Jakarta, Teritorial.Com – Sadar akan tantangan yang kian memuncak sejak terpilihnya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DKPBB) mulai januari 2019 mendatang Analis Senior Bidang Intelijen dan Kajian Stratejik Andrea Abdul Rahman M.Si(Han) yakinkan bahwa diplomasi Indonesia tidak boleh lemah.
Hal tersebut membutuhkan SDM yang handal dimana sensitivitas para diplomat harus benar-benar terasah. Para diplomat tidak lagi hanya sebatas perwakilan secara fungsional namun juga diperkuat dengan analisa dan aspek praktis lainnya. Kemampuan yang harus dibangun juga mengenai kepekaan terhadap beragam isu mulai dari yang bersifat non-tardisional maupun yang sifatnya hardpower.
Dalam Seminar yang Bertajuk “Membaca Kiprah Indonesia” di Dewan Keamanan PBB yang diselenggarakan di Univeristas Satya Negara Indonesia (USNI) Jakarta, Jummat (20/7/2018), Andre mengungkap beberapa isu-isu penting yang tidak bisa dibiarkan begitu saja oleh Indonesia seperti potensi ancaman Laut China Selatan (LCS). Terorisme global ISIS, konflik Israel-Palestina dan beberapa konflik pelanggaran terhadap human security.
Analis senior bidang Intelijen tersebut juga mengingatkan bahwa selain diplomat yang handal urgensitas yang harus dipersiapkan setelahnya adalah rood map mengenai arah kebijakan politik luar negeri Indonesia. “Pemerintah memiliki tanggungjawab besar, semua harus dipersiapkan, bukan saatnya lagi Kita jadi penonton inilah kesempatan besar Indonesia untuk maju dan menjadi aktor dan bagian dalam percaturan politik internasional,” ujar Andre.
“Dengan rood map yang jelas disertai analisa yang tajam diharapkan para diplomat Indonesia akan mudah memahami hal hal terkecil dari kepentingan diplomasi, di ASEAN sendiri konflik sipil terjadi hampir setiap hari, Indonesia tidak bisa membiarkan pembantaian terjadi di depan mata kita sendiri, inilah yang perlu diperhatikan sebagai bentuk sensitivitas diplomat dalam menganalisa perkembangan lingkungan strategis,” Jelasnya.
Kemudian dari aspek strategis lainnya adalah perihal dinamikan politik kawasan. Demi mempertahankan hegemoninya Amerika Serikat (AS) dari ancaman China, Indo-Pasifik dihadirkan bukan hanya sekedar perluasan makna geografis, konsep tersebut akan menjadi pilar tetang bagaimana cara AS untuk menghadirkan tandingan bagi proyek global China yakni One Belt One Rood (OBOR).
“Aspek yang tidak bisa dilupakan bahwa diplomat harus mampu menjelaskan arti penting dari posisi strategis Indonesia di kawasan. Baik OBOR maupun Indo-Pasifik pintunya adalah di Indonesia, mengapa? kita punya geografis yang sangat strategis sebagai negara Kepulauan. Peluang inilah yang menjadi titik poin utama diplomasi Indonesia ditengah pertarungan strategis baik AS maupun China,” pungkasnya.
Seminar tersebut juga dihadiri oleh Dosen Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta Jerry Indrawan, Freelance Researcher of MoN Universitas Paramadina Bayu Widiyatmoko, Dekan FISIP Universitas Satya Negara Indonesia Sri Devi Purwatiningsih dan Kepala Program Studi Hubungan Internasional Pradono Budi Saputro. (SON)