Jakarta, Teritorial.com – Siapa sangka jika Kota Malang Jawa Timur yang dikenal dengan kota wisata karena keindahan pemandangan alamnya ternyata juga menjadi base camp pembuatan bom yang digunakan oleh pesawat tempur Sukhoi milik TNI AU.
Ditemui teritorial.com saat Rapat Pemilihan Ketua Persatuan Industri Pertahanan Swasta Nasinoal (Pinhantanas), Jakarta Rabu (21/2/2018), CEO PT Sari Bahari, Ricky Hendrik Egam bercerita didirikan pada 1993 Perusahaan ini adalah perusahaan swasta yang ditunjuk untuk memproduksi Alutsista bagi memenuhi kebutuhan TNI.
Atas persetujuan Kementerian Pertahanan. Sejak 2005, perusahaan ini dipercaya menjadi mitra pemasok senjata bagi TNI terutama TNI AU. Pengadaan empat unit pesawat tempur asal Rusia Sukhoi SU-27 di Era Presiden Megawati Soekarno Putri, menghadirkan tantangan tersendiri bagi pria asal Malang tersebut.
Pasalnya kerjasama Indonesia-Rusia terkait pengadaaan empat unit Sukhoi tersebut sama sekali belum dilengkapi oleh sistem persenjataan alias kopongan saja begitu. Hal ini memacu CEO Sari Bahari tersebut untuk menghadirkan inovasi dalam negeri dimana, Sari Bahari berhasil memproduksi bom serta perlengkapan pendukung lainnya yang dikhususkan untuk operasional pesawat tempur asal Rusia itu.
Hingga tergabungnya dalam keanggotaan Pinhantanas, PT Sari Bahari terus melakukan inovasi-inovasi terbaru mengikuti perkembangan tekonologi alutsista di dunia. Tak tangung-tanggung, walaupun namanya mirip dengan perusahaan Roti Sobek ternama di Indonesia, dalam waktu kurang lebih sepuluh tahun saja Sari Bahari berhasil memproduksi Bom P 100 – 120/practice/live, Warhead Practice Cal. 2,75″ PSB Smokey, Container Motor Rocket Cal. 2,75″, Mounting Stand Gun For Cal 5,56-12,7″, serta folding fin rocket cal. 2,75″.
Sebagai nilai keunggulan dibanding perusahaan sejenis lainnya, CEO Sari Bahari menjelaskan bahwa dua macam bom yakni latih untuk latihan tanpa bahan pelekada dan live bom sesungguhnya yang menggunakan bahan peledak menjadi kekhasan tersendiri yang dimiliki perusahaan pembuat bom asal Kota Malang ini.
“Kekuatan bom hasil produksi kami patut diperhitungkan. Sebagai contoh, Bomb P-100 (latih) digunakan untuk latihan pilot pesawat tempur standar Rusia. Bom latih ini sangat praktis karena dirancang tanpa menggunakan fuze. Bom ini akan menghasilkan asap tebal pada saat mengenai target sehingga memudahkan pilot mengoreksi hasil bombingnya”, ujar Ricky Hendrik.
Untuk tipe bom live, kata Ricky, perusahaan hanya membuat selongsongnya. Isi selosong/bahan peledak menjadi tanggung jawab BUMN PT Dahana. Sedangkan untuk bom latih, baik selongsong maupun bahan peledak diproduksi oleh Sari Bahari. Alutsista karya asli Indonesia ini juga sudah diekspor.
Belakangan ini PT Sari Bahari berhasil merampungkan menyempurkan rudal Petir generasi terbaru yang sanggup mencapai kecepatan 260 km per jam dengan jarak jangkau 45 km. Dan lewat inovasi terbaru, Petir generasi ketiga belum lama ini dilakukan uji fungsi di Lanud Gorda Desa Lamaran Serang, Banten.
Dengan penguasaan teknologi yang dimiliki PT Sari Bahari seperti sekarang ini, wajar jika kedepannya Ricky Hendrik berharap produk buatan perusahaannya tersebut dapat go internasional.
“Kita tunggu saja, go internasioal tentu harapan kami. jika menyimak apa yang disampaikan oleh Menhan barusan terkait dukungan untuk swasta ini agar bisa ekspor yah kami tunggu, dan kami berharap hal itu benar-benar akan teralisasi”, tutupnya. (SON)