Rupiah Kian Loyo, BI Prediksikan Tidak Akan Lampaui Rp 14.000/USD

0

Jakarta, Teritorial.com – Pemulihan ekonomi Amerika Serikat yang dianggap tidak wajar berdampak pada perkembangan dinamika global yang tentunya sangat mengganggu roda pertumbuhan ekonomi nasional di antaranya posisi rupiah yang terus tertekan hingga sempat menyentuh level Rp13.800 per dolar AS.

Menanggapi hal tersebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara soal pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). kepada para anggota Kabinet Kerja, Orang nomor satu di Indonesia tersebut mengucap bahwa antisipasi harus segera dilakukan posisi rupiah yang terus tertekan hingga sempat menyentuh level Rp13.800 per dolar AS, tentunya sangat mengkhawatirkan.

Sejumlah dinamika global harus diwaspadai mulai dari perkembangan suku bunga (Fed Fund Rate/FFR), arus modal masuk dan keluar, harga komoditas, serta nilai tukar rupiah. Pelemahan rupiah terhadap dolar AS kembali terjadi pada penutupan perdagangan kemarin, rupiah berada di level Rp13.755/USD, bandingkan pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu di mana rupiah masih sedikit berotot di posisi Rp13.650/USD.

Hal tersebut bedampak domino terhadap Rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) kompak melemah. Pada penutupan perdagangan sesi kedua, IHSG melorot sebanyak 31,723 poin atau 0,48% ke level 6.550,593. Hal ini tentunya merupakan penurunan yang sangat drastis lantaran pada pembukaan perdagangan sesi pertama indeks masih berada di teritori positif.

Meski kondisi rupiah terus tiarap, sejumlah analis ekonomi mem­prediksi tidak akan melewati level psikologis, yakni Rp14.000/USD. Namun, rupiah diperkirakan masih loyo dan tertekan hingga penyelenggaraan Federal Open Market Committee (FOMC) oleh The Fed pada pekan ketiga Maret ini. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) me­minta masyarakat tak terprovokasi oleh pelemahan rupiah.

Anjloknya rupiah terhadap dolar AS tidak mencerminkan fundamental perekonomian Indonesia dilihat dari pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, neraca pembayaran, dan cadangan devisa. Suara senada juga dilontarkan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution yang menilai penguatan dolar AS terhadap rupiah masih dalam kontrol. Kali ini mantan gubernur BI itu menilai pelemahan rupiah karena faktor global bukan karena situasi perekonomian dalam negeri.

Walau pemerintah berusaha untuk tidak panik menyikapi pelemahan rupiah dengan berdalih fundamental perekonomian nasional cukup kuat, tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi tersebut bakal berdampak pada laju inflasi. Sebab, pelemahan rupiah akan berpengaruh langsung pada harga makanan, terutama yang menggunakan bahan baku impor.

Yang pasti, pekerjaan rumah pemerintah yakni bagaimana segera “mengobati” rupiah agar tidak terpuruk lebih lama. Pihak BPS belum berani memberi prediksi seberapa besar andil pelemahan rupiah terhadap laju inflasi pada Maret ini. Di sisi lain, penguatan dolar AS atas rupiah adalah peluang bagi kalangan eksportir.

Pelemahan rupiah secara signifikan sejak awal Maret ini tercatat paling tajam dalam dua tahun terakhir ini. Pemerintah tidak boleh lengah mengantisipasi kemungkinan terburuk, termasuk dampak langsung terhadap laju inflasi yang sudah di depan mata. Sebab, fundamental ekonomi dalam negeri yang cukup kuat bisa saja tersapu oleh dinamika global yang sulit diprediksi. (SON)

Share.

Comments are closed.