dua bulan lagi. Panen kan sebentar lagi, Februari Maret, dan Bulog bisa beli,” Rizal menyarankan.
Masalahnya, sekarang Bulog pasif, pada saat panen, tidak beli beras. Padahal seharusnya Bulog tahu berapa yang harus dibeli.
“Saya tidak tahu ini sengaja atau tidak. Meski, memang Bulog sekarang beda dengan dulu yang tak ada bunga kredit, turun langsung dari likuiditas Bank Indonesia. Dan itu tidak bener ini, ini kan sektor strategis,” beber Rizal.
Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman RI ini juga menilai seharusnya Menko Perekonomian Darmin Nasution bisa bertindak dengan melonjak harga besar dan tindakan import beras yang dilakukan Kemendag.
“Saya bingung di mana posisi Kemenko Perekonomian sekarang dalam menentukan data ini,” pungkas Rizal.
DPR Duga Impor Beras Untuk Dana Di Tahun Politik.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo mempertanyakan langkah Kementerian Perdagangan yang mengimpor beras 500.000 ton sebagai sebuah modus untuk menggalang dana untuk Pemilu 2019.
“Tahun 2018 adalah tahun politik kita harus waspada. Kebijakan tersebut juga bisa dijadikan fund rising untuk kepentingan tertentu,” kata Firman di Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin.
Firman menilai, kebijakan impor beras terkesan dipaksakan, dan terlihat sangat janggal. Kebijakan impor, katanya, diambil setelah melakukan rapat dengan para pelaku dagang, yang tak lain para tengkulak, dan mafia pangan.
“Seharusnya yang benar Mendag harus berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian lebih dulu, bukan dengan pelaku dagang. Ini sangat mencurigakan dan aneh ada apa?” tanya Wakil Ketua Badan Legislatif itu.
Menurutya, impor beras harusnya merujuk pada UU Pangan. Impor beras baru bisa dilakukan bilamana produk nasional dan stok nasional tidak tercukupi.
“Itupun harus dapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian,” kata politisi Golkar itu.
Terlebih, sesuai informasi yang didapatkannya, dan didukung data yang bisa dipertanggungjawabkan, sekarang ini surplus beras sudah dapat dicapai.
“Menteri Pertanian Amran Sulaiman menegaskan stok pangan nasional lebih dari cukup. Bahkan dijelaskan, pada Januari dan puncaknya Februari akan terjadi panen raya di wilayah tertentu,” ungkapnya.
Karena itu, Firman mengecam keras kebijakan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito yang dinilainya akan makin menyengsarakan para petani.
“Kebijakan impor yang dilakukan Mendag akan semakin menyengsarakan petani, dan tidak sejalan dengan nawacita Presiden Joko Widodo. Ini memalukan dan tidak profesional,” katanya.
Mendag Lakukan Import Beras Tanpa Izin Presiden.
Untuk diketahui, Menteri Perdagangan Enggartiato Lukita akhirnya mengambil kebijakan impor beras untuk menurunkan harga beras. Kebijakan ini tertuang dalan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2018.
Kebijakan tersebut kembali merupakan pertama kalinya dalam dua tahun terakhir setelah pemerintah mengimpor beras terakhir pada 2015.
Sebelum keputusan impor tersebut, berbagai upaya dari politisi Partai Nasdem dikeluarkan untuk menstabilkan harga beras. Salah satunya menggandeng Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk menggelar operasi pasar.
Dengan operasi pasar tersebut, Kemendag menggelontorkan stok beras jenis medium milik Bulog yang disebar di pasar-pasar tradisional. Langkah Mendag sendiri merupakan sebuah tindakan atas melonjaknya harga beras di awal tahun 2018.
Mendag Enggartiasto Lukita menegaskan bahwa kebijakan impor beras merupakan diskresi dirinya. Oleh sebab itu, ia merasa kebijakan tersebut tidak perlu dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo.
“Saya tidak usah melaporkan (kepada Presiden), karena itu diskresi saya,” ujar Enggartiasto kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan.
(Ros/ berbagai Sumber)