Jakarta, Teritorial.Com – Gangguan malware, yang bisa berupa virus atau trojan, berkontribusi sekitar 40 persen terhadap total gangguan sistem komputer di dunia. Menjelang Pemilihan Umum Presiden dan Legislatif Tahun 2019, ancaman malware (malicious software seperti virus dan trojan) menjadi hal yang patut diwaspadai.
Hal tersebut lantaran virus tersebut berpotensi mengganggu kelancaran pesta demokrasi rakyat Indonesia. Software berbahaya ini bisa menyerang penyelenggara Pemilu.
Untuk mendalami ancaman malware di Indonesia, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi menginisiasi kerja sama dengan HoneyNet Project dan Swiss German University menggelar seminar dan workshop.
Bertema Peningkatan Kemampuan Deteksi dan Koordinasi Insiden Keamanan Siber Secara Nasional pada Sabtu (24/11), bertempat di gedung Prominence Tower milik Swiss German University di Alam Sutera, Tangerang.
Acara ini digelar sebagai inisiasi Kepala BSSN untuk collaborative approach (upaya bersama) dalam membangun pusat riset dan database komprehensif tentang malware (malicious software) bersama para pegiat dan pakar IT yang didukung oleh jejaring di universitas dan perguruan tinggi.
Direktur Deteksi Ancaman BSSN Sulistyo mengatakan badan regulator di dunia siber ini meneruskan proyek HoneyNet Indonesia yang tadinya dinaungi oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika, yang merupakan suatu proyek kerjasama komunitas pegiat IT dan dunia, dan akademisi.
Kerja sama ini digalakan untuk meningkatkan kepedulian, menyediakan informasi terkait ancaman siber (cyber threats). Saat ini proyek HoneyNet ditangani oleh BSSN.
“Kita membangun jejaring di universitas perguruan tinggi untuk project HoneyPot, yaitu membangun pusat riset khusus buat malware. Ini sudah dilakukan sejak lima tahun lalu. Kita berharap ini bisa jadi sebuah proyek nasional,” ujar Sulistyo dalam keterangan, Jumat, (23/11/2018).
Menurut pejabat di lingkungan BSSN tersebut, proyek ini akan membuat sebuat database yang komprehensif untuk mengidentifikasi malware yang masuk ke Indonesia.
Para ahli akan mengenali Indicator of Compromise (IOC), atau gangguan sistem komputer, dan signature (ciri khas) dari malware.
“Malware bisa untuk memata-matai, user, mereka bisa masuk ke sistem, menggangu sistem, masuk ke gadget. Mereka bisa berbentuk virus, trojan, dan lainnya,” kata Sulistyo.
Dia menambahkan setelah mengetahui struktur malwarenya seperti apa, apa yang dia serang dan ganggu maka dapat diketahui sistem – sistem apa saja yang rentan terhadap malware tersebut.
“Lalu kita edukasikan ke publik, kita informasikan misalnya hati-hati ada serangan malware A yang berakibat ini dampaknya ABCD dan cara penanganannya,” ujarnya.