Jakarta, Teritorial.com – Menyikapi kabar hoax yang tengah marak menjamur di media sosial maupun media massa pemberitaan, Polri berniat melakukan pemantauan terhadap akun-akun anonim penyebar hoax dan ujaran kebencian.
Rencana ini merupakan upaya Polri guna memberikan rasa aman sekaligus menghindari beredarnya kabar burung jelang Pilkada Serentak 2018 ini. “Akun anonim meningkat, digunakan dalam penyebaran hoax dan hate speech dalam tahun politik ini”, kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Fadil, Selasa (13/2/2018).
Hingga saat ini rencana pengawasan tersebut telah dilakukan sejak jauh hari. “Media sosial dianggap sebagai salah satu instrumen untuk menjatuhkan lawan politik dengan cara menyebar informasi bohong, fitnah, black campaign atau hoax”, sambung dia.
Fadil mengutip data terakhir yang dirilis Facebook mengenai jumlah pengguna aktif, terdapat 200 juta akun palsu. Sementara total pengguna Facebook keseluruhan 2,13 miliar perbulan.
“Berdasar data Facebook akhir Desember 2017, akun palsu atau duplikat sebanyak 200 juta akun. Pada kuartal keempat di 2017, Facebook memperkirakan akun palsu atau duplikat mencapai sekitar 10% pengguna aktif bulanan di penjuru dunia. Hingga 31 Desember 2017, situs media sosial itu memiliki 2,13 miliar MAU (monthly active user)”, jelas Fadil.
Fadil kemudian menerangkan, berdasarkan analisa kepolisian, berita hoax dan akun palsu atau duplikat memiliki keterkaitan. “Benar, bahwa penyebaran hoax tidak lepas dari banyak pengguna media sosial yang menggunakan akun palsu atau anonim”, terang dia.
Fadil menyebut banyak penyebar hoax dan ujaran kebencian yang beralih dari akun pribadi ke akun palsu atau duplikat. Peralihan ini setelah polisi melakukan patroli siber dan menangkap orang-orang yang diduga melakukan kejahatan tersebut.
Terakhir, dia mengimbau masyarakat untuk tabayun dalam menyikapi akun-akun media sosial khususnya Facebook yang aktif memproduksi informasi berbau politik dan SARA. “Bagi masyarakat pengguna media sosial, identitas dan validitas akun facebook perlu dijadikan salah satu faktor penting untuk menguji palsu atau tidaknya sebuah informasi yang mereka sebarkan”, tutup Fadil. (SON)